eQuator.co.id – Singkawang-RK. Situasi yang disebut-sebut kondusif oleh aparat keamanan, tiba-tiba diperingatkan perlu kewaspadaan ekstra oleh Ali Fauzi. Terlebih adanya gesekan dalam Pilkada dan dampak terror di Samarinda.
“Tidak patut memang sebuah wilayah dikatakan selalu aman. Siapa yang menduga di Samarinda yang digadang-gadang tempat yang paling aman akhirnya diluluh lantakan dengan aksi terror. Jadi di Kalbar pun tidak bisa perspektifnya selalu aman,” ujar bekas teroris Ali Fauzi kepada wartawan, di sela acara Dialog Kebudayaan Sebagai Kearifan Lokal (Local Wisdom), di Hotel Dangau Singkawang, Kamis (24/11).
Adik kandung Amrozi, pelaku Bom Bali I, itu diundang dalam dialog guna meredam radikalisme dan terorisme yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Warga Kalbar termasuk Singkawang, harus waspada terhadap aksi teroris, yang bisa saja masuk dan melakukan aksinya di saat masyarakat dan aparat lengah,” ujar Ali Fauzi, mantan teroris yang insyaf itu.
Karena itulah ia meminta agar semua elemen masyarakat dapat dilibatkan untuk mencegah terorisme. “Polisi punya kewajiban yang jauh lebih berat, dan harus selalu berkoordinasi dengan masyarakat terkait ekstrimisme,” katanya.
Menurut Ali Fauzi yang pernah punya jaringan teroris di Indonesia, beberapa tahun lalu Kalbar sudah di-mapping oleh alumni Afganistan (kelompok teroris yang pernah beraksi di Afganistan).
“Apalagi Kalbar cukup majemuk, ada Cina, Dayak Melayu dan berbagai etnis lainnya. Sehingga mereka senang apabila ada konflik, agar dapat ditunggangi. Kondisi ini cukup berisiko,” ujar Ali Fauzi.
Kondisi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan negara lain, menurutnya sangat rentan dengan penyelundupan senjata dan bahan aksi teroris atau bahan baku bom.
“Ini bentuk pembelajaran kita semua, agar semua pihak mewaspadai termasuk intelijen. Harus ada upaya kuat apabila tidak ingin kecolongan,” ujarnya.
Ali Fauzi mengungkapkan, intelijen saat ini masih lemah dan belum sampai pada infiltrasi atau menyusup masuk ke dalam kelompok teroris. “Tentu ini pekerjaan yang sangat berat. Kalau belum sampai pada infiltrasi, maka mereka bisa melakukan aksi kembali,” katanya.
Aksi teroris yang terjadi di Indonesia, ungkap Ali Fauzi, melibatkan jaringan terorisme internasional dan berkiblat pada dua kelompok besar yakni kelompok Al Qaedah dan ISIS. Para pelaku teror ini dari kacamatanya tidak bisa diremehkan, lantaran kemampuan para pelaku merakit bom dengan skala daya ledak tinggi.
“Mereka dilatih di Afganistan dan Mindanao, namun akhir-akhir dimana pelakunya juga ikut tewas lantaran belum terlalu pandai merakit bom,” ujar Ali Fauzi mengaku bersyukur lantaran telah bertobat dan saat ini sering diundang sebagai narasumber terkait terorisme dan radikalisasi.
Mengenai pasokan senjata, Ali Fauzi menunjuk kebanyakan juga berasal dari Filiphina Selatan. Kelompok radikal di kawasan ini juga punya jaringan cukup luas.
“Di sana senjata itu sangat mudah didapat, dan ketika masuk ke Indonesia senjata itu dipisah-pisah bagiannya sehingga sering kita lihat seperti barang rongsokan. Padahal kalau digabungkan itu sudah menjadi senjata,” ungkapnya.
Apakah ada oknum aparat yang terlibat dalam pasokan senjata, jelas dibantah Ali Fauzi. “Mana mungkin oknum aparat yang memasok senjata ke mereka, karena mereka sangat benci dengan aparat baik polisi atau TNI,” tepisnya.
Dia mencontohkan kasus Poso dan Ambon, banyak pasokan senjata atau keterlibatan teroris dari luar seperti dari Malaysia, Singapura, Filiphina. “Sehingga aksi di Poso dan Ambon, ada terlibat pihak luar juga,” katanya.
Dalam kegiatan diskusi itu, terjadi berbagai pernyataan dari peserta baik kalangan tokoh masyarakat, tokoh agama dan akademisi mengenai terorisme diantaranya disingung teror bom molotov yang terjadi di Vihara Budi Dharma (Kwan ‘I’m Kiung) di Jl GM Situt, Pasiran, Kecamatan Singkawang Barat.
Kontan saja ditepis Ali Fauzi, bahwa aksi pelemparan bom molotov di vihara itu bukanlah jaringan terorisme.
“Kalau jaringan terorisme itu tidak menggunakan bom molotov, tapi bom yang memiliki daya ledak tinggi. Kalau yang di Samarinda itu menggunakan bom molotov tapi dikombinasikan dengan bahan eksplosif dengan daya ledak tinggi,” ujarnya.
Laporan: Suhendra
Editor: Mohamad iQbaL