eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kerjasama antara Pemerintah Kota Pontianak bersama China Electric terkait pengolahan limbah sampah saat ini sedang memasuki tahap pengkajian Detail Engineering Design (DED).
“Perhitungannya dilakukan mereka. Nanti kalau sudah ada DED-nya baru dibahas lagi lebih detail tentang teknis, baik itu teknis bangunan maupun teknis kerjasamanya,” kata Wakil Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono baru-baru ini.
Kajian tersebut kata Edi, nantinya juga memuat tentang rincian biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Karena hal tersebut terkait erat dengan biaya yang akan dianggarkan oleh Pemkot Pontianak.
“Ada cost-cost seperti kalau kita bawa sampah ke sana kita bayar sekian dolar. Seolah-olah, baju kita cucikan di sana, nanti produknya dijual (balik) ke PLN. Nilainya juga akan dibicarakan, apakah itu tidak memberatkan Pemkot. Kalau tidak, ya kenapa tidak,” ungkapnya.
Edi mengungkapkan, kerja sama ini merupakan strategi pembangunan yang dilakukan Pemkot dalam mengatasi persoalan sampah yang begitu besar di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Kalau berjalan lancar, disepakati negosiasinya, nilai-nilainya, tahun 2017 bisa dibangun. Mereka minta BOT, Build Operate Transfer, dan setelah selama 30 tahun ini bisa diserahkan ke Pemkot. Kalau untuk perbaikan infrastruktur sudah 100 persen,” paparnya.
Terkait pengolahan sampah ini, lanjut Edi, jika untuk membuat sebuah TPA yang representatif dibutuhkan biaya yang sangat mahal. Tambah lagi keberadaan TPA sampah yang ada saat ini berada di tanah gambut, sehingga membuat sistim Sanitary Landfill tidak berfungsi maksimal.
Adapun kapasitas TPA yang ada saat ini menampung hingga 500 ton sampah. Sedikit lebih banyak dari total sampah yang dihasilkan se-Kota Pontianak per harinya, yang mencapai 350 ton. Namun, karena tak memenuhi standar, sampah-sampah yang ada sulit diolah.
Selain kerja sama, opsi lain juga dilakukan Pemkot. Seperti upaya melakukan pembangunan pengolahan sampah organik menjadi kompos dan gas metan di Jalan Purnama 2.
“Dan itu sudah menghasilkan gas metan yang dimanfatkan untuk penerangan di tempat pengolahan itu sendiri, cuma satu hari baru bisa satu kontainer yang bisa diolah. Sementara sampah kita 350 ton perhari, sebagian besar lari ke TPA, hampir 70 persennya sampah organik, yang sebagian besarnya dari pasar-pasar,” ungkap Edi.
Reporter: Fikri Akbar
Redaktur: Arman Hairiadi