Pangkak Gasing Berpusing di Musim Padi Bunting

Permainan Klasik yang Lestari di Riam Berasap Jaya

BERMAIN. Sekelompok anak bersama orang dewasa bermain pangkak gasing di Dusun Pematang Baros, Desa Riam Berasap Jaya, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Senin (20/2). Kamiriludin-RK

BANYAK permainan jaman dolok yang saat ini sulit dijumpai. Terlebih, di kalangan masyarakat yang hidup di perkotaan. Munculnya beragam permainan modern menenggelamkan dolanan tersebut.

Kamiriludin, Sukadana

eQuator.co.id – Nun jauh dari kehidupan kota, di Kabupaten Kayong Utara, rupanya masih dapat dijumpai permainan tradisional. Tepatnya di Desa Riam Berasap Jaya, Kecamatan Sukadana.

Di desa paling ujung Kecamatan Sukadana ini, masih bisa dijumpai permainan gasing. Warga setempat menyebutnya pangkak gasing. Pangkak adalah bahasa setempat yang berarti mengadu. Jadi, Pangkak gasing berarti mengadu atau membenturkan satu bola gasing ke bola gasing lainnya, sehingga membuat bola tersebut berpusing (berputar).

Pangkak gasing ini jamak dimainkan di tempat terbuka. Tanah lapang. Warga Riam Berasap umumnya memainkan permainan tersebut di halaman rumah yang tekstur tanahnya sedikit berpasir.

Layaknya dolanan lain, memainkannya tidak seru kalau hanya sendiri. Minimal harus dimainkan dua orang. Lebih dari dua orang membuatnya makin semarak. Sebab, aturan dalam permainan ini seperti catur, ada yang menjadi Raja, Perdana Menteri, dan Keroco atau anak buah.

Pemain yang disebut Keroco adalah mereka yang bola gasingnya berhenti berputar lebih cepat dibanding yang lain. Sedangkan gasing yang berputar lebih lama dialah Raja.

Raja lah yang menjadi pemukul (tukang pangkak) bola-bola gasing yang diputarkan si keroco tadi. Ketika dipangkak, tak jarang ada gasing yang terbelah. Jika itu terjadi, suasana permainan semakin seru, saling menertawakan sembari mengejek.

Tokoh Masyarakat Desa Riam Berasap Jaya, Ruskan, ditemui wartawan Rakyat Kalbar, Senin (20/2), mengatakan permainan unik ini tidak selalu ada. Hanya dapat dilihat di waktu-waktu tertentu.

“Hanya dapat kita lihat saat musim padi bunting. Seperti sekarang ini, buah padi mulai berisi. pada musim panen nanti, permainan ini tidak dibolehkan lagi. Setelah panen hanya dibolehkan bermain kelayang atau layang-layang,” ungkap pria yang tinggal di Dusun Pematang Baros itu.

Kendati aturan permainan pangkak gasing semestinya hanya di musim padi bunting, namun ia tak mengelak kalau petuah dukun kampung di era modern seperti saat ini sudah mulai luntur. Pasalnya, bola gasing yang terbuat dari kayu ulin (belian) itu, tak lagi hanya dimainkan di musim padi bunting. Ada yang “bandel”, memainkannya di luar waktu tersebut.

“Kalau kita dulu-dulu, sangat patuh dan mentaati apa kata Dukun Kampung. Mainnya paling satu bulan saat musim padi bunting, setelah itu berhenti. Kalau ada yang main di luar waktu, Dukun Kampung marah besar, karena diyakini akan mengundang bahaya di kampung,” papar Ruskan.

Ia mengakui arus peradaban tak dapat dibendung oleh aturan jaman dahulu. Kata Ruskan, kemajuan jaman membuat petuah-petuah tinggal kenangan.

“(Pesan-pesan tetua kampung) mulai tidak dipakai. Lihat saja ini sudah mulai musim panen, namun masih ada yang main gasing,” sebut dia, ikut menyaksikan sekelompok anak dan orang dewasa bermain gasing di salah satu rumah di kampung itu.

Sebenarnya, ia senang dengan permainan yang cukup digemari pada masanya ini. Bahkan, Ruskan rela membuatkan bola gasing untuk sejumlah cucunya agar dapat bermain bersama-sama dengan rekan sebaya.

“Untuk satu bola gasing memerlukan waktu sekitar dua jam (membuatnya),” jelasnya.

Satu dari sekian bocah yang tengah bermain gasing, Muhammad Firdaus, mengaku memiliki koleksi tiga bola gasing yang beda-beda bentuknya. Seperti telor dan ada juga yang lonjong. Bahkan, ia rela menyisihkan uang sakunya untuk membeli gasing seharga Rp5.000.

“Saya suka yang lonjong karena putarannya lebih lama,” kata Dau, sapaan akrab Firdaus, yang saat ini duduk di bangku kelas II SDN 08 Siduk.

Lain hal dengan Haryanto. Sekretaris Desa Riam Berasap Jaya ini pun mengaku hobi dengan mainan satu ini. Bahkan, diakuinya, ketika ia dan rekannya bermain, tak sengaja memecahkan kaca salah satu rumah warga lantaran terlempar bola gasing.

“Saat kita hendak melepaskan bola gasing dari puntalan tali, bolanya tiba-tiba mengggelinding hingga terpantul ke kaca rumah dan pecah,” kisahnya.

Setakat ini, bermain gasing hanya dengan tali plastik atau tali rapiah. Kalau dulu, kembali Ruskan menambahkan, orang-orang memainkannya menggunakan tali yang terbuat dari daun nanas.

“Daun nenas itu disisik hingga tersisa ruas-ruas seperti benang, lalu digabungkan dan diikat seperti menjadi tali. Bisa juga dengan batang kayu baruk yang banyak tumbuh di pinggir sungai. Tali gasing dari dua jenis bahan ini sangat bagus dan awet,” paparnya. (*)