Tingkat Pencemaran Sungai Kapuas Mengkhawatirkan

Cuci Boleh, Mandi Oke, Diminum Jangan

Bocah tengah mencuci muka di Sungai Seberang, anak Sungai Kapuas di pedalaman Sekadau, belum lama ini. Abdu Syukri-RK

eQuator.co.id – Kualitas air di sungai-sungai Kalimantan Barat terus memburuk. Penambangan liar menggunakan bahan kimia hingga buang air besar sembarangan disebut sebagai pemicu. Saat ini, beberapa titik diantaranya tidak layak dikonsumsi manusia.

Bertahun-tahun Keluarga Benus menggantungkan hidupnya kepada Sungai Kapuas. Berdiam di Desa Seberang Kapuas, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Benus mengaku tak tahu air Sungai Kapuas tidak layak masuk perut manusia.

“Untuk minum memang ndak. Tapi masak sayur, kami pakai air sungai,” tutur Benus ketika Rakyat Kalbar mengajaknya ngobrol di tepian sungai dekat kediamannya, Rabu (11/5).

Benus hanya satu dari sekian banyak warga yang menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari. Ia cukup terkejut ketika awak koran ini menyinggung sungai sudah tercemar.

“Kalau sudah tahu seperti ini kami tidak mau konsumsi air Sungai Kapuas lagi. Nanti kami akan ganti ke air galon,” ujarnya.

Istilah tak layak konsumsi disematkan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sekadau berdasarkan hasil pengukuran baku mutu air yang dilaksanakan Desember tahun lalu. “Hasilnya memang masih mentah, karena perlu dianalisa lagi. Tapi dari beberapa sampel, memang untuk Sungai Kapuas sudah tidak bisa diminum manusia,” beber Kepala Bidang Pengendalian dan Konservasi Sumber Daya Air (PKSDA) BLH Sekadau, Yamin SSos.

Uji mutu air tersebut dilakukan di 47 titik sungai yang tersebar di tujuh kecamatan. Dari jumlah itu, 38 sudah dianalisa tingkat pencemarannya. Memang, ada pengujian yang dilakukan terhadap sungai yang sama dengan titik yang berbeda. Misalnya, terhadap Sungai Kapuas di Kota Sekadau dan Sungai Kapuas yang berada di wilayah Belitang Hilir.

Dari 38 yang sudah dianalisa, 16 titik menunjukkan pencemaran tingkat sedang dan 21 titik tercemar ringan. “Hanya satu titik yang aman. Yakni titik di Sungai Malas, Desa Seberang Kapuas, Sekadau Hilir,” ungkap Yamin.

Ia menjelaskan, pencemaran ringan artinya air masih layak dikonsumsi jika telah diproses. Sementara tingkat sedang berarti air tidak bisa diminum meskipun sudah dimasak. “Tapi kalau untuk mencuci piring, pakaian, mandi, atau kebutuhan lain seperti minum ternak, menyiram tanamam, ya masih aman,” ulasnya.

Pengukuran mutu air sungai mestinya dilakukan dua kali dalam setahun. Namun, kendala pendanaan menyebabkan pengukuran hanya bisa dilakukan sekali dalam setahun. Dalam mengukur, BLH berpijak pada 19 parameter yang mencerminkan tingkat pencemaran. Parameter itu mencakup 3 hal yakni pencemaran secara fisika, kimia, dan biologi.

Parameter fisika lebih kepada temperatur dan residu. Kimia menyangkut beberapa parameter, seperti amoniak, mercury, kandungan sulfur, dan logam berat lainnya. Sedangkan biologi lebih kepada kandungan bakteri.

“Karena itu, kita harapkan kepada masyarakat untuk tidak mengkonsumsi air Sungai Kapuas. Sampah-sampah yang sulit terurai seperti kantong plastik juga jangan dibuang ke sungai,” pinta Yamin.

BISA PICU KANKER DAN HEPATITIS

Terpisah, Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Kabupaten Sekadau, Slamet SKM Mkes menyatakan, mengkonsumsi air sungai yang tercemar tentu memunculkan berbagai macam penyakit. Terlebih, jika air tersebut mengandung unsur-unsur tidak bersahabat bagi tubuh.

Lanjut dia, yang paling mengerikan adalah mercury yang biasa digunakan untuk menambang emas. Mercury akan merusak kerja syaraf. Dalam jumlah dan kadar tertentu, elemen kimia bersimbol Hg dan bernomor atom 80 itupun akan menimbulkan penyakit kanker.

Kata Slamet, unsur biologi yang terkandung dalam air sebenarnya juga tak kalah seram. Contohnya bakteri e coli yang bersal dari kotoran manusia. “Kandungan e coli dalam air juga bisa membuat fungsi hati terganggu. Lama kelamaan, mereka yang tubuhnya banyak terkandung e coli tersebut bisa terkena sakit hati atau hepatitis, terutama hepatitis A,” paparnya.

Soal tercemarnya sungai karena bakteri ini bukan isapan jempol belaka. Dinas Kesehatan Kabupaten Sekadau mencatat lebih dari 50 persen warga Sekadau masih Buang Air Besar di Sembarangan Tempat (BABS), terutama di sungai.

“Ini juga salah satu faktor sungai kita tercemar,” yakin Slamet.

PERSUASIF KEPADA WARGA

Mencermati hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Sekadau, Handi prihatin. Ia pun berharap pemerintah daerah segera mencari langkah kongkret mengatasi persoalan ini. Dikatakannya, banyak hal bisa memicu pencemaran. Mulai dari banyaknya sampah yang dibuang ke sungai, seperti plastik maupun minyak bekas.

“Harus dilakukan pendekatan kepada masyarakat. Berikan pengertian tentang pentingnya menjaga sungai. Masyarakat harus diajarkan hidup bersih, jangan membuang sampah di sungai,” cetusnya.

Untuk warga yang buang air besar di sungai, solusi yang disarankan dia adalah lebih banyak membangun WC umum di kantong-kantong pemukiman masyarakat, terutama mereka yang berdomisili di tepi sungai. “Masyarakat harus kita imbau untuk tidak buang air di sungai, tapi di WC yang sudah dipersiapkan,” tukas Handi. (*)

Abdu Syukri, Sekadau