Pentolan Jaringan Pedofil Hanya Jebolan Kelas 3 SD

Group Facebook Official Loly Candys Group 18+

Ilustrasi-NET

eQuator.co.idMalang-RK. Polda Metro Jaya telah menetapkan empat tersangka kasus pedofilia, Wawan, 24, Dede Sobur, 27, Dicky Firmansyah,16 dan Siti, 16.

Cara praktik mereka dengan membuat akun Grup Facebook dengan nama Official Loly Candys Group 18+. Grup Facebook itu dibuat pada September 2016. Lewat akun Facebook inilah, para tersangka menggalang anggota grup ”mesum” di dunia maya itu.

Sejak grup itu dibuat, sudah ada 7.497 anggota yang bergabung. Mereka berasal dari enam negara, yakni Indonesia, Thailand, Filipina, Spanyol, Argentina dan Peru.

Kenapa disebut pedofilia?

Karena untuk menjadi grup facebook itu, syaratnya harus aktif mengunggah video maupun foto praktik pencabulan yang dilakukan anggota terhadap anak-anak. Jika tidak aktif mengunggah ke grup facebook itu, maka akan dikeluarkan dari grup.

Selama enam bulan grup facebook itu dibuat, polisi sudah mengungkap ada 500 video dan 100 foto aksi fedofilia yang diunggah. Nah, setelah dilacak oleh Unit Cyber Crime Polda Metro Jaya, ternyata otak atau pembuat admin Facebook adalah Bahrul Ulum alias Wawan, 25, warga Jodipan, Kecamatan Blimbing, Malang. Protolan kelas III SD tersebut telah diciduk tim Polda Meteo Jaya di rumahnya pada 9 Maret lalu. Kini, Wawan bersama admin lainnya, Dicky Firmansyah asal Bogor, Dede Sobur, asal Tasikmalaya dan Siti asal Tangerang sudah ditahan di Polda Metro Jaya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono membenarkan, jika Wawan adalah penggagas sekaligus admin dari Loly Candys Group. “Untuk Wawan berasal dari Malang. Dan ada dua korban juga berasal dari Malang,” terangnya kepada Jawa Pos Radar Malang, kemarin.

Dari pelacakan tim Unit Cyber Crime, para anggota group Facebook itu memang kelompok pedofil. Karena dari video dan foto yang di-upload, adalah praktik-praktik pedofilia yang dilakukan oleh anggota group yang dikoordinir oleh Wawan.

“Jika jarang mengunggah, admin akan mengeluarkan anggota dari grup,” kata mantan Kabid Humas Polda Jawa Timur ini.

Saat ini pihak Polda Metro Jaya masih terus melakukan penyelidikan atas kasus ini. Karena melibatkan jaringan internasional, Polda harus berkoordinasi dengan FBI (Federal Bureau of Investigation).

Ketua RT 02 RW 08 Kelurahan Jodipan, Abdul Rohman membenarkan adanya penangkapan terhadap Wawan pada malam hari tersebut. Namun dia tidak begitu tahu jika kasus yang dituduhkan terhadap Wawan tersebut adalah pedofilia. “Anaknya memang agak tertutup. Jika ada acara di kampung jarang terlihat. Padahal ya banyak anak muda lainnya yang ikut,” terang Rohman.

Rohman sendiri mengaku tidak tahu saat terjadi penangkapan. Dia baru tahu pada pagi harinya ketika kakak Wawan mendatanginya untuk meminta tolong agar diantarkan ke kantor polisi. “Tapi pas saya cari di Polsek atau Polres di sini ternyata tidak ada,” kata pengusaha soto ini.

Rohman baru tahu jika Wawan dibawa ke Polda Metro Jaya justru ketika melihat tayangan televisi. “Tapi wajahnya kan tidak keliatan karena ditutup. Kalau badannya ya memang itu Wawan, persis soalnya,” imbuh dia.

Sementara itu Siti, ibunda Wawan menjelaskan, dirinya sama sekali tidak percaya dengan tuduhan polisi terhadap anaknya tersebut. “Dalam keseharian anaknya itu pendiam. Tidak pernah melakukan kenakalan remaja seperti mabuk-mabukan atau mencuri,” terang Siti.

Sebelum penangkapan ini, menurut Siti, Wawan sempat bekerja sebagai penjaga warung internet daerah Muharto. Namun hanya satu tahun, Wawan keluar dari tempat kerjanya itu. Setelah itu dia banyak di rumah.

Bondan (bukan nama sebenarnya), salah satu kakak Wawan juga tidak percaya, jika adiknya itu melakukan tindakan yang dituduhkan polisi. Karena selama ini anaknya itu sangat baik.

“Biar pun pendidikannya tidak tinggi (hanya kelas III SD). Adik saya tidak pernah diajarkan jelek,” tutur Bondan.

Dia juga meminta masyarakat di luar tidak sepenuhnya percaya kepada kabar yang menyudutkan Wawan. “Keluarga tetap tidak percaya. Mungkin saja adik saya dijebak,” katanya.

Dia menambahkan, jika adiknya melakukan sebagaimana yang dituduhkan pasti sudah ada keluarga korban yang mendampratnya. “Di sini banyak keponakan-keponakan perempuan sering datang. Kalau dia begitu pasti kan sudah diperkosa mungkin,” imbuhnya.

Menanggapi adanya fenomena pedofil di dunia maya ini, psikolog Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Diah Karmiati mengatakan, jika fenomena ini ada sejak dulu, namun tidak terekspose. Sekarang dengan adanya media sosial, aksi pedofil lebih terekpose. Bahkan gerakannya juga masif dalam media sosial, seperti dalam grup Official Loly Candys Grup 18+. Dengan membuat grup tersebut, pelaku mendapatkan sensasi tersendiri.

“Dia merasakan sensasi dengan menikmati foto yang diupload setiap hari,” imbuhnya, seperti diberitakan Radar Malang (Jawa Pos Group).

Melihat latar pendidikan pelaku yang hanya protolan SD, dia yakin jika wawasan tentang dunia seksual sangat minim. “Faktor lain, mungkin latar belakang sosial pelaku juga tidak baik,” jelasnya. (jpnn)