eQuator.co.id – Jakarta-RK. Proyek listrik 35 ribu Mw meleset dari target. Hingga 2019, hanya 19,7 ribu Mw yang bisa diselesaikan. Padahal, targetnya adalah 35 ribu Mw. Sebelumnya, penyelesaian proyek fast track program (FTP) I dan II meleset dari target.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Dwi Hary Soeryadi menyatakan, target proyek direvisi karena pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya enam persen. Karena itu, kapasitas pembangkitan listrik sudah cukup untuk menerangi Indonesia. “Catatannya, hanya pasokan Jawa-Bali yang aman. Sumatera dan Kalimantan belum,” terangnya.
Berdasarkan laporan Dirjen Ketenagalistrikan, Jarman dan Ketua Percepatan Pembangunan Listrik 35 Ribu Mw, Nur Pamudji, angka 19,7 ribu Mw diperoleh dari proyek financial close. Selain itu juga menghitung waktu pembangunan pembangkit selama 36 bulan atau tiga tahun. “Kalau financial close akhir 2016, pembangunan dikerjakan mulai 2017 dan selesai 2019,” katanya.
Progres pembangkit bisa lebih cepat bila penyediaan lahan bisa disegerakan. Meski demikian, Dwi mengaku pesimistis karena ada sekitar 30 lokasi pembangkit yang belum ditetapkan. “Sudah bisa dipastikan, 99 persen dari 35 ribu Mw nggak mungkin terealisasi,” jelas Dwi.
Direktur Pengadaan PLN, Supangkat Iwan Santoso membenarkan, adanya revisi target pembangkitan 35 ribu Mw. Iwan menilai, target yang baru paling realistis saat ini. Apalagi, perjanjian pembelian listrik (power purchase agreement) yang diteken PLN sampai akhir 2016 berkisar 23 ribu Mw. “Kalau semua masuk (35 ribu Mw, red), justru terjadi oversupply,’’ terangnya.
Bila pasokan listrik berlebih, PLN tetap harus mengeluarkan uang untuk membeli listrik dari produsen listrik swasta (independent power producer/IPP). Ujung-ujungnya, tarif dasar listrik justru terancam naik. Karena itu, perlu keseimbangan pasokan dan permintaan berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi. “Bisa dikejar lebih, tetapi tidak terlalu diperlukan. Kecuali pertumbuhan ekonomi bisa meningkat drastis,” jelasnya. (jpnn)