LSM Ribut, Warga Oke-oke Saja, Pakai Air Danau Sinau pun Dilaporkan ke KPK

DIIZINKAN. Danau Sinau di Desa Sungai Uluk, Putussibau Selatan, yang dikelola penangkar Arwana Agus Setiawan untuk pengairan kolamnya atas izin masyarakat desa dan adat setempat. Foto diambil belum lama ini. WARGA SUNGAI ULUK FOR RAKYAT KALBAR

eQuator.co.id – Putussibau – RK. Penyedotan air Danau Sinau, Kapuas Hulu, untuk kepentingan pengairan di kolam penangkaran Arwana milik salah seorang warga setempat bikin gaduh sejumlah institusi. Perkara dugaan alihfungsi lahan dan reklamasi inipun menggelinding terlalu jauh sampai ke Jakarta.

Kasat Reskrim Polres Kapuas Hulu, AKP Muhammad Aminuddin SIK mengungkapkan, belum lama ini delapan orang Timsus (tim khusus) dari Mabes Polri dan KPK melakukan pengecekan sejumlah kasus ke Kapuas Hulu. Termasuklah perkara di Danau Sinau itu, proyek Jembatan Mupa, dan lainnya.

“Kita tahu setelah melihat daftar hadir di Hotel Sanjaya (Putussibau,red) bahwa mereka turun ke sini, laporan kita juga tidak menerima,” ungkap Aminuddin, dalam pertemuan yang difasilitasi Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kapuas Hulu dengan sejumlah pihak terkait, di ruang rapat kantor bupati setempat, Kamis (20/10).

Letak Danau Sinau sendiri tepatnya di Desa Sungai Uluk, Kecamatan Putussibau Selatan. Aminuddin melanjutkan, secara khusus, pihaknya belum menangani perkara di Danau Sinau.

“Cuma ada laporan pencemaran nama baik dari Agus Setiawan (pemilik penangkaran Arwana yang menggunakan air danau untuk usahanya,red) yang melaporkan Edi Suhita alias Akok,” bebernya.

Akok sendiri adalah pihak yang mempermasalahkan pengambilan air di Danau Sinau itu. Pasalnya, Akok memiliki tanah tak jauh dari jalan menuju danau tersebut.

Menurut Aminuddin, seiring berjalan, masuk laporan dari salah satu LSM bahwa terjadi reklamasi terhadap Danau Sinau sehingga perlu diproses secara hukum. Dalam laporannya, LSM itu merinci sejumlah bukti yang menyatakan aktivitas Agus melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup dan konservasi atas pemanfaatan danau.

Ia juga dilapori adanya dugaan gratifikasi yang dituduhkan kepada Kades Sungai Uluk, Marsensiana Erni, atas izin yang diberikannya kepada Agus untuk menyedot air di Danau Sinau. “Secara hukum, gratifikasi susah membuktikannya. Harus ada bukti konkret, karena yang namanya gratifikasi ini menyangkut orang perorang,” terang Aminuddin.

Tudingan adanya oknum dari kepolisian setempat yang menyalahi prosedur tugas, terlibat sebagai saksi legalisasi pemanfaatan Danau Sinau meski tak punya wewenang, juga mengemuka. Hal ini dijawab bukan tanggung jawabnya, sebab polisi dalam Pemilu saja harus netral.

“Kalaupun menjadi saksi, itu harus resmi. Kenapa bukan Kapolsek atau Kanit Binmas? Kalau anggota biasa menjadi saksi tanpa rekomendasi Polsek, itu berarti inisiatif sendiri,” tegasnya.

Namun, tuduhan menerima gratifikasi disanggah Kades Sungai Uluk Marsensiana Erni. Kata dia, Agus meminta izin kepada dirinya secara pribadi di kantor desa. Namun, kepada Agus, Erni menyampaikan harus bermusyawarah dengan warga sekitar terlebih dahulu.

“Agus mengambil air juga sering diumumkan baik di gereja maupun balai desa. Jadi tidak benar ada gratifikasi,” tegasnya.

Dari hasil musyawarah, masyarakat Desa Sungai Uluk sepakat meminta penimbunan jalan tanah merah menuju Danau Sinau. Keberadaan akses tersebut jalan tersebut luar biasa urgen, karena selama ini masyarakat mengalami kesulitan ketika hendak menuju danau.

“Pembangunan jalan menuju danau sering kita diajukan mulai tahun 2010-2012, tapi belum bisa terealisasi. Jalan itu juga menghubungkan antarkecamatan Putussibau Selatan dengan Bika, maka saat ada pihak ketiga yang ingin membantu, kita terbuka. Karena itu lokasi perekonomian yang sangat penting,” papar Erni.

Ia melihat tudingan danau tercemar karena Agus mengambil air tidak beralasan. Danau tersebut tidak luas dan potensi ikannya minim.

“Selama Pak Agus ambil air, Beliau juga yang membersihkan, artinya danau terpelihara,” ungkapnya.

Kendati begitu, sambung dia, jika perkara yang mencuat pada akhir tahun 2015 ini tak kunjung selesai, dan apa yang dilakukan Agus dianggap menyalahi hukum, pihak desa dan masyarakat adat setempat siap mencabut izin pemanfaatan air di Danau Sinau.

“Kalau memang ada yang melanggar aturan pemerintah tidak membolehkan mengambil air danau itu, maka kami siap mencabut izin atas pengambilan air di danau tersebut,” terang Erni.

Lagipula, sambung dia, mestinya pihak yang berhak mempermasalahkan dikelolanya Danau Sinau oleh Agus adalah warga Sungai Uluk sendiri. “Kalau ada warga yang melaporkan pasti ada tercatat. Masalah laporan LSM bahwa Agus ingin membuat kolam di tanah sendiri, dia membuat saluran air posisi pipa di belakang tanah Akok. Permasalahan terjadi ketika Akok melihat agus membuat bangunan untuk pompa air,” bebernya.

Senada, Humas Desa Sungai Uluk, Landa. Kata dia, apapun kegiatan usaha di daerah mereka, harus ada kompensasi untuk masyarakat setempat demi kepentingan bersama.

“Agus tidak merusak lingkungan, jalan yang ia bangun dengan lebar 5 meter dan panjang 168. Dengan jalan tersebut, masyarakat terbantu,” jelasnya.

Selain polisi serta para pengurus desa, hadir dalam pertemuan tersebut diantaranya Kejaksaan Negeri (Kejari), Dinas Perikanan, Bappeda, KSDA kabupaten, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kapuas Hulu. Pertemuan dipimpin Asisten II Setda Kapuas Hulu H. M. Mauluddin, M.Si.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Kejari Kapuas Hulu, Rudi Hartono menjelaskan, pada Januari 2016, pihaknya pernah mendapat surat dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar untuk melakukan kajian atas adanya dugaan tukar guling lahan daerah Danau Sinau. Maka pihaknya diminta turun mencari fakta dengan mengumpulkan keterangan.

Ditambahkan Kasi Intel Kejari Kapuas Hulu, Acep Shuban Saepudin, Tim Kejari sudah melihat langsung kondisi lapangan. Namun apa yang ditemukan tidak seperti dalam laporan. Misalnya, pembangunan jalan dan pompa air tidak berada di tengah danau.

“Kemudian, dalam surat Kejati itu menyebutkan ada gratifikasi dan alihfungsi lahan, namun hasil wawancara kami dengan Pak Agus bahwa sudah ada kesepakatan dengan desa dan masyarakat adat. Kemudian ada kompensasi dengan pembangunan jalan,” papar Acep.

Dengan tak ditemukannya pelanggaran hukum di sana, Acep justru bertanya, apakah ada dampak kerusakan lingkungan dari pembuatan pompa air tersebut? Apakah berpengaruh terhadap ekosistem sehingga dianggap merusak lingkungan Danau Sinau?

“Saran saya yang perlu ditindaklanjuti itu lintas sektoral. Ada keterkaitan tidak dengan instansi lain, seperti apakah pembangunan jalan ada IMB? Kami sudah melaporkan sampai hari ini tidak ada indikasi gratifikasi,” tegasnya.

Di sisi lain, pihak Bappeda Kapuas Hulu menyatakan, berdasarkan RTRW, Danau Sinau bukan termasuk danau lindung. Hanya Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang yang membidangi bangunan gedung dan tata ruang saja yang menyatakan pembangunan jalan maupun bangunan belum ada IMB-nya.

Setelah mendengar semua penjelasan ini, pemimpin rapat, Asisten II Setda Kapuas Hulu M. Mauluddin berkesimpulan bahwa di sisi sosial masyarakat, Bos Arwana Agus telah memenuhi kewajibannya. Artinya, telah membantu masyarakat desa dengan membuka badan jalan dan melakukan penimbunan tanah merah atas jalan yang menjadi akses utama bagi warga untuk menuju lokasi usaha perkebunan dan pertanian mereka.

Imbuh dia, “Berdasarkan penjelasan, ada dampak positif. Kalau memang BLHD Provinsi mau datang, silakan meninjau langsung ke lapangan. Ini danau kecil, resapan air, apalagi dari desa memberi kewenangan untuk membuka, pihak penangkar juga sudah pamit dengan masyarakat setempat”.

Bagi Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kapuas Hulu, Dini Ardianto S.IP, M. Si, semua pihak ingin duduk perkaranya jelas. Pihaknya hanya memfasilitasi.

“Kesimpulan pun sudah diambil, mudah-mudahan tidak ada masalah lagi di kemudian hari,” tegasnya. Hasil pertemuan tersebut, tambah Dini, akan dilaporkan ke Gubernur Kalbar serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

 

Laporan: Andreas

Editor: Mohamad iQbaL