eQuator.co.id – Singkawang-RK. Rombongan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Prof Dr Muhadjir Effendy disambut dengan kesenian Budaya Melayu saat tiba di Kantor Wali Kota Singkawang, Jalan Firdaus, Kamis (28/12).
Kehadiran Mendikbud Muhadjir ini untuk memberikan materi dalam Seminar Pendidikan yang digelar untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Hari Guru Nasional (HGN) 2017.
Seminar Pendidikan mengangkat tema “Pendidikan Berkualitas Menjadikan Insan Yang Berkarakter”. Peserta terdiri atas seluruh pengurusan dan anggota PGRI serta guru se-Kota Singkawang.
Dalam kesempatan tersebut, Muhadjir mengatakan, pendidikan karakter diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan.
Penguatan pendidikan karakter ini meurpakan amanah dari janji Presiden dan Wakil Presiden yang tertuang di dalam Program Aksi Jokowi-JK, kemudian diterjemahkan lebih lanjut sebagai bagian dari Nawacita.
Pendidikan karakter diterapkan pada jenjang dasar SD dan SMP, ungkap Mukhajir, dari segi waktu, 70 persen pendidikan karakter dan 30 persennya pengetahuan. “Berarti SD dan SMP harus berubah. Harus ada restorasi pendidikan,” katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, bila di SD dan SMP masih padat dengan memberi pengetahun pada peserta didik, itu bukan zamannya lagi. Sekarang harus berisi penguatan karakter pada peserta didik.
Hal tersebut, karena pendidikan karakter merupakan pondasi dari pendidikan lebih lanjut. “Kalau pondasinya kokoh, apapun dibangun di atasnya itu, pasti kokoh juga,” tegas Mukhajir.
Khusus tingkat SMA dan SMK, tambah dia, juga sama diterapkan. Tetapi penyiapan untuk memasuki dunia kerja atau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Mukhajir mengatakan, pendidikan karakter diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan.
Menurutnya, prasyarat pendidikan karakter yang terpenting adalah guru. “Kondisi inilah yang mau kita benahi. Karena pendidikan karakter tidak akan bisa kalau guru tidak sama-sama dengan siswa,” katanya.
Untuk membenahi guru, kata Mukhajir, disamping harus menyiapkan berbagai macam latihan untuk mengubah mindset guru tentang pentingnya pendidikan karakter, juga beban kerja guru.
Menjadi masalah adalah beban kerja guru dengan adanya PP 74/2009 yang disebutkan bahwa beban kerja guru harus 24 jam tatap muka di kelas dalam sepekan.
Artinya guru itu dianggap bekerja ketika mereka berada di depan kelas, sementara kalau di luar kelas, dianggap tidak bekerja. “Ini berlawanan dengan UU Diknas, bahwa di sampaing mengajar, juga ada tugas lain,” sebut Mukhajir.
Beban kerja guru ini, tuturnya, berimplikasi pada pengakuan kerja yang berkaitan dengan tunjangan profesi. Untuk bisa memenuhi, maka dicari pelajaran di luar sekolahnya. “Padahal tugas utama guru adalah mendidik, mendidik, mendidik dan mengajar,” tutup Mukhajir.
Laporan: Suhendra
Editor: Mordiadi