Singkawang, Ambisi Kota Wisata dan Pendidikan

Peran Pendidikan Meningkatkan Taraf Budaya dan Wisata

Para peserta acara Titik Temu, Semua Masalah Ada Solusinya, berfoto bersama seusai acara yang dihelat di Balairung Kantor Walikota Singkawang pada 3 November 2016

eQuator.co.id – Tak hanya mengandalkan wisata alam dan budaya, Singkawang perlu menyiapkan pendidikan dan tenaga terdidik yang memahami seluk-beluk wisata. Bahkan menjadikan pendidikan sebagai salah satu nilai daya tarik pariwisata.

“Ketimbang hanya menjual keindahan alam, kenapa tidak jika wisata pendidikan jadi salah satu yang ditawarkan Singkawang?” ungkap Asmadi, Kabid Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan, Budaya, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disdikbudparpora) Kota Singkawang saat menjadi pembicara dalam Titik Temu, 3 November 2016 di Balairung Kantor Walikota Singkawang.

titik-temu-1Acara Titik Temu yang diselenggarakan oleh Harian Rakyat Kalbar-PonTV, DPD Hipmi Kalbar bekerjasama dengan Pemkot Singkawang, itu didukung oleh Bank Syariah Mandiri, Holcim dan Cahaya Group, itu dihadiri berbagai perwakilan pemangku peran dunia pendidikan Kota Singkawang, kalangan birokrat serta pengusaha hingga mahasiswa.

Untuk melatari idenya, Asmadi mencontohkan kota Jogya yang wisatanya  ditopang oleh sektor pendidikan. Yogyakarta itu ikon kota pelajar di Indonesia yang memberikan sumbangan terbesar bagi daerah istimewa, baik income maupun pendidikan, sekaligus wisata budaya, sejarah dan kuliner.

Karena itu Singkawang pun harus mampu menghadirkan pendidikan yang berkualitas. Asmadi berharap suatu saat Singkawang akan memiliki sekolah dan kampus model, dimana pelajar dari kabupaten bahkan provinsi lain berlomba-lomba mendaftar.

“Jika wisata pendidikan ini baik, ekonomi masyarakat akan tumbuh, hotel, homestay hingga kost-kost bermunculan, penjual makanan juga berkembang menumbuhkan ekonomi,” ujarnya.

Untuk mencapainya, salah satu langkah yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat adalah membangun Akademi Komunitas di Singkawang.

“Ini jadi satu-satunya kampus negeri di Kota Singkawang sampai saat ini. Nantinya program studinya bisa buka tutup, artinya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat kota wisata dan pendidikan,” terang Asmadi.

Hendryan, Kepala Dinas PerindagkopUMKM Kota Singkawang juga sepaham dengan pentingnya pengembangan sumber daya manusia untuk menunjang pengembangan wisata dan ekonomi.

“Sangat mustahil Kota Singkawang mengandalkan sumber daya alam. Tapi  punya potensi di sektor jasa baik itu jasa perdagangan, industri wisata maupun jasa-jasa lainnya. Dan ini butuh SDM yang baik,” ujar Hendryan.

Ia mengedepankan sisi paling menonjol dari Singkawang, selain dari sektor budaya adalah kekayaan kuliner. “Di Singkawang, kita mau cari makan jam berapapun ada, ini istimewanya kota yang hidup sepanjang hari,” ujarnya.

Karenanya, Hendryan sudah merancang pengembangan beberapa sentra wisata kuliner. Program ini sudah dimulai dari 2014, dan hingga kini sudah ada dua sentra kuliner yang mulai berjalan.

“Harapan kita, nantinya tidak ada lagi pedagang-pedagang kaki lima yang berjualan di tempat-tempat yang terlarang,” ujarnya.

Sebagai kota wisata, kebutuhan infrastruktur sangatlah penting, termasuk bandar udara. Karena sarana transportasi menurut Hendryan, tidak bisa terelakkan. Menurutnya Singkawang akan sulit berkembang tanpa akses transportasi udara.

“Karena mereka yang datang ini orang yang punya uang, yang waktunya sangat sedikit, karena itu mau tidak mau Singkawang harus punya bandara,” ujarnya.

Sektor pendidikan menjadi perhatian Apriyanto, Kabag Kesra Setda Kota Singkawang. Menurutnya, pengembangan pendidikan merupakan salah satu fokus yang jadi perhatian utama Pemerintah Kota Singkawang.

“Sepuluh tahun lalu hanya ada tiga SMA Negeri di Singkawang. Sekarang ini sudah ada 12 SMA Negeri, dibangun di kelurahan-kelurahan yang padat penduduknya,” ungkapnya.

Untuk yang tidak terakomodir pendidikan formal, pemerintah juga menyediakan program pendidikan luar sekolah serta program Kejar Paket A. “Ini untuk mereka yang dari usia pendidikan sudah di atas rata-rata, sehingga untuk mengikuti pelaksanaan pendidikan formal sudah tidak memungkinkan,” jelas Apriyanto.

Singkawang juga kini memiliki sekolah kejuruan, termasuk pendidikan bidang pariwisata. “Kita kini ada SMK yang menunjang bidang pariwisata, ada juga SMK yang mendukung bidang pertanian,” tambahnya.

Upaya-upaya pelestarian budaya juga tidak diabaikan oleh Pemkot Singkawang. Untuk budaya yang bersifat benda, Pemkot telah mengusulkan cagar-cagar budaya baik bangunan maupun artefak manusia untuk ditetapkan sebagai benda budaya.

Contoh paling menarik perhatian dunia adalah Tungku Naga, pembakaran kerajinan keramik yang usianya sudah ratusan tahun. Bahkan, di negeri asalnya di Tiongkok, tungku naga penghasil keramik berbagai dinasti China Kuno, sudah punah akibat Revolusi Kebudayaan yang menghancurkan situs-situs kuno. Namun, tungku naga masih ada di Kota Singkawang.

Untuk budaya tak benda, kekayaan dan keberagaman etnik membuat Kota Singkawang memiliki keunikan dan kekhususan. Kekayaan dan akulturasi budaya yang melimpah membuat kota ini laik dikunjungi.

“Singkawang ini dihuni oleh 15 etnis dan masing-masing mempunyai kekayaan budaya tak benda. Misalnya etnis Tionghoa dengan Capgome, etnis Melayu dengan budaya asli, etnis Dayak dengan keseniannya. Kemarin kita baru mengadakan Festival Budaya Melayu tingkat Provinsi, etnis Madura mengangkat Karapan Sapi untuk menjadi kegiatan budaya,” ujarnya.

Pemerintah sudah menunjukkan keseriusan mendukung pengembangan budaya tersebut. “Dari 2015 kemarin, dana hibah yang diberikan Pemkot kepada penyelenggaraan festival-festival budaya itu nilainya mencapai Rp5 miliar,” ujar Apriyanto.

Ini menunjukkan bagaimana keseriusan Pemkot Singkawang mengembangkan budaya maupun pariwisata sebagai salah satu nilai jual kota tersebut. Dan perlu didukung oleh sektor pendidikan dan lainnya.

 

Laporan: Iman Santosa

Redaktur: Yuni Kurniyanto