Oknum Jaksa Sekadau Diduga Punya ‘Paket’ Senyap Perkara

Dewan Martinus Sudarno Menuding:

Martinus Sudarno

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Kalbar, Martinus Sudarno, naik darah setelah mendengar aduan konstituennya di Kabupaten Sekadau ihwal aksi oknum jaksa yang diduga doyan memeras kontraktor setempat.

“Waktu saya reses, banyak teman-teman mengeluh ke saya,” beber Martinus Sudarno kepada wartawan, di komplek DPRD Provinsi Kalbar, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Pontianak Selatan, Senin (14/3).

Menurut dia, akibat ulah tak terpuji oknum jaksa tersebut, di kabupaten berjuluk Bumi Lawang Kuari itu, banyak panitia lelang dan konsultan proyek ogah mengerjakan tugasnya. Takut.

“Biasanya tengah mengerjakan suatu proyek malah dipanggil jaksa terus. Bahkan belum kerja saja sudah ada yang dipanggil jaksa,” sesalnya.

Dewan Kalbar dari Dapil Sanggau-Sekadau ini berpendapat, kebiasaan oknum Korps Adhyaksa itu muncul setelah sejumlah kontraktor yang gagal mendapatkan proyek ‘memanas-manasi’ mereka. “Ada yang kalah tender terus lapor ke jaksa,” sebut pria yang karib disapa Darno itu.

Ia mengatakan, cara-cara yang digunakan pun tak beretika. Asal panggil tanpa surat resmi dari lembaga kejaksaan. “Masak mau manggil kontraktor pakai mulut orang. Harus pakai surat lah, sesuai dengan proses hukum. Jangan asal panggil seperti orang di warung kopi,” geramnya.

Jadi, Darno berkesimpulan, kerja oknum jaksa di Sekadau tak sesuai dengan UU. “Proyek kan baru bisa diperiksa jika sudah selesai dikerjakan. Banyak masyarakat kita belum mengerti hukum, jadi bisa dibohongi jaksa-jaksa itu. Geram saya,” lugas dia.

Ia mewanti model jaksa-jaksa semacam itu, jangan lagi berani-berani ‘menyetrum’ masyarakat dalam hal ini kontraktor. Sebelum jaksa turun tangan, ada Inspektorat dan Badan Pengawas Keuangan (BPK) yang memeriksa suatu proyek.

“Kontraktor itupun tidak bisa langsung dipanggil. Tunggu hasil audit keluar dulu. Misalnya ditemukan salah administrasi dan kekurangan pengerjaan. Kontraktor pasti diberi tenggat waktu untuk melengkapi administrasi dan memperbaiki kerjaan mereka,” jelas Darno.

Apabila temuan inspektorat dan BPK tidak ditindaklanjuti oleh kontraktor, barulah bisa dikatakan bersalah karena ditemukan kerugiaan negara. “Kalau diminta perbaiki tapi tidak dikerjakan, baru bisa diproses hukum. Kita mau jaksa itu kerja sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku,” serunya.

Darno mengungkapkan, modus yang dipakai jaksa selama ini adalah mencari-cari kesalahan dan menakuti orang. Setalah warga merasa takut, oknum jaksa pun akan menawarkan ‘paket’. Ada tiga ‘paket’ yang ditawarkan oknum jaksa.

Pertama, perkara dilanjutkan dengan pasa-pasal berlapis. Jaminannya, kontraktor hanya akan dipanggil secara lisan saja. Kedua, perkara diendapkan tapi sewaktu-waktu bisa dimunculkan ke publik. Ketiga, berkas perkara dicabut dan kasus tidak ditindaklanjuti. Masing-masing paket punya tarif yang berbeda.

“Teman-teman tidak mau menceritakan berapa ongkos setoran. Yang jelas, cabut berkas lebih besar biayanya,” beber Darno.

Menindaklanjuti temuan ini, ia mengimbau seluruh masyarakat Sekadau dan Kalbar untuk tidak takut jika oknum jaksa mengancam. “Bagi kontraktor yang dipanggil jaksa dengan cara-cara tidak sesuai hukum, jangan mau datang,” pintanya.

Mantan konsultan hukum ini menganalisa, ulah jaksa itu karena mereka terbebani dengan biaya hidup yang besar. “Dimana jaksa bertugas, sebaiknya keluarga dibawa. Supaya tidak membutuhkan biaya tinggi, ngisi dua dapur. Belum lagi biaya transportasi pulang ke rumah asal. Kalau gaji kecil, gimana mau hidup. Ujung-ujungnya meras,” duga Darno.

Selain itu, konon, ada perintah dari atasan yang terkesan tidak rasional yakni kejar target mencari perkara. “Kan aneh,” tutupnya.

 

Laporan: Deska Irnansyafara

Editor: Mohamad iQbaL