Promosi Susu Formula Jadi Penyebab Kasus Putus ASI

ilustrasi.net

eQuator.co.id – Ahli Laktasi, dr Utami Roesli menilai, bermacam manfaat ASI yang sudah dikampanye pemerintah, agaknya sudah menyadarkan masyarakat tentang pentingnya ASI.

“Di antaranya sebagai antikanker bagi anak, meningkatkan ketahanan tubuh bayi, pencernaan yang baik, anak lebih cerdas dan sehat secara mental, tidak obesitas, serta mencegah stunting atau anak kecil yang pendek (kerdil),” ungkap Utami.

Kendati demikian, masih ditemukan kasus putus ASI, baik di perkotaan maupun di pedesaan. “Untuk di perkotaan, lebih karena promosi susu formula. Sedangkan di pedesaan, karena pemberian makanan tambahan di usia kurang dari enam bulan,” jelas Utami.

Dia menambahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyampaikan bahwa pemberian ASI merupakan jalan keluar untuk menciptakan generasi yang lebih sehat, kuat dan cerdas. “Makanya, upaya untuk mengawal pemberian ASI Ekslusif secara menyeluruh, baik di perkotaan maupun di pedesaan bukan hanya tugas pemerintah,” tegas Utami.

Di tempat yang sama, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Landak, Heronimus mengatakan, para perawat yang mendampigni ibu-ibu pascamelahirkan harus dapat memberikan pemahaman yang jelas kepada ibu dan keluarganya tentang pentingnya Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI Ekslusif.

“Ibu yang pascamelahirkan secara operasi terkadang enggan menyusui, karena takut sakit atau pengaruh obat bius. Namun, perlu ditegaskan, bahwa menyusui baik untuk ibu yang melahirkan secara alami atau dengan operasi adalah upaya mempercepat penyembuhan,” jelas Heronimus.

Ketua Persatuan Ahli Gizi Kabupaten Landak, Rosy Dahniar menambahkan, tantangan memberikan penjelasan kepada ibu dan keluarganya di antaranya terkait gencar promosi susu formula yang cenderung menyesatkan. “Kadang mereka beranggapan anak yang sehat adalah anak yang gemuk. Sehingga belum lagi berusia enam bulan, sudah diberikan makanan tambahan,” katanya.

Keluhan ibu dan keluarganya, ungkap Rosy, di antaranya bayi rewel karena lapar usai pemberian ASI. Padahal, saat bayi masih menangis sesudah diberi ASI, merupakan tanda bahwa organ tubuhnya sedang bertumbuhkembang. “Bayi bukan sakit, organ tubuhnya sedang berkembang. Sehingga minum lebih banyak dan lapar terus. Susui saja,” paparnya.

Bukan hanya itu, tambah Rosy, tantangan Pejuang ASI di daerah, terkait mitos-mitos seputar menyusui, seperti yang beredar luas di masyarakat hingga sekarang. Misalnya terkait kondisi payudara, tubuh ideal dan lainnya.

Sementara itu, Anggota Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Landak, Herlina menilai, peran keluarga sangat penting untuk terus mendorong ibu menyusui. “Kadang ada yang ditakut-takuti mitos. Jadi kita harus jelaskan bukan hanya pada bapak-ibu yang punya bayi. Keluarga juga,” katanya.

Bidan, jelas Herlina, juga harus menjunjung tinggi komitem sebagai petugas kesehatan. Iming-iming dari susu formula dan makanan tambahan instan bagi bayi juga menjadi masalah tersendiri. “Saat ini belum ada. Nanti akan kita tindak jika ada Bidan yang menganjurkan susu formula. Tetapi kita berikan pemahaman terlebih dulu,” janjinya.

Laporan: Ocsya Ade CP

Editor: Mordiadi