eQuator.co.id – Putussibau-RK. Mangkraknya pembangunan Rumah Khusus (Rusus) di beberapa kecamatan daerah Perbatasan, Kabupaten Kapuas Hulu diusut aparat penegak hukum.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Putussibau akan mengeluarkan DPO (Daftar Pencarian Orang) terhadap Sinta Hutasoit, selaku pelaksana proyek rumah bantuan dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) RI yang telah merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Kejari Putussibau, Rudy Hartono mengatakan, Sinta Hutasoit akan diusulkan untuk masuk daftar DPO. Lantaran ketika berperkara di Pengadilan Negeri (PN) Putussibau dalam kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) pembangunan Rusus, yang bersangkutan mencantumkan alamat palsu, sehingga gagal dieksekusi. Bahkan dirinya sudah turun langsung mencari Sinta sampai ke alamatnya di Bekasi, Jawa Barat.
“Waktu itu bersama dengan penyidik Kejari Putussibau juga. Ternyata selama sidang itu, Sinta memalsukan alamatnya. Dia sengaja agar tidak bisa dieksekusi. Padahal kami sudah masuk ke kampung dengan mobil, ternyara RT dan RW-nya salah, nomor yang dicantum juga bukan yang sebenarnya,” tutur Rudy, Minggu (26/6)
Rudy mengaku dirinya sudah terima putusan Sinta. Vonis Sinta terkait kasus korupsi Rusus Kemenpera di Kapuas Hulu, Kecamatan Badau. “Dia (Sinta) putusannya enam tahun dengan denda hampir Rp1 miliar. Dia kalah dikasasi waktu itu,” jelasnya.
Dijelaskannya, dengan cara menghindari vonis hakim, tidak akan mengurangi hukuman yang dijalaninya nanti. “Yang dijatuhi PN, PT (Pengadilan Tinggi) atau MA (Mahkamah Agung), tetap akan dihukum sesuai lamanya vonis hakim. Walau sudah delapan tahun kabur, ketangkap tetap jalani pidana, walau cuma dua tahun putusannya,” ungkapnya.
Rudy menegaskan, upaya eksekusi terhadap Sinta Hutasoit sudah dilaporkan ke Kejati Pontianak.
“Apa pun yang saya lakukan sudah dilaporkan ke Kejati. Kita berusaha secepatnya eksekusi yang bersangkutan, bahkan bisa saja nanti kita usulkan ke Kejati untuk diusulkan DPO ke Mahkamah Agung,” tegas Rudy.
Terpisah, terbengkalainya pembangunan rumah yang diperuntukan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk TNI/Polri dibenarkan Kasubid Fisik dan Sarana dan Prasarana, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kapuas Hulu, Budi Prasetiyo. Kala itu kata Budi, pihaknya sebagai tim pendamping pembangunan proyek di bawah Deputi Bidang Perumahan Formal, Kemenpera RI.
“Kapasitas kita sebagai pendamping, saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan pembangunan tahun anggaran 2012. Maka tahun 2013 ke atas, kita tidak tahu lagi prosesnya seperti apa,” kata Budi di ruang kerjanya, Jumat (24/6) lalu.
Ada penyebaran pembangunan Rusus daerah perbatasan di Kapuas Hulu. Diantaranya, Kecamatan Badau berjumlah 35 unit, Putussibau Selatan 26 unit, Embaloh Hulu 15 unit, Puring Kencana 30 unit dan Kecamatan Batang Lupar 50 unit. Bangunan tersebut dibangun di tanah milik Pemkab Kapuas Hulu. Dari beberapa titik pembangunan Rusus, ada dua kecamatan yang tidak difungsikan sampai saat ini, yaitu di Kecamatan Badau dan Batang Lupar. Sehingga proyek tersebut bisa dikatakan gagal.
“Kalau dibilang gagal, ya gagal juga. Karena kondisinya memang banyak yang tidak terpakai. Ada juga yang digunakan, seperti Putussibau Selatan dan Embaloh Hulu, Puring Kencana juga informasinya sekarang sudah dipakai,” kata Budi.
Berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan bantuan Rusus tersebut, Budi mengaku, selaku tim pendamping, pernah dipanggil Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar untuk diminta keterangan sebagai saksi saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak. Dalam pelaksanaan pekerjaan, Bappeda tidak terlibat langsung. Bahkan soal teknis kontrak dan pencairan dana oleh pihak ketiga selaku pekerja proyek, tanpa diketahui tim pendamping dari Bappeda Kapuas Hulu. Sehingga Budi mengaku tidak mengetahui berapa anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat untuk membangun hunian Rusus ASN di wilayah perbatasan itu.
“Untuk anggaran kita kurang tahu persis. Karena proyek tersebut ditangani langsung pemerintah pusat, kontrak dan sebagainya di sana. DIPA-nya di Satker Kemenpera, PPK-nya juga di pusat. Kami di daerah ini hanya sebatas sebagai tim pendamping saja,” tegas Budi.
“Saat sidang di Pengadilan, kami juga menjawab tidak tahu menahu soal anggaran, karena saat pencairan dana, kami tidak terkait di situ. Artinya mereka yang menyediakan pihak ketiga selaku pelaksana proyek,” sambungnya.
Ditanya apakah mengenal Sinta Hutasoit yang sekarang akan dijadikan DPO, Budi mengaku jika yang bersangkutan pernah memberitahu kepada tim pendamping, bahwa dia sebagai pelaksana pekerjaan Rusus tersebut. Namun lebih jauh kata Budi, Bappeda tidak mengetahui status Sinta yang sebenarnya.
Karena bukan merupakan kewenangan Pemkab, maka bangunan yang tidak difungsikan, sampai sekarang juga belum ada kejelasan. Mestinya setelah bangunan selesai, harus ada serahterima dari pemerintah pusat ke daerah. “Untuk yang belum digunakan itu, sampai saat ini belum ada tindaklanjut. Karena tidak ada penyerahan ke pemerintah daerah. Artinya belum menjadi aset Pemkab. Kewenangan untuk mengusulkan tidak ada. Kalau tanah memang aset Pemkab, karena saat itu verifikasi dari pemerintah pusat, kita menyiapkan lahannya,” papar Budi.
Laporan: Andreas
Editor: Arman Hairiadi