eQuator.co.id – Pontianak-RK. Menyusul kliennya, Dian Patria (DP), yang telah dilaporkan ke polisi oleh siswi SMKN di Pontianak berinisial F/VS, penasehat hukum pelaku dugaan pencabulan anak bawah umur itu juga bakal dipidanakan. Si Pengacara, Zalmi Yulis, dituding telah mengintimidasi pihak sekolah dan saksi-saksi.
“Pengacara dan orang-orangnya itu akan dilaporkan pihak sekolahan korban,” ungkap Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN), Devi Tiomana, kepada sejumlah wartawan, Selasa (14/6).
Terkait upaya hukum ini, Devi yang mendampingi korban juga akan melakukan pendampingan kepada pihak SMKN untuk melaporkan Si Pengacara Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura (Untan) itu. “Dia (pengacara) datang ke sekolah meminta identitas korban dan saksi. Untuk apa itu, kenapa seperti itu? Ini jelas intimidasi dan intervensi yang dilakukan terhadap korban dan saksi serta pihak sekolah,” tegas Devi.
Tidak hanya mendatangi tempat korban menimba ilmu, lanjut dia, Si Pengacara juga mendatangi rumah kepala sekolah tersebut. “Ini sudah sangat jauh intervensi dan intimidasi yang dilakukan penasehat hukum dan orang-orangnya. Maka itu harus dilaporkan,” terangnya.
Mengenai bantahan dari Zalmi yang menyatakan tidak pernah mendatangi korban, sekolah serta saksi-saksi, Devi menyatakan bukti yang akan berbicara. “Kami memiliki buktinya, yaitu CCTV sekolahan dan CCTV rumah kepala sekolah. Ini akan kami bawa kepada pihak kepolisian. Dalam CCTV itu sangat jelas, pengacara datang dengan siapa dan seperti apa caranya datang. Bahkan ada dengan cara menunjuk-menunjuk kepada pihak sekolah,” papar dia.
Beber Devi, tak hanya Zalmi yang mendatangi sekolah. Si Pengacara juga membawa oknum wartawan, imbuhnya, berdasarkan penuturan guru-guru korban kepadanya.
“Oknum wartawan yang mana ini juga ikut intimidasi dan intervensi sekolahan. Nanti akan ketahuan, semua ada di CCTV. Bahkan, di saat Dian Patria itu diperiksa di kantor polisi, ada teman-teman jurnalis (oknum wartawan,red) yang menerima uang dari penasehat hukum, kami memiliki rekaman soal ini. Dimana ini direkam oleh salah satu redaktur media cetak yang ada di Kota Pontianak,” tuturnya.
Ia meminta kepolisian punya sikap. Jangan mau diintervensi dan diintimidasi terlapor maupun penasehat hukumnya. Alasan Devi mengatakan itu karena melihat penanganan yang dilakukan Polresta Pontianak untuk kasus ini beda dengan dugaan pencabulan lainnya.
“Diskriminasi kepolisian terlihat. Kepolisian jangan maju mundur. Ini kasus yang ditetapkan presiden sebagai kasus luar biasa, harusnya dilakukan penanganan luar biasa. Harusnya penanganan luar biasa tak hanya ketika pelakunya ‘orang biasa’,” sindirnya.
Imbuh Devi, “Polisi jangan seperti banci menghadapi Dian Patria. Dulu-dulu (kasus lain) itu langsung tangkap saja ketika sudah ada saksi, korban, dan hasil visum. Tapi, kasus kali ini seperti seremoni belaka”.
Soal alat bukti, dia yakin semua sudah terpenuhi untuk menetapkan DP sebgai tersangka. “Polisi jangan takut sama Dian Patria dan pengacaranya. Hal benar jangan ditakuti. Dua minggu sudah kasus ini ditangani tapi tak ada kejelasan,” pintanya.
Kesetiaan Devi mendampingi korban sebenarnya membuahkan hasil. Setelah DPRD Kota Pontianak turun tangan, kini pemerintah setempat dikabarkan ikut mengawal dan melindungi korban. “Semua pihak telah diundang oleh pemerintah, termasuk pihak kepolisian. Dimana undangan dibuat pemerintah untuk dinas dan instansi terkait ini khusus membahas kasus ini,” tutup dia.
DP sendiri telah diperiksa di Polresta Pontianak, Senin (13/6). Konon, pemeriksaan itu berlangsung lima jam. Hanya saja, Sang Dosen tidak ditetapkan sebagai tersangka. Polisi mengaku berhati-hati dalam kasus ini. Walhasil, keluarga korban menelan kekecewaan.
Kerabat VS, Mujiono dan Purwaningsih, menilai Kepala Polresta Pontianak, AKBP Iwan Imam Susilo, beserta jajaran Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim)-nya tak mampu menyelesaikan kasus tersebut. “Kita minta Kapolda Baru (Brigjen Pol Musyafak) saja lah yang turun tangan untuk melihat langsung penanganan kasus di Polresta Pontianak,” pinta Mujiono.
Seperti halnya Devi Tiomana, abang ipar VS ini membandingkan penanganan kasus tersebut dengan perkara dugaan pencabulan lainnya yang ditangani Polresta Pontianak. “Jika orang-orang kecil melakukan hal seperti ini, mungkin cepat ditetapkan sebagai tersangka yang dilaporkan. Tetapi kenapa adik saya yang melaporkan Dian Patria, sudah dilengkapi keterangan korban, saksi, kemudian visum, lamban sekali penanganannya. Entah ada apa,” tuturnya.
Sementara itu, kakak kandung VS, Purwaningsih marah dengan ucapan penasehat hukum DP yang menyatakan kemungkinan ada orang lain yang menjadi pelakunya. “Ini seakan-akan memojokkan adik kami, dimana dia menyatakan orang lain melakukannya. Itu yang dikatakan pengacaranya, sakit hati kami mendengar itu. Adik kami itu remaja yang taat ibadah tapi diputarkanbalikkan oleh penasehat hukumnya,” geramnya.
Dikonfirmasi, Kepala Satuan Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Andi Yul Lapawesean, menampik pihaknya lamban menangani kasus maupun mengistimewakan DP. “Kita masih melakukan pendalaman, kemarin dia (DP) kan sudah kita periksa, memang sementara ini masih sebagai saksi,” terangnya.
Ia mengungkapkan bahwa DP membantah telah melakukan pencabulan terhadap korban VS. ”Jadi semua yang dilaporkan itu tidak diakui olehnya,” beber Andi.
Kendati demikian, bantahan merupakan hak terlapor. “Silakan saja dia membantah dan tak mengakui, itu hak yang melekat pada setiap orang. Kami menyelidiki dan menyidik bukan berdasarkan keterangan terlapor tapi berdasarkan alat bukti,” tegasnya.
Andi meminta keluarga korban bersabar. “Ini sebentar lagi (penanganan kasus,red), tinggal satu langkah lagi,” tandas mantan Kepala Satuan Reskrim Polresta Sintang itu.
Laporan:Achmad Mundzirin
Editor: Mohamad iQbaL