‘Mereplika’ Ekosistem Bawah Laut via Akuarium

Surabaya Marine Aquarium

92d87f2539bbd83f8662d1bf41b4ab19Surabaya memang tak punya laut dan terumbu karang seindah Raja Ampat atau Wakatobi. Tapi, jangan salah. Pemandangan tidak kalah memukau juga bisa disaksikan jika berkesempatan melirik akuarium salah seorang anggota Surabaya Marine Aquarium (SMA), Asep Sopian.

Akuarium berukuran 150 x 80 x 60 cm itu memenuhi hampir separo ruangan. Di dalamnya, berbagai jenis terumbu karang dan ikan kecil berseliweran. Satu-dua clown fish yang imut terlihat berlarian. Ikan badut itu memang menggemaskan. Tubuhnya mungil dengan garis-garis cerah. Ikan inilah yang jadi lakon utama film Finding Nemo yang beken tersebut. Asyik sekali tatkala si Nemo itu berkejaran dengan Anthias, ikan yang ’’memakai lipstik’’ ungu di bibir tersebut. Di balik salah satu koral, terlihat si mungil Dory, ikan pipih berwarna biru yang juga jadi tokoh Finding Nemo, bersembunyi. Dia seolah tak mau ikut larut dengan keriuhan yang dibikin si Nemo dan Anthias itu.

Sesekali ikan-ikan khas perairan dangkal tersebut merapatkan wajah ke tepian kaca. Jika dibuat dialog imajiner, agaknya mereka sedang bertanya-tanya. Apa yang sedang diobrolkan para manusia di luar sana?

Sierra Exif JPEGTepat di bawah akuarium, sekawanan pencinta akuarium air laut tengah asyik berdiskusi. Sopian, sang tuan rumah, menjelaskan teknologi LED terbaru yang digunakannya. ’’Intensitas lampu LED ini bisa diatur. Pagi kemerahan, tengah hari kebiru-biruan, sore kembali merah lagi. Seperti cahaya matahari,’’ ujar Sopian.

’’Komunitas ini berdiri untuk mewadahi para pencinta akuarium air laut. Di sini diajarkan bagaimana menjadi penghobi akuarium air laut yang bertanggung jawab,’’ ujar M. Faris Adrianto, dosen Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, ketua SMA.

Didirikan pada 17 Juni 2012, SMA kini punya puluhan anggota. Puluhan orang yang tergabung dalam komunitas pencinta akuarium air laut itu berasal dari berbagai latar belakang. Ada dosen, karyawan bank, kontraktor, fotografer, jaksa, hingga perwira dan polisi. Semua dipersatukan dalam hobi yang sama, akuarium air laut.

’’Saya memang senang ikan. Awalnya punya akuarium biasa. Setelah nyoba akuarium air laut, eh ternyata ini menarik. Ada tantangannya, sekalian mengaplikasikan ilmu saya,’’ ungkap Faris.

Foto016Tantangan yang dimaksud Faris adalah tentang mereplika kondisi akuarium, menyerupai ekosistem bawah laut. Mulai suhu, intensitas cahaya, hingga kadar garam dalam air. ’’Kami menggunakan garam berkadar tertentu. Air laut buatan ini juga diperhitungkan pH dan kandungan-kandungan mineralnya seperti nitrat, magnesium, fosfat, dan lain-lain,’’ jelas Faris.

Beberapa pihak, ungkap Faris, kadang masih memandang akuarium air laut dengan stigma negatif. Tak jarang, tuduhan merusak lingkungan ditujukan kepada komunitas itu. Maklum saja, di tengah gencar-gencarnya konservasi terumbu karang, SMA justru punya terumbu karang pribadi. ’’Padahal, misi kami kankonservasi,’’ katanya.

Anggota SMA, ujar Farid, sangat menghindari wild collected (pengumpulan secara liar) terumbu karang dari laut. Biasanya, salah seorang anggota mendapat indukan karang dari pembudidaya karang. Indukan itu kemudian ditumbuhkan sendiri dalam akuarium. Nah, ketika dia makin besar, ibarat pohon, bagian-bagiannya bisa dipatahkan dan ditumbuhkan di tempat lain.

’’Seperti orang mencangkok. Kalau makin tinggi, dahannya kita potong, saling tukar dengan karang anggota lain. Lagi pula, tinggi akuarium kanterbatas. Kalau dibiarkan tumbuh keluar dari air, kansayang mati juga karangnya,’’ jelas Asep.

Dengan metode tukar-menukar karang itulah, komunitas tersebut semakin raket. Setiap pertemuan, akan terlihat bungkusan-bungkusan plastik kecil berisi patahan-patahan karang yang dibagi-bagikan. Kadang juga beserta ikan-ikan kecil.

’’Nah, kalau ikan laut kan biasanya warna-warni, beda sama ikan air tawar yang itu-itu saja. Tapi, kami juga jarang mencarinya langsung ke laut. Biasanya ya kami juga dapat di pasar ikan,’’ kata Faris.

Selama ini, kata Faris, banyak yang salah kaprah memandang terumbu karang. Masyarakat menganggap itu adalah tumbuhan. Padahal, terumbu karang digolongkan sebagai hewan. ’’Warna-warni yang terlihat di karang itu sebenarnya Zooxanthellae, alga yang berfotosintesis dan menyuplai makanan kepada karang. Makanya, kalau ketemu karang mati, warnanya pasti putih. Sudah tidak ada alga yang nempel,’’ jelasnya.

Untuk membantu fotosintesis itulah, Sopian, sang tuan rumah, saban hari berkutat dengan lampu-lampu LED ciptaannya. Sopian didapuk sebagai teknisi di komunitas itu. Dia senantiasa menciptakan peralatan-peralatan untuk kebutuhan akuarium. Lampu LED terbaru yang dibuatnya berhasil mereplika intensitas dan lama penyinaran matahari. Hal ini, ungkap Sopian, penting untuk kelangsungan hidup karang.

’’Kami membuat kondisi akuarium seperti laut yang sebenarnya. Ada siang dan malam. Siang fotosintesis, malamnya mereka istirahat. Ada juga gelombang dan arus buatan dari wave maker,’’ jelas Sopian yang juga lulusan teknik elektro tersebut.

Faris melanjutkan, salah satu perbedaan yang mencolok dari akuarium air laut dengan air tawar adalah akuarium air laut tak punya blukuthuk, gelembung-gelembung udara buatan yang fungsinya menyuplai oksigen. Akuarium air laut, ungkap dia, sudah memiliki dissolved oxygen (oksigen terlarut) sendiri yang muncul lewat proses fotosintesis alga. Selama ada aliran air yang terus-terusan lewat sistem selang yang dipasang, oksigen juga bisa diserap dan ikut larut dalam air.

Setiap hari mengamati pertumbuhan karang, semakin menguatkan keyakinan setiap anggota SMA bahwa laut itu indah. Dengan konservasi kecil-kecilan di akuarium, mereka belajar beternak karang. ’’Belajar ilmunya dulu kecil-kecilan, nanti baru bisa skala besar,’’ kata Faris.

Tak main-main memang belajarnya. Faris yang berlatar belakang kimia itu bahkan berhasil meracik asam amino sintetis untuk mempercepat pertumbuhan karang. Bahan-bahannya pun sederhana. Hanya ekstrak dari keju dan kedelai yang diolah secara kimiawi. Asam amino berbentuk bubuk putih itu, jelas Faris, bisa mempercepat laju pertumbuhan koral dua kali lipat. Warnanya pun menjadi lebih cerah. ’’Ini semacam vitamin bagi koral,’’ ujarnya.

Sebenarnya, lanjut Faris, stigma terumbu karang tumbuh dalam ratusan tahun tidak semua benar. Beberapa spesies acropora dapat tumbuh cepat hanya dalam beberapa hari. Dengan penjagaan dan pembibitan yang terkontrol, ujar dia, harusnya Indonesia tak perlu mengalami episode hancurnya terumbu-terumbu karang di berbagai wilayah.

Belajar kecil-kecilan lewat akuarium air laut, menurut Faris, adalah salah satu solusi. Dari situ, setiap anggota komunitas dapat belajar lebih dalam berbagai proses yang terjadi di laut. Tak dimungkiri, sebuah akuarium air laut memang memakan biaya lebih mahal dibanding akuarium air tawar biasa. Namun, lewat komunitas, biaya peralatan bisa dipangkas. SMA biasa merakit sendiri peralatan seperti sistem filtrasi dan lampu. ’’Prinsipnya, do it yourself,’’ ujarnya.

Bagi anggota SMA, laut-laut mini itu memang menjadi pelarian saat mereka dibekap kesibukan. (jpg)