eQuator.co.id – Ngabang-RK. Pupus sudah harapan Dewan Guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Ngabang, Landak. Kemarin, atasan mereka, Sabirin, ditetapkan sebagai tersangka kasus perdagangan kunci jawaban Ujian Nasional (UN) 2016.
“Mendengar kabar itu (Sabirin terlibat jual beli kunci jawaban UN,red), kami (Dewan Guru,red) memang kaget, karena kami tidak tahu. Setelah selesai UN, baru kami dengar kabar itu,” tutur Wakil Kepala Bidang Kurikulum, Wiwin Susilawati, ditemui sejumlah wartawan di MAN 2 Ngabang, Jumat (8/4).
Imbuh dia, “Semoga ini hanya dugaan saja, dan itu tidak benar atau tidak terbukti”.
Menurut Wiwin, pelaksanaan UN di MAN Ngabang sendiri berjalan lancar. “Ada pihak kepolisian yang berjaga-jaga. Naskah soal semua tersimpan di brankas kepala sekolah (Kepsek) dan dijaga ketat,” bebernya.
UN berakhir Rabu (6/4) lalu, proses belajar mengajar di MAN Ngabang kini berjalan seperti biasa meski kasus hukum yang menimpa kepala sekolah mereka membayangi. “Pagi kemarin (7/4), Pak Sabirin masuk sekolah seperti biasanya. Tapi tidak lama kemudian Pak Sabirin bilang ke saya kalau dia mau ke Pontianak. Katanya mau ke Kanwil Kemenag Kalbar,” ujar Wiwin.
Meskipun diterpa masalah, aktivitas belajar mengajar di sekolah tersebut berjalan seperti biasa. “Semua peserta didik yang masuk sekolah kelas 10 dan 11. Sedangkan peserta didik kelas 12 yang baru selesai melaksanakan UN diliburkan sambil menunggu pengumuman kelulusan UN,” tutupnya.
Mungkin harapan tinggal harapan. Menyusul penangkapan tiga tersangka pedagang kunci jawaban UN bernama Saiman, Karang Yudi Satrio, dan Febri, status Sang Kepala Sekolah meningkat dari saksi menjadi tersangka. Saiman, Yudi, dan Febri, mendapatkan kunci jawaban itu dari Sabirin.
“Saiman, Karang Yudi Satrio, dan Febri, datang ke Ngabang. Mereka membayar Rp25 Juta, dimana pembayaran secara langsung Rp15 juta dan transfer Rp10 juta. Semua uang ini diberikan kepada kepala sekolah (Sabirin,red),” jelas Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat, dalam jumpa persnya kepada sejumlah wartawan, kemarin.
Setelah menyetorkan pembayaran kepada Sabirin, tiga tersangka lainnya mendapat sejumlah kunci jawaban. “Kunci Jawaban inilah yang dijual kepada sejumlah siswa yang ada di Kota Pontianak,” ungkapnya.
Kunci jawaban itu dilego berkisar Rp100-150 ribu mencakup tiga mata pelajaran yakni Bahasa Indonesia, Geografi, dan Matematika. “Ada 85 siswa di Kota Pontianak positif membeli jawaban tersebut dari pelaku, dimana kita sendiri mengamankan barang bukti uang sekitar Rp8 juta lebih dari tiga tersangka,” beber Ade.
Setelah pengusutan lebih dalam, Kapolresta menyatakan, akurasi kunci jawaban itu mencapai 80-85%. “ Jika soal ada 40, maka jawaban yang dijual itu mampu menjawab dengan benar sebanyak 33 sampai 35 soal,” paparnya.
Namun, lanjut Ade, Sabirin membantah keterlibatannya dalam kasus ini. Bagi dia, sah-sah saja bantahan tersebut, yang jelas polisi memiliki bukti cukup menetapkan Sabirin sebagai tersangka.
“Ada bukti transfer dari tiga penjual kepada kepala sekolah itu yang sudah kita amankan. Kemudian barang bukti lainnya berupa kunci jawaban yang didapat dari tangan kepala sekolah tersebut,” tutur dia.
Ade menjelaskan, pihaknya masih terus mendalami empat tersangka yang telah ditahan itu. Sebab, diduga kuat perdagangan jual beli kunci jawaban dokumen rahasia negara tersebut telah berlangsung sejak UN tahun lalu.
“Kita juga menyelidiki apakah ada pembocoran di daerah lain atau tidak yang berkaitan dengan mereka ini. Sejauh ini penjualan jawaban UN masih di Pontianak,” ucapnya.
Apakah ada indikasi keterlibatan guru atau pegawai MAN 2 atau tersangka lainnya? Ade menjawab, “Seperti apa yang saya katakan bahwa kasus ini masih dalam pendalaman”.
Yang pasti, kini Sabirin, Saiman, Yudi, dan Febri dijerat Pasal 322 KUHP. “Ancaman hukuman pembongkar rahasia negara selama sepuluh bulan penjara,” demikian Ade.
BUAT TIM VERIFIKASI
Sementara itu, Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kalbar menyerahkan kasus transaksi kunci jawaban UN ini kepada yang berwajib. “Kemenag perlu juga menyiapkan tim verifikasi,” kata Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Kalbar, Syahrul Yadi, via telpon kepada Rakyat Kalbar, kemarin.
Tim verifikasi yang disiapkan pihaknya bukan mengintervensi penyidikan polisi, hanya untuk mencari tahu kejadiannya secara lengkap dan pasti. “Jangan Kemenag juga langsung (memutuskan,red). Artinya, siapapun lah ya punya hak membela, dalam arti bukan membela yang salah tapi mencari kebenaran yang sebenar-benarnya dalam rangka membantu tugas kepolisian,” paparnya.
Syahrul yang saat dihubungi sedang mengikuti kegiatan Kemenag di Melawi ini mengaku bahwa belum terlalu mengikuti perkembangan kasus ini melalui pemberitaan media. “Belum membaca lebih lanjut, tapi yang pasti ini masih dugaan semua kan, yang mudah-mudahan tidak benar,” harapnya.
Dia enggan berandai-andai. “Artinya begini, kita serahkan pada regulasi yang ada seperti apa, kan ada pertimbangan khusus untuk itu. Tapi kalau itu benar, itu sebuah pelanggaran. Dan kita, siapa pun orangnya sangat menyayangkannya. Tidak boleh seperti itu,” tutur Syahrul.
Pun demikian dengan sanksi yang bakal menimpa Sabirin. Syahrul tak mau mereka-reka jika Sang Kepala Sekolah terbukti berkomplot dengan para tersangka. “Untuk sanksi begini, sampai saat ini saya belum berpengalaman. Makanya, saya sebenarnya tidak berani jawab itu, karena riskan sekali. Nanti proses verifikasi dulu, berat-ringannya (sanksi) ditentukan kemudian,” paparnya.
Laporan: Antonius, Achmad Mundzirin, dan Fikri Akbar
Editor: Mohamad iQbaL