Segelintir Pelajar di Sekadau Bolos UN

Ada Yang Hamil dan Bikin Hamil

Ilustrasi

eQuator.co.id – Sekadau-RK. Ujian Nasional (UN) SMA hari pertama di Kalbar umumnya lancar-lancar saja, meski memang ketidakhadiran segelintir peserta mewarnai tes akhir tersebut di sejumlah kabupaten/kota. Salah satunya, di Sekadau. Usut punya usut, beberapa diantara pelajar di sana kembali mengalami persoalan moral.

“Memang tidak banyak, tapi ada yang tidak hadir,” tutur Djemain Burhan, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Sekadau, menjawab Rakyat Kalbar, di sela meninjau pelaksanaan UN di beberapa sekolah setempat, Senin (4/4).

Walau tidak merinci jumlahnya, Djemain memastikan hal itu terjadi di beberapa sekolah. “Misalnya di salah satu sekolah ada tiga pelajarnya yang bermasalah dengan moral,” bebernya.

Ia menyerahkan pengambilan kebijakan terhadap pelajar yang tidak ikut UN karena persoalan moral tersebut kepada pihak sekolah. “Yang perempuan itu karena sudah hamil lebih dari 4 bulan. Sedangkan yang laki-laki, karena menghamili wanita lain. Orangtua wanita minta pertanggungjawaban hingga menuntut mereka untuk dinikahkan,” ulas Djemain.

Selain masalah amoral, satu pelajar dari SMKN 1 Sekadau juga tidak bisa ikut UN. Pelajar tersebut terlambat datang sekolah karena terjebak banjir.

“Untuk pelajar yang terjebak banjir itu akan diberikan UN ulangan khusus kepada yang bersangkutan pada Senin pekan depan. Itu harus kita lakukan karena faktor alam,” tukasnya.

Dikonfirmasi terpisah, kepala sekolah yang diketahui ada pelajarnya membolos karena persoalan moral mengakui jika pihaknya sudah berusaha menghubungi pelajar bersangkutan untuk tetap ikut UN. “Tapi mungkin karena malu, jadi mereka tidak mau ikut,” ucap Sang Kepala Sekolah.

Diakuinya, di sekolahnya ada 282 pelajar yang terdaftar sebagai peserta UN. Karena tiga orang absen, maka jumlahnya pun menjadi 279 orang. Pada prinsipnya, lanjut dia, pihaknya tidak melarang muridnya yang mengalami permasalahan moral untuk ikut UN. Juga tidak bisa memaksa.

“Terpulang kepada mereka lah, mereka mau ikut atau tidak. Tapi ada juga orangtuanya yang malu,” tuturnya.

Kendati begitu, tetap diharapkan pelajar tersebut punya ijazah. “Makanya kita menyarankan agar mereka ikut ujian melalui paket C,” tukas Sang Kepala Sekolah.

Di Sekadau, ada 21 SMA/sederajat. Dari jumlah itu, 15 diantaranya menjadi penyelenggara UN karena ada beberapa sekolah yang menginduk ke sekolah lainnya. Dari data Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Sekadau, 1.976 pelajar tingkat SMA di Sekadau yang terdaftar sebagai peserta UN.

PERKETAT PENGAWASAN

Sejumlah tokoh agama setempat prihatin dengan tak ikutnya sejumlah pelajar yang hamil maupun menghamili hingga tidak bisa mengikuti UN. Kondisi tersebut disebabkan banyak faktor.

“Satu diantaranya pendidikan agama dan moral yang minim didapat para pelajar,” nilai Pastor Kristianus CP, Pastor Paroki Santo Petrus dan Paulus Sekadau, saat dimintai tanggapannya.

Di sekolah-sekolah, terutama sekolah negeri, jam pelajaran agama dan moral seperti PKN, sangat minim. Padahal dua pelajaran itu sangat penting bagi pendidikan moral para pelajar.

“Dalam satu minggu, mungkin hanya satu atau dua jam pelajaran agama yang diberikan. Demikian juga dengan pendidikan moral,” imbuhnya.

Untuk mensiasati itu, Pastor Kris meminta para guru untuk lebih kreatif saat mendidik keagamaan para anak didiknya. Guru seharusnya meluangkan waktu lebih di luar jam sekolah reguler.

“Guru harus bisa mencari waktu luang untuk memberikan pendidikan agama kepada anak didiknya. Misalnya di hari Minggu dilakukan kebaktian atau hal lainnya,” ucap dia.

Pastor Kris juga mengharapkan para guru melakukan pengawasan yang ketat terhadap para muridnya. Jika memang ada yang berubah dari perilaku Sang Murid, harus ditanyakan dan dinasehati.

Orangtua, lanjutnya, juga harus ikut memberikan perhatian ekstra terutama terhadap mereka yang berasal dari kampung. “Jangan sampai anak yang di sekolah di Kota tidak pernah dijenguk dan diberikan ongkos,” papar Pastor Kris.

Senada, Ustad Kaharudin. Ia menilai pelajar hamil dampak dari makin longgarnya nilai-nilai agama dan nilai etika, termasuk adat istiadat yang dipahami masyarakat. “Karenanya, harus ada pengutana peran, terutama orangtua dalam menambahkan nilai agama dan etika kepada anak-anaknya,” ucap dia.

Ia juga mengingatkan agar pergaulan remaja diawasi lebih ketat. “Saya lihat sekarang masyarakat cenderung bersikap apatis, masa bodoh. Kadang lihat biasa saja jika ada remaja berduaan di tempat sepi. Masyarakat mulai tidak peduli,” tutur pria yang juga menjabat Kepala Tata Usaha Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Sekadau itu.

Lebih parah lagi, lanjut Kahar, sebagian masyarakat kurang sadar atau kurang paham bagaimana menjadi orangtua yang baik. “Bahkan jika ada yang menegur anaknya berbuat tidak senonoh, orangtua itu justru memarahi orang yang menegur anaknya,” bebernya.

Peran lembaga-lembaga adat, tambah dia, juga tidak boleh melempem. Sebab, dalam adat istiadat, juga ada nilai-nilai moral. “Jangan hanya mengutamakan penegakan sanksi hukum adat saja,” tuntas Kahar.

Laporan: Abdu Syukri

Editor: Mohamad iQbaL