Negara dan Penyelenggaraan Pemerintahan Sistem “Autopilot”

FGD. Anggota Fraksi Golkar MPR RI, Ir H Zulfadhli, MM menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kota Pontianak beserta organisasi kepemudaan (OKP) di Kalbar, Selasa (12/4). Andry Soe/RK.

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Republik Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state) merupakan negara berdasarkan hukum yang meletakkan kedaulatan rakyat dalam bentuk demokrasi perwakilan. Yang mempunyai empat tujuan utama dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea IV.

“Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan komitmen kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersifat menyeluruh dan berkelanjutan dalam bentuk haluan negara,” ucap anggota Fraksi Golkar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Ir H Zulfadhli, MM menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kota Pontianak beserta organisasi kepemudaan (OKP) di Kalbar, Selasa (12/4).

Peserta diantaranya, BEM UPB, BEM Fakultas Ekonomi (Fekon) UPB, BEM Teknik UPB, BEM (Faperta) UPB, BEM Fakultas Hukum UPB, Mapala Arkha UPB, BEM Untan, BEM Faperta Untan, BEM Teknik Untan, BEM Fakultas Hukum Untan, BEM FKIP Untan, BEM Fekon Untan, BEM FISIP Untan, BEM MIPA Untan, BEM Fakultas Kedokteran Untan, BEM UMP, BEM Fekon UMP, BEM FIKES UMP, BEM FKIP UMP, Dema IAIN Pontianak, Dema FUAD IAIN, Dema FTIK IAIN, PMII Kalbar, IMM Kalbar, GMNI Kalbar dan KNPI Kalbar.

Legislator Partai Golkar itu menyebut bahwa implikasi perubahan UUD 1945 tentang wewenang MPR RI, Pasal 3, Ayat 1 dan Pasal 6 yang dianggap tidak memiliki relevansi hukum.

“Negara dan penyelenggaraan pemerintahan dianggap menjalankan sistem “autopilot” yang bisa berjalan sendiri. Oleh karena itu, diperlukan rancangan pembangunan nasional yang meliputi segala bidang sebagai panduan amanat rakyat kepada Presiden selaku penyelenggara pemerintahan menurut Pasal 4, Ayat 1 UUD 1945,” ulasnya.

Wakil rakyat asal daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Kalbar ini berpendapat, setidaknya diperlukan tiga skenario untuk menyempurnakan sistem terhadap ketatanegaraan di republik ini.

“Yakni menginisiasi amandemen UUD 1945 secara terbatas. Dengan meninjau ulang wewenang MPR untuk menyusun dan menetapkan GBHN. Sekaligus melakukan revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang SPPN dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN serta Undang-Undang Nomor 17 tentang 2014 tentang MD3,” paparnya.

Tak hanya itu, mantan Ketua DPRD Provinsi Kalbar periode 2004-2009 itu berpendapat bahwa perlu menciptakan konensi ketatanegaraan MPR mengadakan sidang bersama untuk menyusun haluan strategis pemerintahan dalam jangka panjang.

Selanjutnya problem yang muncul dan perlu diberikan atensi yang lebih serius dari kondisi ketatanegaraan republik ini, mantan dosen Untan ini menjabarkan, yakni siapakah yang akan membuat haluan Negara perencanaan pembangunan nasional berkelanjutan?

“Jika memang harus MPR, bagaimana melibatkan kelompok minoritas yang diwakili utusan golongan agar tidak terkesan hegemonik. Serta bagaimana melibatkan stakeholder bangsa untuk menjamin bahwa ketetapan haluan negara memang mencerminkan perwakilan seluruh elemen kebangsaan,” koherensinya.

FGD sekaligus merupakan momentum strategis bagi BEM se-Kota Pontianak beserta OKP di Kalbar untuk menyampaikan beragam pendapat serta masukan ihwal nasib ketatanegaraan republik ini di masa mendatang.

“Forum Focus Group Discussion ini sekaligus momentum bagi saya selaku wakil rakyat yang mewakili masyarakat Kalbar di DPR RI untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama masyarakat. Insya Allah, segala masukan maupun kritikan yang bersifat membangun tentu akan menjadi spirit perjuangan saya di DPR,” ucap Zulfadhli yang karib disapa Bang Zul. (Soe)