Madu Musim Kemarau Lebih Berkualitas

Mengandung 25 Persen Air

PAMER MADU. Petani Madu dari Asosiasi Periau Muara Belitung, Mahyuni menunjukan kualitas madu terbaik yang di panen saat musim kemarau belum lama ini. ANDREAS-RK

eQuator.co.id – Putussibau – RK. Madu yang di panen dari tikung (sarang lebah) saat musim kemarau memiliki kualitas jauh lebih baik ketimbang penghujan. Karena saat musim kemarau madu hanya mengandung 25 persen kadar air.

“Kalau musim penghujan kadar airnya di atas 27 persen,” tutur Mahyuni, salah seorang petani madu Kapuas Hulu saat ditemui di Putussibau belum lama ini.
Kendati begitu, Mahyuni menjelaskan, kadar air pada madu tidak semata dipengaruhi oleh musim hujan. Pasalnya, faktor jenis bunga yang dihisap lebah, juga turut mempengaruhi. Selain mempengaruhi kadar air, sari bunga juga membuat madu memiliki rasa yang bervariasi. “Ada yang manis dan ada yang pahit. Rasa pahit di dalam madu karena lebah menghisap kandungan sari yang lebih kental pada akhir musim bunga,” jelasnya.

Mahyuni menyebutkan, menurut kepercayaan masyarakat terdahulu, madu berasa pahit berguna untuk menghambat pertumbuhan sel kanker dan menambah daya tahan tubuh.

Dalam mengelola madu dia tidak sendirian, namun bekerja dengan sekitar 200 rekan sejawatnya yang bergabung pada Asosiasi Periau Muara Belitung (APMB). Asosiasi periau ini mengelola madu di kawasan Danau Sekulat Kecamatan Selimbau.

“APMB terdiri dari 4 periau yang totalnya ada 200-an petani. APMB baru terbentuk 2014 lalu, target utamanya menghadirkan madu berkualitas agar mendapatkan sertifikasi produk madu,” jelas Mahyuni.

Mahyuni menjelaskan, setiap petani yang tergabung dalam APMB, memilki puluhan hingga seratus tikung. Dari tikung-tikung tersebut petani bisa menghasilkan 100 kg madu setiap kali panen. Namun jika sudah diolah dengan mesin evaporator, madunya menyusut sekitar 20 Kg. Jika di kalkulasikan, APMB dapat menghasilan sekitar 2 ton madu setiap kali panen.

Dalam penjualan madu, lanjut Mahyuni, para petani madu menjual kepada sub sentra  seharga Rp80 ribu per kilogramnya. Pembayaran madu tersebut dilakukan dua tahap, 50 persen diawal dan sisanya setelah madu terjual.

“Sub sentra kembali menjualnya kepada pembeli, bisa dalam bentuk curah atau sudah diolah dengan mesin evaporator,” papar dia.

Mahyuni juga berharap Pemda Kapuas Hulu bisa membantu modal di sub sentra, agar petani bisa begitu jual dapat bayaran utuh.

“Selain itu kami harapkan ada pendanaan dari Pemda Kapuas Hulu untuk membeli alat panen,” harapnya.

Laporan: Andreas

Editor: Arman Hairiadi