Satu Buronan BLBI ‘Menyerahkan Diri’

Ilustrasi

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Kasus lawas bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali menyeruak seiring kabar ditangkapnya buronan perkara tersebut, pemilik Bank Modern Samadikun Hartono. Konon, dia ditangkap Badan Intelijen Negara (BIN) di Tiongkok kemarin.

Pemerintah pun sudah mengkonfirmasi perihal penangkapan tersebut. Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang dimintai komentar mengatakan, belum bisa memberi keterangan detil. Namun, politikus PDIP itu menggunakan kata-kata ‘penyerahan diri’, bukan penangkapan.

”Terkait penyerahan diri tersangka kasus BLBI Samadikun Hartono akan ditangani sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” ujarnya melalui pesan singkat kepada wartawan tadi malam (15/4).

Sebelumnya, saat ditanya usai rapat kabinet terbatas terkait persiapan kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Eropa sore kemarin, baik Pramono Anung maupun Juru Bicara Presiden Johan Budi SP masih enggan berkomentar. ”Belum ada arahan soal itu (Samadikun Hartono, Red),” katanya.

Hingga tadi malam, belum diketahui lokasi tepat penangkapan Samadikun. Detil keterangan apakah Samadikun ditangkap atau menyerahkan diri juga belum mendapat konfirmasi jelas dari intelijen maupun penegak hukum. Saat Jawa Pos menghubungi Kepala BIN Letnan  Jenderal (Purn) Sutiyoso, telepon tersebut diangkat.

Namun, saat ditanya terkait penangkapan Samadikun, ternyata dibalik telepon itu mengaku ajudannya. ”Maaf, Pak Sutiyoso sedang rapat penting. Soal Samadikun belum bisa menjawab. Nanti setelah rapat ya,” terangnya. Sayang, setelah beberapa menit kemudian, handphone Sutiyoso tidak aktif.

Bagian lain, Kadiv Hubungan Internasional Irjen I Ketut Untung Yoga justru belum mengetahui adanya penangkapan terhadap Samadikun. Bila benar-benar tertangkap, tentunya Samadikun akan diserahkan ke Polri dan akan segera dipulangkan ke Indonesia.

”Saya belum dengar informasinya,” paparnya.

Kejaksaan Agung (Kejagung) yang juga bertugas mencari buronan juga masih berupaya untuk mengetahui penangkapan tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto menuturkan bahwa pihaknya masih terus berupaya. Tapi, kemungkinan lembaga lain yang melakukan penangkapan tersebut.

”Kami belum mengetahuinya,” tutur dia.

Sementara itu, meski dikabarkan bahwa penangkapan tersebut terjadi di Tiongkok, rupanya lembaga perwakilan pemerintah tak diberikan informasi. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Beijing Santo Darmosumarto. Saat dikonfirmasi, dia mengaku harus mengecek tiga lembaga perwakilan sendiri untuk mengonfirmasi kabar tersebut.

“Saya baru tahu tentang kabar ini dari media. Setelah, itu saya langsung berkomunikasi kepada pihak di KJRI (Konsulat Jenderal RI) Guangzhou, Shanghai, dan Hongkong. Namun, tidak ada yang mendapatkan info terkait kejadian ini,” terangnya saat dihubungi Jawa Pos.

Dengan pernyataan tersebut, ada beberapa kemungkinan yang muncul. Pertama, operasi ini dilakukan antara dua lembaga aparat tanpa memanfaatkan bantuan lembaga diplomasi Indonesia. Atau, oknum diplomat terkait diminta untuk merhasiakan terkait penangkapan tersebut. Sayangnya, Santo menolak untuk menanggapi asumsi tersebut.

“Saya tidak mau berspekulasi terkait hal ini. Yang jelas, saat ini hasil dari komunikasi saya adalah  tidak ada informasi tentang penangkapan yang bersangkutan,” tegasnya.

Kilas Balik Kasus

Komisaris Utama Bank Modern, Samadikun Hartono, menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 2,557 triliun. Kejahatannya melakukan penyimpangan dana BLBI sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp169,472 miliar.

Setelah menjalani pengadilan, dia divonis 4 tahun penjara. Upaya eksekusi putusan MA pada Mei 2003 gagal karena Hartono kabur. Info terakhir dari Kejaksaan Agung, Hartono tinggal di Apartemen Baverly Hills Singapura. Dia juga punya pabrik film di Tiongkok dan Vietnam.

Nama Hartono diabadikan menjadi nama jalan Hartono Raya di perumahan Modernland, Tangerang, yang masih terkait dengan Bank Modern karena di bawah induk Grup Modern. Samadikun Hartono diduga kabur dengan memanfaatkan hak berobat ke Jepang selama 14 hari yang diberikan Kejaksaan Agung. (JAWA POS/JPG)