eQuator.co.id – Air yang menggenangi pemukiman di Tahtul Yaman tidak hanya menimbulkan kesusahan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah ini. Karena ke mana-mana harus menggunakan sampan. Tapi ada juga yang meraih berkah karena bisa meraup rupiah. Yoga Pratama ini misalnya. Ia memanfaatkan kondisi untuk menjadi ojek sampan. Bagaimana ceritanya?
ZAINUR RIZAL, Jambi
AIR naik, istilah warga Seberang Kota Jambi tepatnya di Kelurahan Tahtul Yaman. Tapi bagi orang awam yang datang, kondisi ini sudah bisa dikatakan banjir. Banjir ini tidak sepanjang tahun. Hanya di musim hujan ini saja.
Karena pekarangan tidak bisa dilalui seperti biasa. Untuk melakukan aktivitas sehari-hari masyarakat terpaksa menggunakan sampan. Nah, bagi yang tidak memiliki sampan, ojek sampan salah satu yang bisa dipilih sebagai transportasi pilihan.
Salah satu yang memilih menjadi ojek sampan ini adalah Yoga Pratama. Ia masih duduk di bangku SD. Namun kemampuannya mengayuh sampan tidak kalah dengan orang dewasa. Bahkan, ia mampu mengayuh sampan kecilnya di kedalaman air yang hampir dua meter.
Saat itu, kami pun mencobanya. Saya berdua dengan fotografer kami diajaknya berkeliling di kawasan ini. Dengan cekatan tanpa pengaman seperti pelampung ia membawa kami. Yoga hanya mengenakan baju kaos dan celana jeans. Tanpa penutup kepala.
Saat diwawancarai, Yoga mengatakan jika dirinya bisa sedikit tersenyum meski daerahnya bermukim digenangi oleh air hingga ketinggian 3 meter lebih. Sepulangnya dari sekolah anak pertama dari keluarga Dedi Dalmudi ini, segera menanggalkan seragam sekolahnya dan segera mengambil dayung untuk mengendalikan sampan yang telah terparkir di tangga depan rumahnya.
Ia sering mangkal di tepi Jalan K.H.A Tomo Tahtul Yaman. Yoga menunggu pelangganya untuk minta diantarkan menuju rumah atau kerabatnya yang berada di kawasan RT 11 dan RT 12 Kelurahan Tahtul Yaman.
Dari setiap pelanggannya yang menggunakan jasa ojeknya, Yoga memasang tarif minimal Rp 2.000 tergantung jarak yang akan ditempuh. Dari penghasilanya, tidak semuanya dihabiskannya untuk jajan di sekolah. “Selain itu besok uangnya saya gunakan untuk membeli jajan dan sisanya untuk saya tabung,” Kata yoga.
Keahlian remaja 10 tahun tersebut ternyata diwarisinya dari sang ayah yang juga menawarkan jasa yang sama. Namun, ayahnya untuk melintasi Sungai Batanghari. “Ayah juga bekerja sebagai penawar jasa penyeberangan menuju pasar,” ungkapnya.
Dayungan demi dayungan diringi dengan senyuman, panas yang terikpun lepas saat pelanggannya memberikan imbalan dari jasanya. “Saya tidak malu, saya bakalan malu kalau itu tidak halal tapi saya kerjakan Bang,” tambahnya. Sempat dilarang dengan orang tuanya, namun Yoga tetap ingin ngojek untuk sedikit membatu orang tuanya meski baru bisa untuk membeli jajannya setiap hari. (*/nid)