eQuator – Surabaya-RK. Mungkin kita harus angkat topi pada bocah 6 tahun, warga Wonokusumo VI Surabaya berinisial IA ini. Berbekal keberanian, dia mendatangi Polsek Semampir sendirian, melaporkan kekejian sang ayah. Ya, dengan tubuh penuh luka lebam, dia mengaku menjadi korban penyiksaan ayahnya, Agus Arifin.
Mengenakan kaos putih dan celana pendek warna cokelat, bocah TK B ini terlihat kebingungan di teras Polsek. Melihat ada anak kebingungan, anggota Polsek Semampir mendekatinya dan dengan ramah menanyakan keperluan anak tersebut di kantor polisi.
“Pak, apa benar ini kantor polisi?” tanya IA tanpa perasaan takut kepada salah satu anggota sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) Polsek Semampir.
Mendengar hal itu, anggota yang menemuinya lantas membawa IA ke dalam kantor, dan menanyakan lebih lanjut maksud kedatangannya.
Setelah itu, IA menceritakan bahwa kedatangannya ke kantor polisi, untuk melaporkan tindakan ayahnya yang kerap menyiksanya tanpa alasan yang jelas.
“Saya dijewer, mulut saya dipukul pakai tangan dan tubuh saya juga dipukul dengan pentungan sampai memar,” ungkapnya sambil menunjukkan luka lebam di kedua pahanya.
Tidak hanya itu, bocah laki-laki tersebut juga bercerita bahwa dia juga pernah dibuang ke sungai, tanpa alasan yang jelas oleh ayahnya.
Bahkan saat ini, dia juga tidak diperbolehkan sekolah oleh ayahnya, lantaran takut jika pergi ke sekolah maka lukanya akan diketahui oleh guru kelas. “Ayah tidak mengizinkan saya sekolah karena takut luka saya nanti ketahuan guru,” cerita IA.
Kanit Reskrim Polsek Semampir AKP Junaidi menjelaskan bahwa pihaknya akan meminta keterangan dari IA lebih jauh. Selain itu, polisi juga akan menghubungi orang tua IA terutama ayahnya untuk dimintai keterangan.
“Kami belum bisa memastikan. Kami akan menghubungi orang tuanya. Jika memang nanti terbukti melanggar hukum, tentu kami akan proses lebih lanjut,” tegasnya.
Apa yang membuat orang tua tega memukul AI yang masih TK B? Menurut IA, ayahnya, Agus Arifin marah karena dirinya sering berkunjung ke rumah ibu kandungnya di Bulak Banteng.
“Kata ayah, mama yang di Bulak Banteng itu bukan siapa-siapa saya,” kata IA menirukan perkataan ayahnya.
Ya, Agus sudah bercerai dengan ibu kandung IA. Kini, Agus tinggal bersama istri mudanya dan IA di Wonokusomo Wetan, Surabaya. Nah, di rumah Agus dan istri mudanya sering memumukuli IA.
Keberanian IA pun membuat para polisi dan wartawan yang kebetulan sedang berada di Polsek Semampir salut.
Kepada polisi, dia lantas memperlihatkan empat garis luka lebam di dua pahanya. IA juga menunjukkan beberapa lebam lain di bagian punggung dan tangan. Namun, luka lebam itu terlihat samar. Bisa jadi karena sudah terlalu lama.
Kepada Kanit Reskrim Polsek Semampir AKP Junaidi, IA mengaku sering dipukul ayahnya, Agus Arifin, dan ibu tiri yang biasa dipanggilnya Mama Sifa. “Wingi digepuk terus, dino iki yo digepuk (kemarin dipukul sekarang dipukul),” ujarnya.
Untuk ukuran bocah seusianya, IA tergolong berani. Dia menceritakan kekerasan yang dialaminya dengan lancar dan tanpa menangis.
Belum Tetapkan Tersangka
Kepolisian Sektor Semampir, Surabaya, Jawa Timur, belum memutuskan apakah Agus Arifin yang tega memukuli anaknya sendiri IA, 6 dijadikan tersangka atau tidak.
Kanit Reskrim AKP Junadi mengatakan, setelah memeriksa orangtuanya, maka Polri mengumpulkan perangkat RT dan RW di lokasi kediaman IA. “Hari ini (kemarin) kami panggil semua perangkat RT dan RW,” ungkap Junadi.
Jadi, lanjut Junaidi, hingga kini belum ada keputusan apakah kasus itu akan didamaikan atau dilanjutkan ke proses hukum. “Kalau diteruskan, orang tuanya (berpotensi) tersangka karena ada bekas pukulan,” katanya.
Namun demikian, Junaidi mengaku juga akan meminta petunjuk pimpinannya dalam penyelesaian kasus ini. “Apakah cukup dengan surat pernyataan atau lanjut (ke proses hukum), saya akan meminta petunjuk pimpinan,” ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan, Agus mengaku memukuli anaknya tersebut. IA, disebut ayahnya sebagai bocah yang hiperaktif dan sering membuat orang tuanya kesal.
“Orang tuanya sudah kami periksa tadi malam. Dia mengakui kalau memukul anaknya,” kata Junaidi.
Pengakuan sang ayah, lanjut Junaidi, setiap malam usai kerja menarik becak, sang anak tidak pernah di rumah. Anaknya yang hiperaktif itu diketahui suka main jauh dari rumah.
“Setiap pulang cari anaknya, mainnya sampai kemana-mana. Anaknya hiperaktif, maklum dari keluarga yang ekonominya sangat minim,” katanya.
Bahkan, ketika diserahkan ke ibu kandungnya, kata Junadi, sang ibu juga kewalahan mengurusi anaknya. Tak cuma sang ibu kandung, pihak sekolah dan guru juga kewalahan menghadapi anak tersebut.
“Dari gurunya kewalahan, sekolahnya kewalahan karena kadang saat masih jam sekolah sudah meninggalkan sekolahnya,” ujar Junaidi. (jpnn)