eQuator – Singkawang-RK. Beberapa anak nampak pucat dan tegang, tetapi ada pula yang tenang-tenang saja. Ini gambaran dari wajah 96 murid Sekolah Dasar (SD) yang akan di-khitan (sunat) secara massal di SD Negeri 2 Kecamatan Singkawang Tengah.
“Semua anak laki-laki, khususnya muslim wajib disunat. Kalau tidak disunat, nanti adik-adik akan diejek sama teman-temannya,” kata HM Nadjib MSi, Kepala Dinas Pendidikan Kota Singkawang saat membuka Sunatan Massal di SD Negeri 2 Singkawang Tengah, Sabtu (19/12).
Nadjib menyampaikan hal tersebut untuk menguatkan bocah-bocah yang akan berhadapan dengan gunting dokter dari RSUD Abdul Aziz Singkawang itu. “Jangan takut, dari pada nanti diolok-olok karena belum sunat,” lanjutnya.
Sebesar apapun motivasi dari Nadjib untuk mendongrak keberanian anak-anak tersebut, mereka masih saja menutup wajahnya saat tim medis beraksi di bagian vitalnya. Bukan karena malu, tetapi karena ngeri melihat ujung “burungnya” dibuang dengan gunting, lalu dijahit dan diperban.
Nampak anak-anak itu hanya kaget sesaat ketika tim medis beraksi. Setelahnya, wajah mereka cerah kembali. “Mudah-mudahan adik-adik yang mengikuti sunatan massal ini, diberikan keselamatan dan tetap sehat wal’afiat,” harap Nadjib.
Sunatan massal ini diselenggarakan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Singkawang Tengah. “Progam seperti ini diharapkan tetap berlanjut dan diikuti K3S kecamatan lainnya,” ujar Nadjib.
Di tempat yang sama, Ketua K3S Kecamatan Singkawang Tengah, Muskar MPd menjelaskan, setiap guru memiliki empat kompetensi, salah satu berkaitan dengan kemanusiaan, yaitu kepribadian dan sosial.
Untuk mewujudkanya, K3S mengaka para guru untuk menyisihkan penghasilannya untuk berbagi sesama muslim. “Salah satunya untuk menggelar khitanan massal ini,” kata Muskar.
Pembina K3S Singkawang Tengah, Drs H Suwardi M Pd menambahkan, dana yang terkumpul untuk kegiatan tersebut Rp40 juta. Dana tersebut merupakan infak dari guru-guru dan kepala sekolah yang menerima tunjangan sertifikasi. “Bagi yang belum mendapatkan tunjangan sertifikasi, tetap kita berikan peluang untuk berpartisipasi,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Singkawang, Helmi Fauzi memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada panitia yang telah menyelenggarakan khitanan massal. “Kegiatan seperti dapat membantu orangtua murid dari kalangan tidak mampu,” katanya.
Selain itu, tambah dia, kegiatan semacam ini juga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, bukan hanya bagi yang disunat, tetapi juga dari kalangan guru dan kepala sekolah di Singkawang.
Menurut Helmi, kegiatan sosial yang bernuansa religius ini, patut didukung. “Kita berharap, kegiatan ini dapat berlanjut minimal satu tahun sekali. Lebih bagus lagi kalau bisa dilakukan setahun dua kali,” ucapnya.
Seperti diketahui sunat (khitan) atau dalam bahasa Inggris disebut circumcision merupakan tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari kemaluan pria.
Kalangan Islam memahami bahwa Sunat ini kali pertama dimulai oleh Nabi Ibrahim, Bapaknya para Nabi. Sedangkan kalangan sejarawan menyimpulkan kalau sunat dilakukan sejak zaman prasejarah. Hal ini diketahui dari gambar-gambar di gua Zaman Batu dan makam Mesir purba.
Belum jelas diketahui alasan manusia pada zaman batu itu disunat. Tetapi berbagai teori memperkirakannya sebagai bagian dari ritual pengorbanan atau persembahan, tanda penyerahan pada Yang Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan, atau upaya untuk mengubah estetika atau seksualitas.
Sunat pada pria diwajibkan dalam agama Islam dan Yahudi. Praktik ini juga terdapat di kalangan mayoritas penduduk Korea Selatan, Amerika, dan Filipina.
Menurut literatur Asosiasi Dokter Amerika (AMA) pada 1999, orangtua di Amerika Serikat memilih untuk menyunat anaknya, tetapi lebih karena alasan sosial atau budaya dibandingkan alasan kesehatan. Tetapi, survei pada 2001 menunjukkan bahwa 23,5 persen orangtua melakukannya dengan alasan kesehatan.
Laporan: Mordiadi