Presiden Tetapkan Unas Berlanjut

Ilustrasi : Internet

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Para siswa tingkat akhir dipastikan bakal menghadapi ujian nasional (unas) tahun depan. Dalam Rapat Terbatas di Kantor Presiden kemarin (19/12), Presiden Joko Widodo memutuskan untuk tetap mengadakan unas. Meskipun demikian, proposal moratorium yang diajukan Mendikbud Muhadjir Effendy tidak seluruhnya ditolak.

Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) rupanya menjadi acuan Presiden dalam memutuskan pelaksanaan unas tahun ini. Presiden menjelaskan, hasil laporan survei PISA menunjukkan peringkat Indonesia meningkat. Sebelumnya, pada 2012 Indonesia berada di peringkat 71 dari 72 negara yang disurvei. Sementara, pada 2015, peringkat Indonesia naik menjadi 64.

“Baik sains, membaca, matematika, kelihatan sekali melompat tinggi,” ujarnya. Kenaikan tujuh peringkat dalam tiga tahun itu menurut Presiden merupakan peningkatan yang cukup tajam. Bila hal itu berlanjut, maka pada 2030 diperkirakan pendiikan Indonesia akan mampu setara dengan negara-negara anggota Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).

Karena itulah, kenaikan peringkat itu juga dijadikan pertimbangan. Sebab, di saat peringkat pendidikan di sejumlah negara mengalami penurunan, Indonesia justru naik. “Ini juga perlu dipertimbangkan oleh Mendikbud, sebagai salah satu pegangan,” tambah ayah tiga anak itu.

Pada akhirnya, ratas tersebut menghasilkan keputusan Unas tetap diadakan. Sementara, ujian sekolah berstandard nasional (USBN) yang ada dalam proposal Kemendikbud diakomodir. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan, Unas tetap digelar dengan sejumlah perbaikan. Di antaranya, perbaikan kualitas guru.

Unas digelar seperti tahun lalu, menggunakan tiga mata pelajaran utama, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, ditambah mapel sesuai jurusan. Kemudian, USBN diadakan dengan menggunakan kisi-kisi nasional di luar mapel yang diujikan dalam unas. “Sehingga nantinya ada penyempurnaan terhadap hal itu (USBN),” ujarnya.

Pramono menuturkan, melalui unas diharapkan ada pemerataan kualitas antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. “Kalau kemudian ini tidak dijalankan, bisa menimbulkan kesenjangan baru antara sekolah yang bagus dan tidak bagus,” lanjut politikus PDIP itu. Terutama antara sekolah di Jawa dan luar Jawa.

Apakah itu berarti Unas juga akan tetap menjadi penentu kelulusan, Pramono tidak memberikan jawaban pasti. “Yang sekarang ini berlaku, tetap diberlakukan,” tambahnya. Unas tetap berlaku, kemudian ditambahkan USBN yang dikelola daerah dengan kisi-kisi nasional.

Sementara itu, Mendikbud Muhadjir Effendy menolak berkomentar atas keputusan yang diambil dalam ratas tersebut. Dengan tetap berlakunya Unas, maka pihaknya tinggal melanjutkan karena programnya sudah ada.

Disinggung mengenai perbaikan kualitas guru, pihaknya menyebuktkan sejumlah langkah. Di antaranya, dengan mengadakan workshop. “Termasuk melibatkan guru untuk membikin soal dengan muatan standard nasional,” ujarnya. Para guru itu akan berada di bawah kendali Badan Standard Nasional Pendiikan  (BSNP) dan diawasi oleh Lembaga Penjamin Mutu Pendiikan (LPMP).

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menyinggung soal pentingnya unas untuk menjaga mutu pendiikan. Unas dengan standar tertentu akan menjadi penjaga mutu dari jenjang ke jenjang. Mulai dari SD hingga ke jenjang perguruan tinggi.

“Kalau dulu butuh productivity yang kurang itu karena inputnya SMA kurang. SMA menuduh SMP, SMP menuduh SD, lama-lama SD menuduh TK. Karena itu kita perbaiki antara lain Unas supaya ada standartnya negeri ini,” ujar JK saat pembukaan visiting world class professor diaspora di Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi kemarin (19/12).

Dengan standar yang lebih baku itu semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendiikan akan lebih fokus dalam menghasilkan tamatan yang lebih baik. Tidak ada yang seenaknya dalam mengurusi pendiikan. karena masing-masing jenjang punya standar. “Apa standarnya tamatan SMA, apa satandanya tamat SMP,” imbuh JK.

Dia menyatakan dengan lulusan pendiikan menengah yang kuat akan lebih mudah untuk perbaikan jenjang perguruan tinggi. Mahasiswa tidak akan bingung lagi dengan paradigma pendiikan liberal dan pendiikan yang mendahulukan skill. ”Untuk mencapai liberal dan skill tanpa dasar pendiikan menengah yang kuat juga kita tidak bsa mencapai itu,” terang dia. (Jawa Pos/JPG)