Tak Bersenjata Api, Wilayah Kerja Bakus Landai Saja

Malam Hari Windri Masih Nyanyi Pelangi Pelangi, tapi Sudah Mau Makan dan Bicara

MENJENGUK. Kapolres Melawi (berbaju merah dengan garis hitam dan putih), AKBP Cornelis MS, bersama tim psikiater dari Mabes Polri mengunjungi rumah kerabat Windri Hairin Yanti, di Desa Paal, Kecamatan Nanga Pinoh, Minggu (28/2). Dedi Irawan

eQuator.co.id – Nanga Pinoh-RK. Alasan logis Fab dan Amo dimutilasi oleh ayah kandungnya, Brigadir Petrus Bakus, masih belum terjawab. Terkini, Polres Melawi dimana Bakus bertugas telah dibantu tim psikiater dari Mabes Polri. Hanya saja, kondisi anggota Satuan Intelkam itu menyulitkan psikiater mengumpulkan data.

“Dia masih labil. Kita perlu hasil tes observasi, kira-kira pelaku klasifikasi kejiwaannya seperti apa. Ini psikater lah yang lebih tahu,” ungkap Kapolres Melawi, AKBP Cornelis MS, ditemui di rumah kerabat ibu Fab dan Amo, Windri Hairin Yanti, di Desa Paal, Kecamatan Nanga Pinoh, Minggu (28/2).

Beberapa saat setelah peristiwa keji tersebut terjadi, sebenarnya Cornelis mencoba berbicara kepada Bakus, namun anak buahnya itu hanya membisu dengan wajah tanpa ekspresi.

“Saya melihat sudah berbeda waktu itu. Cara bicara, cara pandangnya. Pandangan kosong dan ketika ditanya yang bersangkutan diam aja,” tuturnya.

Apakah tugas Bakus terlampau berat? Cornelis menampik. “Saya pikir yang bersangkutan kerja sebagai Intelkam tidak ada beban yang berat. Apalagi yang bersangkutan menjalankan kerjanya di wilayah yang landai-landai saja,” terang dia.

Imbuh Cornelis, pembinaan metal sudah sering dilakukan, pada periode tertentu pun sudah ada pembinaan rohani dengan mengundang ustad dan pendeta.

Lantas, benarkah Polres sudah mengetahui kondisi kejiwaannya sehingga Bakus tak mendapat senjata api? “Dia tidak diberikan senjata api karena memang klasifikasi wilayah kerjanya dianggap tidak membutuhkan senjata api. Dan pelaku juga tidak pernah mengajukan untuk mendapatkan senjata api,” papar Cornelis.

Terkait track record-nya di komunitas Intel, sejak berpangkat Brigadir, Bakus dinilai berdedikasi baik. Intelejensinya bagus dan tak pernah ditemui gejala gangguan jiwa pada diri Bakus.

“Selama 6 tahun melaksanakan tugas, tidak ada sedikitpun kecurigaan atau tanda tanya terhadap yang bersangkutan. Saya hapal betul karena tinggal dekat. Yang bersangkutan juga sudah di tes urine, hasilnya negatif,” bebernya.

Saat Bakus akan naik pangkat dari Briptu ke Brigadir, Cornelis yang langsung menemui dan berbicara dengannya. “Terakhir dia mengatakan siap menerima kenaikan pangkat pada Januari 2016. Saya menyematkan, tidak ada keluhan dan sebagainya,” jelas dia.

Proses yang dilakukan tim psikiater dari Mabes Polri merupakan bagian dari proses hukum terhadap Bakus. “Pemeriksaan sudah dilakukan, yang pasti  keterangan dari yang bersangkutan sudah diperoleh. Apapun itu, sudah kita input sebagai keterangan penyidikan,” tegas Cornelis.

KONDISI WINDRI MEMBAIK

Selain memeriksa Bakus secara intensif, sesuai dengan yang diinginkan keluarga Windri, tim psikiater Mabes Polri juga ditugaskan mendampingi istri Bakus tersebut. Psikiater datang bersama Cornelis menggunakan sampan karena rumah tempat Windri tinggal saat ini berada di lokasi banjir.

“Ini yang kita inginkan, ada kepedulian dari Polres terhadap ibu korban, ada pendampingan yang dilakukan oleh pihak Polres. Hari ini sudah direalisasikan pihak Polres,” ujar Budi, suami dari kakak Windri.

Di hari ketiga pascakejadian ini, kondisi Windri sudah mulai membaik. “Makan sudah mau, bicarapun sudah mau. Cuma nyanyi-nyanyi ketika mau tidur malam itu masih,” ungkapnya.

Sebelumnya, kata Budi, pascakejadian Windri tidak mau makan dan bicara. Serta selalu menyanyikan lagu Pelangi-Pelangi. “Bahkan sampai dibawa ke rumah saudaranya kondisi dia masih begitu. Sebelum ada pendampingan dari pihak psikiater, kami yang mendampingi Windri,” ucap dia.

Kapolres Cornelis, selanjutnya menyatakan, pendampingan yang dilakukan terhadap ibu korban merupakan tanggung jawab pihaknya sebab korban merupakan anak dari anak buahnya. “Pendampingan ini juga kita lakukan kepada Pelaku yang kondisinya juga belum normal. Pendampingan ini sesuai kebutuhan, artinya kalau sudah tidak dibutuhkan pendampingan, tidak didampingi lagi,” tutupnya.

Laporan: Dedi Irawan dan Sukartaji

Editor: Mohamad iQbaL