Kualitas hidup manusia di sejumlah kabupaten/kota di Kalbar dinilai buruk dan tidak layak. Ini akibat kurang cermatnya pemerintah dalam menata pemukiman rakyat. Mumpung Kalbar masih luas, perbaikilah penataan lingkungan hidup.
eQuator.co.id – Pontianak-RK. Gubernur Drs. Cornelis, MH mendesak Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) se Kalbar, bekerjasama menciptakan lingkungan hidup yang layak.
“Sekarang belum terlanjur rusak, sebaiknya dibahas. Berikan pemahaman kepada masyarakat,” tegas Gubernur Cornelis ketika membuka secara resmi Rapat Kordinasi Teknis (Rakornis) Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota se Kalimantan Barat di Pontianak, Selasa (7/3).
Cornelis berpandangan, peran Dinas Lingkungan Hidup dalam mengurus pemukiman rakyat terbilang sangat strategis. Sebab, instansi pemerintah tersebut dapat memperhatikan dan menentukan wilayah mana saja yang layak untuk ditinggali manusia.
“Oleh karena itu, kita undang Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup dan Bappeda, supaya saling berkoordinasi untuk merancang pembangunan sedemikian rupa,” gugahnya.
Gubernur dua periode itu berpendapat, pemerintah harus cepat bergerak sebelum terlambat. “Mulai ditata itu kota/kabupaten. Supaya masyarakat hidup di tanah atau lingkungan yang layak untuk hidup,” tegasnya.
Jangan sampai keteledoran pemerintah, menyebabkan lingkungan hidup atau tempat tinggal rakyat terkesan tidak layak untuk ditinggali. “Kalbar masih bagus, masih mudah ditata. Tidak seperti Jakarta,” pesannya.
Cornelis berharap, semua rakyatnya tinggal atau berdomisili di pemukiman yang layak untuk hidup sebagai manusia. Bukan dipaksa-paksa keadaannya. “Seperti daerah yang tidak layak, malah dijadikan pemukiman,” kritiknya.
Mantan Bupati Landak itu menilai, fenomena kehidupan manusia di Indonesia saat ini terkesan aneh. Seperti membangun pemukiman di tempat yang tidak layak untuk ditinggali.
“Misalnya tinggal di daerah bekas pertambangan. Contoh, ada tambang emas tanpa izin. Tanah dibongkar, zat beracun di dalam tanah lalu keluar. Bagaimana manusia bernafas dan hidup di tempat begitu, tapi kenyataannya ada yang tinggal di situ,” ingatnya.
Otoritas terkait mestinya mampu menata suatu lingkungan yang belum terlalu parah. Sehingga warga Kalbar bisa hidup di lingkungan yang memang layak untuk tinggali. “Jika lingkungan sudah layak untuk hidup, tentu berbadan sehat serta berjiwa sehat,” ujar Cornelis.
Gubernur Cornelis yakin, semua warganya ingin menghirup udara yang bersih. “Sekarang ini kita maunya begitu. Negara ini ke depan maunya begitu, bahkan dunia inipun maunya begitu,” ungkapnya.
Selain berusaha menciptakan lingkungan hidup yang layak, menjaga lingkungan dinilai juga penting. “Kalimantan ini saudara-saudara adalah penyangga dunia. Mulai dari hutannya, dari pohon, air dan lahan gambut,” ucap Cornelis di hadapan peserta rapat.
Ditegaskannya, pentingnya menjaga hutan Kalimantan supaya ozon tidak berlubang, tidak menipis, atmosfir tetap standar. “Sekarang dunia internasional kaget, pening kepala mikirkannya. Apakah dunia ini masih layak atau tidak lagi untuk ditinggali,” bebernya.
Cornelis menyuarakan, Kalimantan merupakan paru-paru dunia. “Kalau hutan-hutan di Kalimantan ini dirusak, diubah fungsinya, dunia akan kiamat pada 2050, itu berdasarkan analisa para ahli bumi,” tegasnya.
Perubahan iklim akan terjadi luar biasa, bahkan suhu bisa naik dua atau tiga derajat celcius. “Yang akan terjadi adalah krisis air, bumi panas tinggi dan kita mati. Itu sudah pernah terjadi di India. Inilah ketakutan negara-negara di dunia ini,” ungkapnya.
Kepada pejabat birokrat di Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup dan Bappeda se Kalbar, Gubernur Cornelis menegaskan, permasalahan lingkungan dan bumi harus dianggap penting. Kalau tidak, mau dibawa ke mana dunia saat ini.
“Saya tidak bicara teori. Saya bicara fakta saja. Saat ini iklim susah diperkirakan dan susah ditebak. Kenapa? Karena faktor-faktor itu tadi, berikut masalah yang ada,” tegas Cornelis.
Laporan: Deska Irnansyafara
Editor: Hamka Saptono