eQuator.co.id – Kementerian ESDM memiliki sejumlah solusi untuk menggenjot peningkatan kapasitas listrik dari panas bumi (geotermal). Solusi itu diharapkan menyelesaikan empat masalah utama kelambanan pengembangan energi baru terbarukan.
Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menjelaskan, harga listrik panas bumi dinilai tidak ekonomis. Karena itu, Kementerian ESDM mencoba mengatasi dengan penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2014. Harga listrik geotermal diubah menjadi per region.
Efeknya, tender-tender wilayah kerja panas bumi kini tak lagi hanya diikuti Pertamina Geothermal Energy (PGE), melainkan juga perusahaan-perusahaan internasional. Masalah kedua adalah pengadaan lahan. Kementerian ESDM kini berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk mendapatkan izin operasi berdasar jenis hutan.
Selain itu, ESDM memastikan PLN bertindak sebagai off taker atau pembeli siaga. Selama ini PLN menetapkan tarif berdasar biaya pokok penyediaan. Akibatnya, harga listrik dari batu bara dianggap lebih murah daripada panas bumi. Untuk mengatasi, harga listrik geotermal akan ditentukan dengan harga tetap (fix price).
Setelah memenangkan tender, investor melakukan pengeboran untuk memastikan cadangan. ’’Misalnya, ketemu 30 mw, dari mekanisme fix price, tinggal dilihat tabel harganya. Lalu, pemerintah minta PLN membeli,’’ tuturnya.
Karena PLN membeli listrik tanpa menawar, pemerintah bersiap memangkas pajak penghasilan (PPh) maupun menanggung pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN). Untuk mengurangi risiko investasi, Kementerian Keuangan menyiapkan geothermal fund senilai Rp 3 triliun. Sementara itu, harga minyak Indonesia (Indonesia crude price/ICP) terus meningkat sejak Agustus. Pada Oktober lalu, rata-rata ICP mencapai USD 46,64 per barel atau meningkat jika dibandingkan dengan rata-rata September USD 42,17 per barel. Demikian pula dengan rata-rata Agustus sebesar USD 41,11 per barel.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Wiratmaja Puja menyatakan, harga rata-rata minyak Sumatera Light Crude (SLC) naik USD 4,47 per barel dari USD 43,08 per barel menjadi USD 47,55 per barel.
Penguatan ICP di pasar internasional disebabkan beberapa faktor. Misalnya, publikasi IEA (International Energy Agency) Oktober 2016 yang menyebut permintaan minyak mentah global naik 0,2 juta barel per hari (bph) menjadi 96,3 juta bph. Permintaan dipicu pengurangan stok minyak Amerika Serikat sebesar 0,9 juta bph.
ICP menguat karena Arab Saudi dan Rusia berencana menurunkan tingkat produksi minyak mentah 4 persen. Tiongkok juga mencatatkan peningkatan impor minyak. ’’Ada ekspektasi bahwa OPEC akan sepakat menurunkan tingkat produksi pada pertemuan pada November,’’ jelasnya. (dim/c16/noe)