eQuator – SUKADANA-RK. Tak mau persoalan warga pendatang menjadi konflik sosial seperti di Mempawah, pejabat teras Kabupaten Kayong Utara (KKU) yang tergabung dalam Tim Penanggulangan Gafatar meninjau langsung pemukiman di Dusun Melinsum, Desa Sejahtera, Kecamatan Sukadana, Jumat (15/1). Di sana, ada 23 KK dengan 107 jumlah jiwa yang telah bermukim sekitar tujuh bulan.
Bupati Hildi Hamid yang memimpin rombongan. Ia ingin memastikan apakah mereka yang merupakan pendatang dari luar Kalimantan Barat itu merupakan Gerakan Fajar Nusantara. “Anda Gafatar? Bagaimana bisa masuk ke Kayong Utara?” tanya Hildi, kepada warga di Melinsum tersebut.
Ditembak langsung, mereka tak bisa mengelak. Ada yang bersuara menjawab dengan nada hampir tak kedengaran, “Benar Pak”.
Ketua kelompok di perkampungan tersebut, Siregar, sepertinya habis bertani. Ia masih mengenakan sepatu bot. Di depan bupati, Siregar angkat bicara. “Memang dulu kami Gafatar, tapi sekarang Gafatar sudah dibubarkan,” tutur pria yang mengaku berasal dari Bengkulu itu.
Mendengar pengakuan itu, Camat Sukadana, Syahrial Solihin, terlihat sedikit kesal. Pasalnya, pada awal kedatangan kelompok itu ke KKU dan mengurus administrasi di kecamatan, mereka tidak mengaku sebagai Gafatar.
“Lho, kenapa dulu anda tidak mau berterus terang dan baru sekarang mengakui sebagai kelompok Gafatar?” cecar Syahrial.
Pertanyaan Sang Camat tidak mereka jawab. Mereka hanya diam, terkesan cuek. Tapi, akhirnya ada seorang paruh baya yang menjawab, “Kami ini orang-orang bawahan, dan kami hanya pengikut dan kurang tahu untuk urusan yang atas”.
Mendengar ini, Ketua Nahdlatul Ulama (NU) KKU, Nazril Hijar bertanya motivasi mereka bergabung Gafatar. Jawab Siregar, mereka tertarik gabung Gafatar karena organisasi ini sangat peduli dalam segala hal, termasuk kegiatan sosial. Selain itu, yang digeluti juga masalah ketahanan pangan.
“Soal Ahmad Musyadeq, ya… bagi kami Beliau orang yang baik dan yang disampaikannya pun soal-soal kehidupan,” ujar Siregar.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KKU, Ujel Damsiki mengingatkan kepada Siregar dan kawan-kawan, untuk tidak mengaku Islam jika membenarkan dan mengajarkan paham-paham yang bertentangan dengan syariat Islam. Misalnya, membenarkan untuk tidak mewajibkan salat dan puasa.
Memang, menurut pengakuan imam masjid besar di desa setempat, mereka tidak pernah mengikuti kegiatan umat Islam di desa itu. Padahal, mereka yang ada di perkampungan itu seluruhnya mengaku muslim dan muslimah.
“Jangankan salat lima waktu di masjid, tarawih saat Ramadan serta salat hari raya juga tak pernah kelihatan,” beber Sang Imam Masjid Desa Sejahtera.
Warga Sungai Belit, Desa Sejahtera, Amrun datang menemui Bupati Hildi di lokasi itu. Guru SDN 05 Desa Sejahtera tersebut meminta keberadaan pendatang di Kayong Utara khususnya di Desa Sejahtera yang bermukim di Dusun Melinsum harus diwaspadai.
“Kita khawatir setelah melihat di media soal Gafatar, dan saya juga baru tahu ternyata mereka ini kelompok Gafatar. Tolong Pak Bupati keberadaan mereka ini harus diawasi,” pintanya.
Dalam dialog dengan kelompok tersebut, Bupati Hildi akhirnya mengambil kebijakan memberikan toleransi dan menawarkan kepada kelompok itu untuk menerima penyuluh agama dan juga pertanian. Penyuluh akan dikirim Pemkab Kayong Utara.
“Dengan senang hati, kami siap dan menerima jika memang dikirim penyuluh untuk kami,” jawab Siregar lagi.
Hildi juga bertanya soal pendidikan anak-anak mereka. Sebab, terlihat banyak anak usia sekolah di dalam kampung itu. “Mereka belum sekolah dan akan di sekolahkan pada tahun ajaran mendatang,” kata seorang warga, Vira, yang mengaku tamatan SMA.
Vira juga berasal dari Bengkulu seperti halnya Siregar. Ia adalah guru home schooling di kelompok itu. Selain Vira, ada juga Ida asal Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Ida mengaku lulusan IKIP Semarang dan mengajarkan Bahasa Inggris.
Usai dari Melinsum, Hildi dan rombongan melanjutkan perjalanan menuju Desa Sedahan. Di desa itu, diketahui lebih banyak pendatang yang diduga merupakan kelompok Gafatar. Sehari sebelumnya, dia juga telah mengunjungi Desa Satai Lestari, Kecamatan Pulau Maya. Di sana juga terdapat perkampungan kelompok Gafatar.
“Masalah ini, akan kita bahas lebih lanjut,” timpal Sang Bupati.
Laporan: Kamiriluddin
Editor: Mohamad iQbaL