Mengenal si Cantik Pembawa Baki Bendera Merah Putih

BENDERA PUSAKA : Dina Cholimatus Syadiah, siswi Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tarakan, mendapat kehormatan membawa bendera pusaka saat upacara HUT RI ke 71 Provinsi Kalimantan Utara.

eQuator.co.id – Hanya Ingin jadi Danpok, Dina Malah Ditunjuk Jadi Pembawa Baki Provinsi

Di daulat membawa baki bendera pusaka saat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan Republik Indonesia (RI) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Menjadi kebanggaan tersendiri bagi Dina Cholimatus Syadiah siswi kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tarakan, meski saat seleksi hanya ingin menjadi Komandan Kelompok (Danpok) justru terpilih jadi pembawa baki. Bagaimana ceritanya berikut ulasanya.

IWAN KURNIAWAN, Tanjung Selor

CUACA cerah saat upacara hari kemerdekaan RI di Provinsi Kaltara yang diselenggarakan di Lapangan Agatis Tanjung Selor, Rabu (17/8) menjadi saksi bisu atas keberhasilan Dina Cholimatus Syadiah dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik sebagai pembawa baki bendera pusaka.

Ditengah ketegangan para Anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), peserta upacara dan tamu undangan yang hadir pada detik-detik proklamasi itu, anak bungsu dari tiga bersaudara ini masih bisa tenang untuk menguggurkan tanggung jawab yang sudah diembankan kepadanya.

Dengan menunjukan pesona kecantikannya, sambil tersenyum gadis kelahiran Tarakan 26 Mei 2000 itu melangkah perlahan keluar dari barisan dan menaiki mimbar tempat pembina upacara untuk mengambil bendera yang sudah siap untuk dikibarkan.

Meski sempat terlihat gugup, namun gadis yang memiliki hobi mendengar lagu dan menulis itu akhirnya dapat menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik hingga acara tersebut selesai.

Saat ditemui pewarta ditengah tangisan bahagianya bersama dengan teman-temanya pasca upacara tersebut, siswi kelas XI SMA Negeri 2 Tarakan ini mengaku, awal-awal masuk ke area upacara tersebut sempat merasa gugup karena takut salah.

“Selama latihan kemungkinan juga kurang fokus, kurang konsentrasi sehingga masih sering banyak salah, itu yang membuat gugup. Tapi Alhamdulillah tadi bisa tenang dan fokus sehingga semuanya bisa berjalan dengan baik,” ujar gadis yang akrab di sapa Dina ini.

Diakui olehnya, menjadi Paskibraka tersebut merupakan hal yang pertama kalinya dia ikuti, terlebih lagi menjadi pembawa baki yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

“Sebenarnya tidak ada kepikiran sama sekali untuk menjadi pembawa baki ini, tapi karena mendapatkan kepercayaan yah saya siap untuk menjalankannya,” tuturnya sembari tersenyum.

Sebenarnya, lanjut dia, sebelumnya dirinya sangat menginginkan menjadi Komandan Kelompok (Danpok) yang memimpin pasukan 17 atau mengarahkan apakah mau belok kanan ataupun belok kiri.

“Cuma karena saya disini jadi ibu lurah (sebutan dalam satu kelompok paskibraka, Red), makanya saya setiap pagi tugasnya membangunkan warga-warga saya dan termasuk membuat aktivitas untuk melanjutkan latihan,” jelasnya seraya mengatakan, di Paskibraka itu ada satu desa yang dinamakan Desa Bahagia.

“Karena saya banyak teriak-teriak disitu, akhirnya suara saya habis. Pas di tes sudah, saya tidak bisa lagi jadi Danpok,” sambungnya.

Dikatakan juga oleh gadis yang memiliki tinggi badan 166 cm tersebut, sebelumnya dirinya sempat mengikuti seleksi di tingkat Nasional selama seminggu di Jakarta. Namun karena berat dan tinggi badan kalah dengan teman lainnya yang berasal dari Sebatik Kabupaten Nunukan, makanya dirinya gagal.

“Pada hari terakhir seleksi itu kami semua di kumpulkan di dalam ruangan di rumah sakit Kemenpora. Disitu kami dibagi jadi dua kelompok, nah yang disebut namanya itu dinyatakan lulus dan dipindahkan ke Wisma yang merupakan gedung selanjutnya,” tuturnya bercerita.

“Sedangkan kami yang sisahnya ini dinyatakan tidak lulus,” sambungnya. Diakui olehnya, atas kegagalan itu dirinya memang sempat kecewa. Namun dia tetap bertekat untuk tetap semangat dan tidak terlalu terlarut dalam kekecewaan tersebut.

Dari tekat itulah, anak dari pasangan Kasturi dan Rabiatul Adawiyah ini tetap semangat mengikuti seleksi di tingkat provinsi hingga akhirnya mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pembawa baki tersebut.

“Meski tak lolos seleksi di tingkat nasional, tapi itu menurut saya bukanlah suatu kegagalan yang mendasar. Tapi menurut saya itu merupakan suatu langkah atau proses untuk menjadi lebih baik lagi,” jelasnya.

Sebenarnya, tutur dia, semua itu sama saja sebenarnya, cuma beda tempatnya saja. Kalau di sana (Jakarta) ketemu dengan presiden, sedangkan di sini (Tanjung Selor) ketemu dengan gubernur. Tapi, intinya tetap mengibarkan bendera merah putih.

Dengan begitu, dirinya tetap merasa bangga dengan apa yang sudah dilakukannya. Karena tidak semua orang bisa mengikuti seleksi Paskibraka di tingkat Nasional seperti apa yang sudah dilaluinya.

Berdasarkan pengalaman yang sudah didapatkan olehnya itu, dirinya berharap kepada penerus bangsa berikutnya yang menggantikan mereka dapat lebih baik lagi dari apa yang sudah dilakukan oleh mereka saat ini.(dsh)