eQuator.co.id – SINGKAWANG-RK. Kota Singkawang punya potensi wisata multi kultural yang cukup besar dan menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan sangat tepat Singkawang ditetapkan sebagai kota paling toleran di Indonesia.
Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Kebudayaan RI Bidang Multi Kultural, Esthy Reko Astuti mengatakan, bukti toleransi Kota Singkawang bisa dilihat dari perayaan tahun baru Imlek hingga Capgome. Partisipasi bukan hanya warga Tionghoa. Melainkan ada suku lainnya. Seperti Dayak, Melayu dan semua suku terlibat menampilkan budaya yang sudah terakulturasi. “Ini patut kita lestarikan, terutama budaya lokalnya,” katanya usai kegiatan hiburan artis ibu kota Fitri Carlina dalam rangka Festival Imlek dan Capgome Singkawang 2019 di Stadion Kridasana Singkawang, Sabtu (10/2) malam.
Menurutnya, ini harus dijadikan daya tarik. Namun perlu suatu kreativitas agar lebih menarik. “Saat kita berada di rumah perkampungan Hakka (replika rumah toluw, Red) menjadi lebih menarik lagi ketika ada akulturasi dari berbagai budaya,” ujarnya.
Dia mengatakan, tatung diperayaan Capgome Kota Singkawang patut dilestarikan. Tatung ini menjadi kebudayaan lokal daerah berjuluk ‘Kota Amoy’ tersebut. Bahkan tidak ada di Tiongkok. “Ini menjadi budaya lokal yang perlu harus dijaga. Apalagi adanya atraksi tentu sangat menarik dan memberikan dampak dari sisi ekonomi masyarakat,” tuturnya.
Kekagumam Esthy terhadap Kota Singkawang tidak budayanya saja. Tapi juga fashion dan kulinernya. Apalagi di festival tersebut ada lampion dan replika singa yang begitu besar. Namun Esthy menyarankan perlu adanya story telling dari kebudayaan itu sendiri.
“Kalau kita lihat bagus banget dan bagaimana dapat diceritakan sehingga lebih menarik dan orang awan juga ingin tahu, jadi perlu adanya narasi,” imbuhnya.
Menurutnya, Kota Singkawang menjadi lebih menarik lagi lantaran alamnya sangat bagus. Pantai-pantainya sangat menarik dan indah. Sehingga hotel-hotel di Kota Singkawang bertambah setiap tahunnya. Namun juga perlu memberdayakan home stay. “Pihak hotel juga jangan menaikan harga terlalu tinggi,” pesannya.
Dia mengungkapkan, promosi wisata Kota Singkawang tambah menarik lagi dengan adanya paket wisata yang terkoneksi dengan wilayah sekitarnya. Tidak hanya itu, perlu juga destinasi digital seperti rumah adat bagaimana masyarakat bisa bertahan lama. “Kita lihat generasi muda suka selfie di tempat ini,” tuntas Esthy.
Sementara itu, Asisten II Setda Singkawang H Bujang Sukri mengatakan, pihaknya sangat berterima kasih kepada Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan RI. “Karena sudah sangat mendukung setiap kegiatan di Kota Singkawang,” singkat Bujang.
Terpisah, Divisi Tatung Panitia Festival Imlek dan Capgome 2019 Kota Singkawang, Stepanus menuturkan, jumlah tatung yang sudah terdata sebanyak 1.016 peserta. Jumlah peserta ini sejak masa pendaftaran dibuka 11-26 Januari 2019. “Nantinya peserta ini akan memeriahkan pawai tatung Festival Capgome pada 19 Februari 2019,” jelasnya, Senin (11/2).
Peserta tatung terdiri dari tatung dengan tandu sebanyak 780 peserta. Sedangkan tatung tanpa tandu sebanyak 142 peserta. Ada pula 53 miniatur kelenteng, 25 jelangkung, 16 barongsai naga kilin. “Sehingga total ada 1016,” ujarnya.
Dijelaskan dia, saat ini panitia masih melakukan verifikasi administrasi dan faktual terhadap peserta tatung pawai tatung.
Untuk rute pawai tatung, mulai dari simpang empat Jalan Diponegoro. Finish di rumah makan Hengky atau tepatnya percetakan Beta Jaya. “Kami membangun tribun VVIP, VIP dan tribun khusus wisatawan atau pengunjung mulai dari daerah Palapa (Kantor Taksi Palapa-red) sampai dengan RSU Santo Vincentius, kemudian menyambung lagi Hotel Kota Indah,” paparnya.
Stepanus sangat mengharapkan dukungan masyarakat Kota Singkawang atau pengunjung untuk menyukseskan Capgome.
Mengingat berdasarkan keputusan Menteri, parade tatung ditetapkan sebagai event nasional wonderful of the word pada 2013.
Laporan: Suhendra
Editor: Arman Hairiadi