eQuator.co.id – Pontianak-RK. Koordinator Klinik Bisnis, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Heni Salwati mengatakan terdapat lima kendala yang kerap dialami oleh sebagian besar pengusaha start up atau pemula dalam menjalani usahanya. Hipotesis ini ditarik, setelah belasan kali mengadakan pertemuan antara beberapa mentor dan peserta Klinik Bisnis, selama masa kurang lebih tiga bulan terakhir ini.
Pertama, yakni menentukan segmen pasar. Salwati atau yang karib disapa Alwa Rerizia atau Wawa ini mengatakan saat membangun bisnis, sebagian besar pengusaha muda pemula belum menentukan siapa yang akan menjadi target untuk membeli produk mereka. “Sehingga mereka tidak memiliki konsumen loyal atau konsumen yang pasti akan melakukan pembelian berulang pada produk mereka,” katanya.
Kedua, membangun branding. Banyak diantara kawan-kawan pemula, kata dia, ketika memulai usaha mereka tidak membuat logo atau nama usaha yang mudah dikenal atau nama yang bisa membuat usaha mereka diingat dan mudah dipahami oleh pangsa pasar mereka. “Sehingga saat ditanya, mereka malu untuk menyampaikan apa usahanya,” ujarnya.
Ketiga, menentukan arah bisnis. Kebanyakan pengusaha pemula hanya memulai usaha karena ikut teman, ikut trend dan karena terdesak. Jadi mereka jadi pengusaha bukan by desain tapi by accident atau kecelakaan, karena tuntutan kebutuhan. “Sehingga saat ada tantangan pasar yang menyatakan mau kearah mana bisnismu berkembang? Maka mereka tidak bisa menyampaikan secara jelas arah bisnis mereka dan pengembangannya seperti apa,” jelasnya.
Keempat, membuat bisnis plan dan swot bisnis. Pada tahap ini, sebagian besar pelaku usaha malas untuk membuat rencana strategi atau gambaran bisnis mereka sehingga banyak yang tidak tahu dimana sebenarnya kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari bisnisnya. “Itulah kenapa mereka kurang bisa menganalisa pasar usahanya,” imbuh owne Education of Public Speaking ini.
Kelima, yakni lemahnya teknik marketing yang tepat serta penentuan biaya pengembangan bisnis. Menurut Alwa tidak semua sosial media atau dengan membuka toko menjadi solusi pemasaran sebuah brand usaha, tapi perlu sebuah riset dan proses agar bisa diketahui teknik marketing yang baik buat usahanya. “Dan terakhir biaya pengembangan bisnis, karena mereka tidak paham kemana akan membawa usahanya dan tidak punya rancangan bisnis plan yang jelas jadi jika ditanya biayanya pengembangannya brapa dan butuh apa saja? Mereka masih diam dan jika menjawab masih ragu-ragu,” katanya.
Permasalahan-permasalahan ini, kata Alwa akhirnya akan kembali pada mental kebanyakan para pengusaha start up yang masih maju mundur sehingga belum terbangun sebuah keputusan pasti untuk saat ini dan hingga nanti mereka tetap memilih jalur wirausaha atau tidak. “Karena mental dan jiwa ledership wirausahanya belum terbangun dan dengan Klinik Bisnis ini diharapkan building enterpreneur mentality yang utama bisa dibangun,” ujarnya.
Sebelumnya diketahui, bahwa Klinik Bisnis ini merupakan program yang diluncurkan oleh HIPMI Kalbar sejak awal 2016 kemarin, dengan tujuan untuk membina sekaligus membantu para pengusaha pemula di Kalbar dalam mengembangkan usahanya. Sejauh ini, peserta Klinik Bisnis sudah berjumlah tidak kurang dari 43 orang pengusaha pemula. Sebagian besar mereka berasal dari berbagai latar belakang organisasi bisnis, seperti HIPMI Perguruan Tinggi, Forum Kewirausahaan Pemuda (FKP), Creation of Enterprises through Formation of Entrepreneur (Cefe), dan selebihnya dari kalangan non organisasi atau umum. (fik)