eQuator.co.id – Jakarta-RK. Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo bersama dengan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengikuti doa bersama atau istighosah di kawasan silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat (Jakpus), pagi kemarin (18/11).
Doa bersama yang diikuti oleh lebih dari 30 ribu orang yang terdiri dari unsur TNI, Polri, dan anak yatim tersebut dipanjatkan untuk keselamatan bangsa, terlebih menjelang Pilkada Serentak yang sedianya digelar pada Februari 2017 mendatang.
Doa bersama diinisiasi oleh Panglima TNI dan dipimpin sejumlah ulama serta habib. Diantaranya Ustad Arifin Ilham, Habib Muchsin Alatas, KH Ali Abdurrahman Assegaf, dan Habib Mahdi Al Attas. Turut mendoakan juga dalam doa bersama yakni Habib Zein bin Smith, Habib Nabil Al Musawa, Habib M. Lutfi Ali bin Yahya, dan Habib Ali Al Muchdar.
Gatot mengatakan bahwa doa bersama tersebut digelar selain untuk mengharapkan keselamatan bangsa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kegiatan tersebut juga untuk mengingatkan masyarakat terhadap perjuangan para pahlawan, terutama para ulama yang ikut memerdekakan Indonesia dari penjajahan.
“Di antara mereka ada yang gugur selama perjalanan bangsa ini memperjuangkan kemerdekaan. Jadi jangan mengecewakan mereka,” kata Gatot usai melaksanakan doa bersama.
Jenderal TNI bintang empat itu menjelaskan salah satu cara untuk menghargai pengorbanan para pahlawan yakni dengan mendoakan mereka, baik yang telah gugur maupun yang masih hidup saat ini. “Ini doa untuk para pahlawan dan bersyukur kepada tuhan bahwa dari merdeka sampai sekarang kita bisa duduk-duduk di sini karena pengorbanan pahlawan. Tidak ada doa lain selain itu,” ujarnya.
Disinggung mengenai demonstrasi berskala besar yang rencananya kembali digelar di ibu kota, dia yakin anggotanya siap mengantisipasi semua kemungkinan yang terburuk. “Menyampaikan pendapat tudak masalah, semua akan damai. TNI dan Polri tidak akan ragu-ragu mengatasi semuanya agar bangsa ini jalan terus,” tuturnya.
Sementara itu, Tito Karnavian saat mendampingi Gatot mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2017 merupakan momentum warga negara untuk memilih pemimpin daerah yang dikehendakinya. Namun, jika tidak diantisipasi dengan baik hal tersebut juga berpotensi menimbulkan konflik.
“Ini pesta demokrasi namum dari segi keamanan pesta ini membuat polarisasi yang membuat masyarakat terpisah dalam dukungan calon-calon yang disukai mereka. Polarisasi ini dari sisi keamanan ini mengandung kerawanan,” terang Tito.
Tito mengatakan bahwa kerawanan tersebut adalah ketika ada pihak-pihak yang sengaja atau tidak sengaja keluar dari aturan hukum. Untuk itu dia menuturkan semua unsur dari kepolisian dan TNI bekerjasama untuk menjaga stabilitas keamanan negara menjelang Pilkada Serentak.
“Namun upaya dari manusia tidak akan berhasiljika tidak mendapat ridho Allah swt. Oleh kareba itu dalam kesempatan ini dilaksanakan istighosah. NKRI yang sudah dipertahankam selama 71 tahun harus tetap tegak,” ujarnya.
Doa Keselamatan Bangsa juga digelar di beberapa tempat ibadah yang juga dihadiri personel TNI dan masyarakat. Yaitu umat Katholik di Gereja Katedral 1.425 jemaat dipimpin oleh Romo Cristoporus Cristiono, umat Kristen di Gereja Immanuel Pejambonan 37 jemaat dipimpin oleh Pendeta Chiko Saren, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kwitang 371 jemaat dipimpin oleh Pendeta Mayor Caj (K) Tiara Indah Disbintalad, Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Cililitan 519 jemaat dipimpin pendeta LTB. Pasaribu S.Th., dan umat Hindu di Pura Mustika Dharma Cijantung 259 orang dipimpin oleh Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dan Pendanda I Made Putra Yadnya. Selain di Jakarta, dilaksanakan juga di beberapa daerah seperti Makassar, Aceh, Medan, Palembang dan Malang.
Sementara itu, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) memastikan akan menggelar aksi lanjutan pada 2 Desember. Meskipun Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ingin Ahok ditahan.
Pada saat konferensi pers di AQL Center Tebet, Jakarta Selatan, kemarin (18/11), GNPF MUI menyebutkan enam alasan yang pantas untuk penahanan Ahok. Mulai dari ancaman hukuman lima tahun, potensi melarikan diri, hingga kemungkinan menghilangkan barang bukti. Selain itu, Ahok juga dianggap berpotensi mengulangi lagi penistaan agama.
”Misalnya menganggap peserta aksi 411 dibayar Rp 500 ribu. Dia ngomong tanpa data,” ujar juru bicara GNPF MUI Munarman.
Dia menyebut selama ini para tersangka dugaan penistaan agama juga ditahan. Munarman mencontohkan mulai dari Arswendo Atmowiloto, Ahmad Musadeq, Lia Aminuddin juga ditahan dalam kasus.
”Tersangka penistaan agama pasti selalu ditahan. Kalau Ahok tidak ditahan ini akan menjadi preseden buruk bagi hukum kita,” tegas dia.
Ditanya lebih lanjut bila Ahok ditahan sebelum 2 Desember, Munarman menuturkan bahwa sejak awal tuntutan mereka agar kasus Ahok itu dituntaskan dengan benar. Nah, mereka menganggap Ahok yang tidak ditahan itu bagian dari penindakan hukum yang belum tuntas.
“Harus didorong agar penegakan hukum dilakukan secara berkeadilan. Bahwa seluruh tersangka penistaan agama itu otomatis ditahan,” tambah dia.
Munarman menuturkan masih belum memikirkan seandainya Ahok ditahan sebelum pelaksanaan aksi pada 2 Desember. ”Ya kita lihat ditahan atau tidak. Kan belum kejadian,” kata dia.
Aksi pada 2 Desember itu akan dilakukan di sekitar bundaran Hotel Indonesia. mulai dari doa bersama hingga salat Jumat. Lantas mereka akan mendatangi gedung MPR/DPR untuk menyampaikan aspirasi. Bukan menyasar Istana Negara seperti pada aksi 4 November lalu. Sudah ada 67 organisasi massa (ormas) Islam yang akan bergabung. Diperkirakan jumlah peserta aksi bakal lebih banyak dari aksi sebelumnya.
Terpisah, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengaku telah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kasus Ahok dari kepolisian pagi kemarin (18/11). Kejaksaan juga sudah membentuk tim jaksa peneliti atas kasus tersebut.
”Ketuanya Direktur Oharda Pak Ali Mukartono. Saya sudah tunjuk itu,” ujar Prasetyo setelah Jumatan di kantor Kejaksaan Agung kemarin.
Dia berasumsi kasus Ahok itu tidak akan terlalu diteliti oleh kejaksaan. Lantaran, proses penyelidikan di kepolisian juga sudah sedemikian rupa panjangnya. Bahkan, banyak ahli sudah dimintai keterangan. Mulai dari ahli agama, bahasa, psikologi, hukum pidana, hingga krimonolog.
”Diharapkan disinipun nanti tidak berlama-lama lah. Asumsinya tadi penyidikan sudah sempurna,” tambah dia.
Menko Polhukam Jenderal TNI (Pur) Wiranto menambahkan bahwa demonstrasi susulan setelah 4 November tidak lagi punya cukup alasan. Pasalnya, tuntutan pendemo pada sebelumnya sudah dilakukan oleh aparat penegak hukum.
“Hasil dari proses hukumnya kebetulan sinkrin dengan kehendak masyarakat. Pemerintah juga tidak mengintervensi. Jadi tunggu saja proses hukumnya,” tuturnya.
Dia menyarankan agar rencana aksi 2 Desember mendatang tidak dilakukan. Penyidik sudah menetapkan Ahok sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara. Secara bersamaan, ditetapkannya Ahok sebagai tersangka berarti tuntutan para demonstran telah terpenuhi.
’’Maka sebenarnya tidak ada alasan lagi untuk melanjutkan demonstrasi. Kalau kemudian ada ide demonstrasi, yang didemo apanya lagi,’’ ucapnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin (18/11). Lebih baik menunggu proses hukum hingga selesai.
Dia mengingatkan, demonstrasi merupakan hak setiap warga dan bebas untuk dilakukan. Namun, kebebasan menyuarakan pendapat itu tidak boleh sampai mengganggu hak orang lain. apalagi, bila aksi tersebut mengganggu aktivitas mayarakat, ketertiban umum, atau bahkan yang paling ekstrim, mengganggu eksistensi negara.
Tugas pemerintah, tutur Wiranto, adalah menjaga agar aksi demonstrasi itu ketika terjadi tidak sampai mengganggu kegiatan masyarakat. ’’Harus kita pisahkan betul antara demonstrasi yang betul-betul demonstrasi, menuntut keadilan, dengan yang punya arah yang lain,’’ tegasnya.
Sedangkan, untuk meredam potensi terjadinya aksi, kuncinya ada pada masyarakat sendiri. Harus ada kesadaran bahwa setiap warga punya kewajiban yang sama untuk mempertahankan eksistensi negara. (Jawa Pos/JPG)