Komnas HAM Tanyakan Penanganan Gafatar

Kata Gubernur, Gafatar Masuk Tanpa Permisi

DIKUNJUNGI KOMNAS HAM. Gubernur Cornelis memberikan penjelasan kepada Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai terkait penanganan HAM di Kalbar dalam pertemuan di Praja I Kantor Gubernur, Rabu (13/4). HUMAS PEMPROV for RAKYAT KALBAR

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kemarin, rombongan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dipimpin Komisioner Natalius Pigai menemui Gubernur Kalbar Cornelis. Mereka bertanya soal penanganan evakuasi dan inventarisasi aset bergerak serta tidak bergerak anggota Gafatar yang masih ada di Kalbar.

Cornelis menjawab dengan tegas, tindakan pihaknya sudah sangat manusiawi. Evakuasi Anggota Gafatar memang harus dilakukan sesegera mungkin karena resistensi tinggi dari rakyat. Juga mencegah jatuhnya korban jiwa.

“Saya siap diadu ke Komnas HAM Jika memang ada pelanggaran HAM dalam penanganan Evakuasi Anggota Gafatar, tetapi mereka (Anggota Gafatar) juga melanggar HAM karena masuk rumah orang tanpa permisi,” tegasnya dalam pertemuan dengan Komnas HAM di Praja I Kantor Gubernur, Pontianak, Rabu (13/4).

Dijelaskan Gubernur, tindakan tersebut ditetapkan melalui Keputusannya bernomor 77 dan 78/BPBD/2016 tentang Penetapan dan Pembentukan Komando Status Tanggap Darurat Penanganan Bencana Pengungsi Akibat Pengikut Organisasi Gerakan Fajar Nusantara di Kalimantan Barat. Berdasarkan Laporan Satgas, sebanyak 5.606 dipulangkan dan enam jiwa tinggal di Pontianak. Pemulangan dilakukan melalui udara dan laut.

“Semua dilakukan sangat manusiawi. Dengan menyewa Kapal Perang TNI, pesawat komersil, dan kapal penumpang yang biayanya ditanggung Pemprov Kalbar mencapai Rp4 Miliar lebih. Termasuk menyiapkan makanan dan pakaian selama ditampung di Markas Perbekalan dan Angkutan Kodam XII Tanjungpura,” papar Cornelis.

Komnas HAM juga mempertanyakan masalah transmigrasi, kriminalisasi perusahaan terhadap masyarakat lokal di Kalbar. Serta, yang tidak kalah penting masalah tapal batas antardesa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi.

Cornelis menjawab soal ini, ia mengatakan sudah membentuk tim untuk penyelesaian tapal batas dengan leading sektor Biro Pemerintahan Setda Kalbar. “Terkait transmigrasi di Kalimantan Barat, itu bukan urusan wajib Pemerintah Provinsi. Itu terkait bupati mau menerima atau menolak, itu urusan masing-masing,” tukasnya.

Namun, lanjut dia, Pemprov Kalbar meminta agar penanganan transmigrasi tak berbasis proyek. Transmigran seharusnya tak ditempatkan di lahan gambut, seperti di Kubu Raya. Harus ada pertimbangan keperluan air bersih, jalur transportasi, dan pendidikan anak-anak transmigran.

“Soal permasalahan perusahaan dengan masyarakat lokal, kami telah menegaskan agar perusahaan juga ikut andil dalam menyejahterakan masyarakat lokal,” tutup Cornelis.
Mendengar hal itu, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengapresiasi kebijakan Pemprov Kalbar. Bahkan, Natalius meminta Gubernur Cornelis menjadi motor gerakan sosialisasi HAM di Kalbar hingga ke desa-desa.

Terkait penanganan aset Gafatar, pihaknya akan menginventarisir aset bergerak seperti kendaraan. Yang tidak bergerak seperti tanah akan dikaji regulasinya, apakah perolehan tanah tersebut sesuai UU Agraria.

Natalius menjelaskan, pihaknya setiap tahun menerima ribuan laporan dugaan pelanggaran HAM dari seluruh provinsi di Indonesia. “Maka kami datang untuk melakukan pembahasan perkembangan kasus demi kasus,” tuturnya. Untuk Kalbar, saat ini ada 200-an laporan kasus yang masuk ke Komnas HAM.

Beberapa hal yang diminta Natalius kepada Pemprov Kalbar adalah mengambil langkah-langkah meminimalisir tindakan pelanggaran HAM atas hadirnya perusahaan sawit atau perusahaan lain yang relasinya langsung dengan masyarakat sekitar.

“Khususnya terkait dengan tanah,” tukasnya. Mengenai transmigrasi, Komnas HAM ingin memastikan transmigran yang sudah ada mendapat jaminan sosial ekonomi.

 

Laporan: Isfiansyah

Editor: Mohamad iQbaL