eQuator.co.id – Demo besar-besaran para supir taksi yang berlangsung kemarin, ikut membawa dampak bagi perusahaan penyedia jasa transportasi PT Blue Bird Tbk. Sebab, sejumlah pengemudi taksi berlogo burung biru tersebut terlihat ikut berpatisipasi dalam demo yang berujung pada perbuatan anarkis tersebut. Beberapa pengemudi taksi Blue Bird pun menjadi korban dalam aksi sweeping, akibat menolak ikut berdemo.
Perusahaan taksi terbesar di Indonesia itu pun menyadari tindakan-tindakan anarkis yang dilakukan oknum pengemudinya bisa membahayakan perusahaan yang sudah melantai di bursa tersebut. Karena itu, sebagai salah satu upaya untuk mengompensasi kerugian masyarakat akibat demo anarkis tersebut, PT Blue Bird menggratiskan tarif taksi reguler di kawasan Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok, sepanjang hari ini. “Hari Rabu tanggal 23 Maret, selama 24 jam (biaya taksi reguler gratis) di kawasan Jakarta dan sekitarnya,”papar Komisaris Blue Bird Tbk Noni Sri Aryati Purnomo di Kantor Blue Bird, kemarin (22/3).
Noni juga menegaskan, pihaknya siap menerima laporan jika ada pengemudi Blue Bird yang meminta bayaran kepada penumpang, hari ini. Dia berjanji akan menindak tegas pengemudi nakal tersebut. “Laporkan saja kalau ada sopir yang bandel dan masih meminta bayaran. Kita akan tindak tegas, catat namanya,”tegas Noni.
Terkait demo anarkis yang dilakukan pengemudi taksi, termasuk Blue Bird, Noni mengaku menyesalkan hal tersebut. “PT Blue Bird Tbk turut prihatin atas kegiatan demonstrasi yang terjadi mengingat hal tersebut sangat menganggu kegiatan transportasi masyarakat yang melaksanakan kegiatan dan aktivitas mereka,”paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Noni pun membantah tegas bahwa pihaknya ikut terlibat dalam menggerakkan para pengemudi taksi Blue Bird untuk berdemo. Dia menekankan bahwa para oknum pengemudi Blue Bird yang berunjuk rasa tersebut adalah para pengemudi yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat. “Kita tidak mungkin menyuruh pengemudi ikut demo. Kita juga sudah mengingatkan itu sejak hari Minggu (20/3). Mereka juga bukan serikat pekerja Blue Bird, tapi mereka itu yang bergabung dengan Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat, jadi bukan hanya taksi,”tegasnya.
Noni juga mengungkapkan, pihaknya tidak segan menindak tegas para oknum pengemudi Blue Bird yang terlibat dalam tindakan-tindakan anarkis yang melanggar hukum saat berdemo. Dia mengaku akan melakukan investigasi untuk mencari para oknum pengemudi tersebut. “Kami akan adakan investigasi, sesuai prosedur kita. Selanjutnya pasti kami serahkan pada pihak kepolisian,”katanya.
Sementara bagi pengemudi Blue Bird yang menjadi korban dalam demo anarkis tersebut, Direktur PT Blue Bird Tbk Andrianto Djoksoetono menguraikan bahwa pihaknya membebaskan setoran bagi para korban. Pihaknya juga akan menanggung biaya pengobatan para pengemudi yang menjadi korban tersebut. “Kita juga memperhatikan kesejahteraan pengemudi, jadi kami jamin kerusakan yang terjadi akibat aksi anarkis para pendemo tersebut. Tapi pembebasan setoran ini tidak diberikan pada pengemudi yang ikut demo,”tegasnya.
Sekjen Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono sangat menyayangkan demo yang dilakukan para sopir taksi disertai dengan tindakan anarkis. Oleh sebab itu pihaknya meminta maaf kepada seluruh masyarakat dan pengguna transportasi atas terjadinya kejadian itu.”Kami mohon maaf demo itu membuat kenyamanan masyarakat terganggu dan perjalanan terhambat,” ujarnya.
Sebelumnya, Organda telah mengingatkan para pendemo agar melakukan unjuk rasa secara tertib dan simpatik, bukan anarkis seperti kejadian kemarin. Sebab secara organisasi, Organda telah menyampaikan tuntutan para sopir taksi ke pemerintah.”Ini karena apa yang kami sampaikan tidak direspon baik oleh pemerintah. Akhirnya mereka bilang akan turun ke jalan,” tukasnya.
Ateng menegaskan bahwa demo yang dilakukan para sopir taksi itu dilakukan atas nama pribadi bukan terorganisasi dibawah Organda. Namun dia tidak menampik bahwa aksi demo itu telah dilaporkan ke Organda sebelumnya.”Mereka tidak puas dengan keputusan pemerintah pada demo yang pertama (tanggal 14 Maret lalu). Tuntutannya sama, minta kesetaraan perlakuan,” tegasnya.
Dia menerangkan, taksi konvensional tidak bisa bersaing dengan taksi online karena tarifnya sudah ditentukan oleh pemerintah. Disisi lain, taksi pada umumnya harus mematuhi berbagai aturan yang berlaku seperti melakukan kalibrasi argometer setiap enam bulan sekali.”Sementara transportasi online bebas menentukan tarif semau mereka. Otomatis kalah,” jelasnya.
Sementara itu, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan rating TAXI dari single idA menjadi idA-. Begitu pula dengan Outlook perseroan dari posisi stabil menjadi negatif. Penurunan tersebut akibat Munculnya keberadaan bisnis transportasi online.
“Peringkat berlaku untuk perusahaan dan obligasi 1 tahun 2014. Peringkat berlaku pada periode 8 Maret 2016 hingga 1 Maret 2017,” tutur Analis Pefindo Yogie Surya Perdana di Jakarta, Selasa, (22/3).
Yogie menjelaskan, penurunan peringkat berdasarkan fundamental kinerja keuangan Express yang menurun lantaran terjadi persaingan pasar yang ketat di industri taksi. Dia menambahkan, tingkat penggunaan atau utilisasi armada Express turun dari 90 persen pada 2014 menjadi 70 persen pada 2015. Express dan operator taksi resmi lainnya menghadapi persaingan yang tidak biasa karena kompetitor bisa memberikan diskon harga.
Meskipun profil armada Express baik serta cakupan jaringan yang luas, kata Yogie, namun keberadaan transportasi berbasis online cukup menghantam target pendapatan pengemudi pada perusahaan yang akhirnya berdampak pada kinerja keuangan perseroan.
“Tidak hanya di Indonesia, diluar negeri pun kondisinya sama. Penumpang menurun, yang berimbas pada Ketidakmampuan driver melunasi kewajiban ke perusahaan Rp 285 ribu perhari. Hal itu tercermin di keuangan perusahaan dan secara bisnis tertekan,” tuturnya.
Yogie juga memaparkan, peringkat akan diturunkan lagi jika perusahaan gagal dalam mencapai target pendapatan dan EBITDA, dan pada saat yang bersamaan, struktur permodalan dan proteksi atau arus kas perusahaan memburuk.
“Peringkat juga bisa berada di bawah rekanan jika kami melihat ada tekanan lebih lanjut pada likuiditas karena ketidakmampuan perusahaan untuk mengkonversi pikiran usaha, terutama dari supir, menjadi uang tunai, dan jika terdapat tambahan utang melebihi proyeksi,” ucapnya.
Yogie menambahkan, Outlook akan menjadi stabil jika perusahaan dapat memperbaiki struktur permodalan dan arus kas secara berkelanjutan. Serta jika ada kejelasan regulasi mengenai keberadaan transportasi online yang diharapkan dapat bersaing dengan sehat.
“Kita lihat mobile based application saat ini belum ada regulasi jelas yang mengatur. Selama belum jelas baik dari kementerian maupun dari perhitungannya apakah perusahaan online bisa digunakan sebagai transportasi umum. Kalau perusahaan seperti ini beroperasi terutama taxi dan bird akan terpukul terus,” ujarnya.
Rektor Universitas Paramadina Firmanzah menyarankan agar Kementerian Perhubungan segera duduk bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengatasi persoalan angkutan umum konvensional versus online.
“?Saya rasa konsumen tidak bisa disalahkan. Konsumen akan mencari sarana-sarana yang terjangkau, memudahkan, dan aman, kalau dulu memang tidak ada alternatif, tapi sekarang ada yang berbasis online, sehingga ini perlu dirumuskan bersama pengaturanya,” tutur Firmanzah, Jakarta, Selasa (22/3).
Menurut Firmanzah, penutupan akses transporasi berbasis online bukan sesuatu solusi yang tepat? karena tidak dapat dipungkiri masyarakat saat ini membutuhkan moda transportasi tersebut.
“?Harusnya di awal-awal sudah diundang (pengusaha transporasi konvensional dan online) untuk cari solusi bersama, karena Kemenhub mengikuti tata aturan perundang-undangan, sementara ada masyarakat bergerak di luar aturan itu,” ucapnya.
Namun demikian, perlu dibuat regulasi dan peraturan oleh kementerian terkait guna mencegah terjadinya kecemburuan antara pengelola transportasi konvensional dengan transportasi online. Artinya, peraturan tersebut bisa mengakomodasi setiap pihak bukan mencegah pihak yang lainnya.
“Sebenarnya persoalan ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di Perancis pernah mengalami hal yang sama. Jadi sempat ada protes supir taksi konvensional ke supir taksi online. Tapi saya rasa dicegah ya tidak, mungkin karena kalau ditutup sama saja memblokir akses keseluruhan,” jelas dia.
Regulasi tersebut, lanjut dia, juga diharapkan dapat memberi win-win solution agar semua perusahaan tersebut bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. Karenanya, Kemenhub serta Kemenkominfo harus mencarikan solusi yang tepat.
“Artinya taksi konvensional sudah bisa jalan. Transportasi digital juga bisa dirasakan masyarakat. Kemenhub dan Kemenkominfo harus duduk bersama bagaimana mengatur ini. Karena masalah ini juga harus melihat dari UU terkait transportasi publik,” jelasnya (ken/wir/dee)