eQuator – Sungai Raya-RK. Emosi warga enam desa di Kecamatan Kubu—Kubu Raya akhirnya meledak. Warga mengusir PT Sintang Raya, perusahaan perkebunan sawit yang berinvestasi di daerahnya. Kantor bupati pun didemo, mereka mendesak Pemkab menyelesaikan masalah PT Sintang Raya dengan warga.
Puluhan warga dari enam desa dan mahasiswa asal Kecamatan Kubu berteriak menyampaikan keluhannya di halaman Kantor Bupati Kubu Raya, Kamis (10/12) pagi. Aksi mereka yang dikawal ketat TNI/Polri dan Satpol PP.
Berbagai tuntutan disampaikan warga dalam bentuk spanduk dan tulisan. Mereka juga membeberkan dosa-dosa PT Sintang Raya. “Hentikan kekerasan terhadap petani, berikan pupuk murah, hentikan teror dan intimidasi, kriminalisasi dan kekerasan terhadap petrani. Berikan pengakuan hak terhadap masyarakat”.
Kemudian spanduk yang bertuliskan “tolak izin Hak Guna Usaha (HGU) Sintang Raya”. Warga juga mengusir PT Sintang Raya dari Kubu Raya dan Kalbar.
Dosa-dosa lain PT Sintang Raya juga dipaparkan warga dalam pertemuan di ruang Sekda lantai dua Kantor Bupati Kubu Raya. Aksi warga ini diterima Asisten I Setda Pemkab Kubu Raya, Nendar Suchaeri. Hadir juga Wakil Dir Reskrimum Polda Kalbar AKBP Supriyadi dan beberapa pejabat Pemkab Kubu Raya lainnya.
Selama PT Sintang Raya masuk ke wilayah enam desa di Kecamatan Kubu, warga tidak mendapatkan ketenangan. Konflik antarwarga terus terjadi. Karena lahan warga yang sudah ditanami labu dan pisang dibongkar paksa PT Sintang Raya yang mengklaim lahan mereka masuk dalam HGU perusahaan tersebut. Parahnya lagi, PT Sintang Raya juga mengklaim lahan masyarakat yang dibangun jalan poros sepanjang 1,6 kilometer oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan Kubu Raya.
“PT Sintang Raya ini sudah keterlaluan. Bukan hanya merampas lahan warga, program Pemkab Kubu Raya pun diganggunya, dengan mengklaim tanah yang dibangun jalan poros,” tegas Abdul Majid, warga Desa Seruat II, Kubu.
Ungkapan rasa kesal juga disampaikan Jaini, warga Desa Olak-Olak Kubu. Dia mengaku bingung terhadap proses hukum rekannya. “Kenapa PT Sintang Raya yang tidak ada izinnya bisa memproses hukum kepala desa kami. Sementara warga yang mau mengajukan proses hukum selalu mentah. Jelas ini bentuk penindasan,” ucapnya.
Dosa-dosa lainnya juga disampaikan Ayub, warga Desa Olak-Olak Kubu. Dia menyoroti perjanjian plasma tidak ditepati PT Sintang Raya. Plasma yang dijanjikan di patok 20 yaitu bagi hasil 50:50, namun tidak ditepati. Malah PT Sintang Raya merampas tanah warga. Begitu juga di patok 30 ada 20 persil lahan yang sudah bersertifikat milik masyarakat, namun diklaim PT Sintang Raya masuk HGU-nya.
“Kami tidak bisa melawan, karena selalu diintimidasi. Kami hanya bisa menangis dalam hati saja. Karena itu kami minta perlindungan Bapak Kapolda Kalbar,” tuturnya.
Warga Desa Dabong, Abdul Satar mengungkapkan persoalan status lahan transmigrasi di SP2. Di lahan itu PT Sintang Raya lagi-lagi mencaplok tanah warga. Padahal, sejak tahun 1980-an oleh Gubernur Kalbar, telah ditetapkan sebagai lahan transmigrasi. Bahkan pembangunan pengairan menggunakan uang negara hingga miliaran rupiah ditutup oleh PT Sintang Raya. Tak hanya itu, pohon kelapa masyarakat pun ditebang perusahaan itu.
“Assisten Manajer Humas PT Sintang Raya, Iskandar pernah mengatakan, milik masyarakat atau bukan tanah itu, tetap akan dikelola perusahaan,” jelas Abdul Satar menirukan ungkapan Iskandar.
Asisten 1 Setda Kubu Raya, Nendar Suchaeri mengaku bingung. Masalah PT Sintang Raya dengan warga Kubu ini sudah lama, namun tak kunjung selesai. Dia hanya berjanji merespon dan menindaklanjuti aspirasi warga.
“Karena ini tanggungjawab saya. Secepatnya diselesaikan,” ungkap Nendar. “Warga jangan khwatir dan jangan takut, kebenaran pasti akan terungkap sepanjang itu berdasarkan fakta dan bukti,” sambungnya.
Nendar meminta warga yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Kalbar itu segera menginventarisir masalah. Kemudian memaparkan kronologis permasalahan yang dihadapi, barulah disampaikan secara tertulis kepada Pemkab Kubu Raya.
“Nanti kami akan mengkaji satu per satu permasalahannya dari semua aspek. Hasil dari kajian akan ditembuskan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Polda Kalbar,” janjinya.
Terkait lahan transmigrasi yang dicaplok PT Sintang Raya, Nendar tegaskan tidak dibolehkan, sepanjang belum diubah statusnya oleh Gubernur Kalbar. Perusahaan tidak bisa seenaknya merubah sendiri, karena ada prosedurnya. (sul)