eQuator – Pontianak-RK. Gubernur Drs. Cornelis, MH mengaku evakuasi pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kalbar sangat manusiawi. Mereka dipulangkan ke daerah asalnya, menghindari bahaya dari amukan warga yang menolak kehadiran Gafatar.
“Kita lebih mementingkan keselamatan nyawa manusia,” tegas Gubernur Cornelis menyikapi tanggapan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) tentang evakuasi eks Gafatar.
Mengenai aset yang ditinggalkan eks Gafatar, akan diurus nanti. Terpenting nyawa mereka selamat. Sebagaimana penolakan ribuan warga Mempawah yang tidak bisa dikendalikan. “Itu yang berbahaya, jadi bagaimana kita menyelamatkan nyawa orang dulu,” katanya.
Dikatakan Cornelis, di Kalbar pernah terjadi konflik sosial. Banyak yang terbunuh, namun tidak ada Komnas HAM dan Kontras meributkan. Tidak pernah Kontras mencari orang hilang.
“Tidak adil namanya itu. Kita merasakan 43 tahun kita ini konflik terus, tidak pernah itu yang namanya Kontras untuk menindaklajuti adanya orang-orang hilang,” tegas Cornelis, usai memimpin Rapat Koordinasi bersama Kepala Desa, Camat, Bupati dan Walikota se Kalbar di Balai Petitih Kantor Gubernur, Rabu (27/1).
Terkait isu Gafatar akan membuat negara dalam negara, Cornelis mengatakan, dokumennya sudah diserahkan kepada aparat berwenang. Pejabat nomor satu di Kalbar itu menyarankan wartawan untuk langsung mengecek ke instansi berwenang.
Jika petisi Gafatar mau menggugat, Cornelis mengaku siap. Dia menjalankan tugas sesuai undang-undang dan mempertahankan hak dan kedaulatan masyarakat Kalbar.
“Kalimantan itu milik Dayak. Kita bergabung ke Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, karena bargaining Ideologi Pancasila dengan Presiden Sukarno. Kita masing-masing sudah punya pulau, tapi karena sudah bergabung dengan negara Indonesia, siapa pun boleh bertempat tinggal di sini (Kalbar), tapi aturan kependudukan dipatuhi dan harus tertib hukum, jangan semaunya sendiri,” tegas Cornelis.
Gubernur Cornelis mengimbau Kepala Desa, Camat dan Bupati serta Walikota, agar menjalankan undang-undang kependudukan. Terutama berkaitan dengan proses administrasi pindahnya seseorang ke wilayah tertentu di Kalbar. Sehingga seseorang atau sekelompok orang yang pindah ke Kalbar, benar-benar jelas status dan latarbelakangnya.
“Kita mengimbau kepada pemerintah desa hingga kabupaten/kota, jika mengurus perpindahan penduduk ke Kalbar, harus sesuai dengan Undang-Undang Kependudukan, yakni UU No 24 tahun 2013. Nah, di situ ada prosedur mengatur bagaimana seseorang atau keluarga itu, kalau masuk ke wilayah lain, misalnya dari Jawa ke Kalbar, ada aturan mainnya,” ungkapnya.
Gubernur Cornelis telah mengantisipasi stabilitas keamanan di wilayah kerjanya. Khususnya dari datangnya penduduk baru, namun menyimpang dari aturan-aturan sosial kemasyarakatan, bahkan ideologi negara.
“Harus ada antisipasi bagi penyimpangan terhadap aturan kependudukan yang sudah ada. Masyarakat yang baru dating, begitu mudah tanpa proses dan cross check ke daerah asalnya, namun dikeluarkan identitas baru di Kalbar,” kesal Cornelis.
Kalbar menurut Cornelis, saat ini menjadi incaran seluruh masyarakat dunia. Karena transportasi sudah lancar, hasil alam yang menjanjikan untuk kebutuhan hidup, dan akses dari berbagai penjuru mudah. Apalagi masyarakat Kalbar sendiri dengan begitu mudah menjual tanahnya, begitu ramah menerima warga yang tidak dikenal sekalipun.
“Saya tidak melarang siapa pun datang ke Kalbar. Namun orang yang benar-benar mau hidup, bukan membawa ideologi di luar Pancasila,” tegasnya.
Terkait Gafatar, mantan Bupati Landak itu meminta seluruh pemimpin wilayah di Kalbar, baik itu kepala desa sampai bupati dan walikota, mengecek kembali, apakah masih ada anggota organisasi yang belakangan membuat heboh publik itu berada di wilayah Kalbar.
“Kita minta Kepala Desa, Camat, Lurah mengecek kembali ke daerah asalnya, kalau memang dia (seseorang) pindah, jika ragu-ragu jangan diterima dan segera dievakuasi. Jika datang lagi, namun tidak sesuai aturan kependudukan, maka dipulangkan lagi,” ungkap Cornelis.
Seperti diberitakan sebelumnya, Anggota Gafatar yang berhasil diidentifikasi dievakuasi ke daerah asal mereka di Jawa menggunakan Kapal TNI AL, pesawat terbang, mencapai ribuan jiwa. Mereka dipulangkan menggunakan biaya yang dibebankan pada APBD Kalbar dan kabupaten/kota di dalamnya. Jumlahnya tak sedikit, mencapai Rp5 miliar.
Gafatar Tak Terimakasih
Bupati H. Ria Norsan MH menepis tanggapan eks Gafatar, yang kesal dengan pembakaran pemukimannya di Mempawah. “Apabila ada yang beranggapan masyarakat Mempawah tidak mempunyai perasaan, itu salah. Justru mereka (pengikut Gafatar) ditolong dievakuasi, sehingga tidak ada luka atau korban. Namun mereka sekali pun tidak ada mengucapkan terimakasih,” tegas Norsan ditemui di Kantor Gubernur Kalbar, Rabu (27/1).
Menurutnya, masyarakat membakar, ketika lokasi pemukiman eks Gafatar dalam keadaan kosong, karenamereka sudah dievakuasi. Masyarakat Mempawah menolak kehadiran mereka, karena dianggap datang tidak prosedur, tidak mau bersosialisasi, tidak mau bergaul dan sangat eksklusif. “Masyarakat tidak terima meraka, karena mengajarkan aliran sesat. Takut menular ke anak cucu, makanya masyarakat bertindak,” ujar Norsan.
Saat ini kondisi Mempawah sudah kondusif. Bahkan sudah dilakukan penyisiran. “Kalau ada penduduk di Mempawah yang ikut-ikutan, kita panggil dan dibina,” ujarnya.
Sebagai kepala daerah, Norsan mempunyai kewajiban melindungi masyarakat Mempawah, jangan sampai ada korban. Khususnya korban keyakinan dari ajaran sesat. “Saya juga mempunyai kewajiban melindungi jangan sampai bentrok dengan aparat. Saya melindungi masyarakat pendatang jangan ada korban di masyarakat saya,” jelasnya.
Mengenai kedatangan pengikut Gafatar di mempawah, Norsan mengaku sudah memanggil Camat hingga kepala desa. “Ini pengalaman terbaik, jangan sampai lalai lagi. Sebenarnya camat dan kepala desa tidak lalai, pengikut Gafatar ini lapor 20 orang, namun yang datang 200 orang. Datangnya malam-malam lagi, tanpa sepengetahuan kita,” kesal Norsan.
Laporan: Isfiansyah
Editor: Hamka Saptono