eQuator.co.id – Singkawang-RK. Pesantren Kilat di Masjid al-Muthalibin, Rabu (15/6) terlihat lebih spesial dari biasanya. Pasalnya, pesertanya bukan hanya anak-anak yang baik budi pekertinya, tetapi juga sembilan anak yang doyan menghirup aroma lem (ngelem).
“Di sini saya bisa belajar ilmu agama. Belajar salat lima waktu dan tahajjud serta mengaji,” kata Aji, 15, salah seorang anak ngelem yang menjadi peserta Pesantren Kilat di Masjid al-Muthalibin, Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan ditemui Rakyat Kalbar, kemarin.
Anak mantan lurah di Singkawang ini merupakan seorang dari sembilan anak ngelem yang mengikuti Pesantren Kilat tersebut, termasuk lima anak yang sebelumnya melarikan diri dari kegiatan keagamaan tersebut.
“Kondisi di sini (Pesantren Kilat, red) jauh berbeda dengan di luar sana. Saya tidak mau ngelem lagi, karena menyakitkan badan. Dulu saya ngelem lantaran ikut-ikutan teman,” aku Aji.
Anak bungsu dari enam bersaudara ini mengisahkan, sebelumnya dia ngelem bersama teman-temannya dari siang sampai sore dan malam di Warung Internet (Warnet). “Memang kalau sudah ngelem, jadi mengkhayal seperti punya ilmu,” kata Aji.
Kala itu, Aji sama sekali tidak menyadari kalau kebiasaanya itu merusak tubuhnya sedikit demi sedikit dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Tetapi kini dia sudah menunjukkan itikad baiknya untuk berhenti dari ngelem, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan.
Di tempat yang sama, salah seorang rekannya, Rolan, 18, mengaku ngelem sejak 2008. Sehari biasa menghabiskan enam hingga tujuh kaleng lem. “Saya ngelem di Taman Burung. Uang untuk lem dari kerja parkir,” ujarnya.
Ketika dimasukkan dalam Pesantren Kilat, Rolan sempat melarikan diri karena tidak sanggup. “Kemarin saya sempat kabur dan pergi ke rumah nenek saya di Sambas. Tetapi saya kembali lagi ke sini, saya tobat,” katanya.
Selain diajari cara salat dan mengaji, anak-anak yang mengikuti Pesantren Kilat tersebut juga mendapatkan nasihat (tausiyah) dari Ustaz H Haris Wandi. “Di waktu senggang anak-anak ini juga diberikan kajian taklim seperti ilmu fiqh dan tauhid. Kita juga mengajak mereka untuk berdakwah serta bersilaturrahmi dengan warga sekitar,” kata Anggota Jemaah Tabligh ini.
Di tengah keseriusan para peserta Pesantren Kilat menyaksikan tausiyah Ustaz Haris, tiba-tiba Kapolsek Singkawang Barat, Kompol Sunarno beserta jajarannya datang.
Ketika ditemui wartawan, Kapolsek Sunarno mengungkapkan, dari sembilan anak ngelem itu, tujuh anak di antaranya masih di bawah umur dan terlibat kasus pidana yang saat ini masih proses diversi.
“Tujuh anak ini sebelumnya terlibat kasus pencurian, dan juga ngelem. Sejumlah barang bukti sudah diamankan, dan lantaran di bawah umur, maka kita akan mencoba berkomunikasi dengan korban,” kata Sunarno.
Menurut Sunarno, apabila program Pesantren Kilat bagi anak ngelem ini berhasil, maka proses diversi itu juga berhasil. Hal itu lebih baik ketimbang mengirim mereka ke dalam sel tahanan. “Nampaknya mereka sudah mulai banyak berubah ke arah yang lebih baik, dan kebanggaan bagi saya ketika mereka berubah menjadi orang baik,” ujarnya.
Sunarno mengatakan, program ini dapat berkelanjutan dan bisa dikoordinasikan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Singkawang melalui Dinas Pendidikan, Dinas Sosial dan Kementrian Agama.
“Ide ini berawal ketika pada 25 sampai 26 Mei lalu kita melaksanakan razia dan menjaring anak ngelem. Lalu saya berpikir, kenapa kita tidak selamatkan untuk menjadi orang baik, lalu kami berkoordinasi dengan Kementrian Agama,” ungkap Sunarno. (hen)