454 Desa ‘Gelap Gulita’

Rasio Elektifikasi Kalbar di Bawah Nasional

PUKUL GONG. Adiyani memukul gong tanda dibukanya seminar di Hotel Mercure, Pontianak, Selasa (26/2). Bangun Subekti-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Potensi bio energi Indonesia lebih dari 32.600 mega watt. Lebih besar dibanding potensi panas bumi.

“Panas bumi sendiri hanya 29.544 mega watt. Namun saat ini pemanfaatan bio energi untuk program listrik hanya sebesar 1.671 mega watt. Atau hanya 5,1 persen,” tutur GM PLN UIW Kalbar Agung Murdifi di hadapan peserta Seminar Mendukung Implementasi Bio Energi Guna Memaksimalkan Energi Baru Terbarukan Untuk Kelistrikan Kalbar yang berlangsung di Hotel Mercure, Pontianak, Selasa (26/2).

Tahun 2018, pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik mencapai 12,5 persen. Masih ada waktu untuk mencapai target sesuai rencana umum energi nasional (RUEN). Yaitu 23 persen EBT ditahun 2025. “Tentunya optimalisasi bio energi merupakan langkah yang cukup signifikan dalam rangka mencapai target ini,” ujarnya.

Menurut Agung, jika bicara potensi EBT di Kalbar, lekat sekali dengan bio energi. Ini menuntut untuk menyediakan energi yang ramah lingkungan serta terjangkau bagi masyarakat. Saat ini telah terdapat beberapa pengembang yang telah membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik. Baik dari tenaga biomass maupun biogas di Kalbar. “Seperti PLTB di Siantan sebesar 10 mega watt atau biomass sebesar 3,5 mega watt di Ketapang,” jelasnya.

Dengan beroperasinya pembangkit-pembangkit ini, membantu perekonomian masyarakat di sekitarnya. Selain itu, mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Lantaran berkurangnya pemakaian BBM sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).

Dikataan Agung, PLN bersama Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) Kalbar mendukung secara penuh munculnya pembangkit-pembangkit listrik ini. Dia mengajak investor, pelaku usaha, masyarakat dan Pemprov bersinergi dalam mewujudkan Kalbar sebagai provider pembangkit listrik bio energi di Indonesia. Ia juga berharap seminar kemarin dapat memberikan jawaban terhadap kendala-kendala kelistrikan. Baik yang dihadapi investor, pelaku usaha maupun PLN dalam mengeksekusi rencana pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga bio energi di Kalbar.

“Sehingga dapat tercipta mekanisme pengadaan dan pemanfaatan bio energi yang saling menguntungkan dan berkepanjangan,” pungkas Agung.

Pada kesempatan sama, Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH) Kalbar Adiyani mengatakan, ketersediaan energi listrik melalui penyediaan infrastruktur kelistrikan merupakan salah satu aspek pendukung pertumbuhan ekonomi di provinsi ini. Karena listrik sudah menjadi salah satu kebutuhan dasar bagi masyarakat. “Tak terkecuali di Kalbar ini,” tukasnya.

Akhir tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Kalbar mencapai 5,07 persen. Sebagai pilar utama ekonomi adalah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan. Tentu saja hal ini menjadi perhatian bersama. “Hal ini juga merupakan salah satu indikator keberhasilan sebuah pembangunan,” tuturnya.

Pertumbuhan ekonomi seiring meningkatnya investasi di Kalbar. Dampaknya langsung kepada jumlah penyerapan tenaga kerja. Namun disadari, investasi sangat tergantung kepada ketersediaan energi listrik. “Terutama investasi di sektor industri,” sebutnya.

Ketersediaan energi listrik menjadi tantangan Kalbar ke depan. Bagaimana energi listrik tersedia untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. “Dalam arti kata cukup suplai, harga yang ekonomis dan terjangkau dan keandalan. Dalam arti kata kontinyu dan tidak mudah padam,” harapnya.

Visi dan misi Pemprov Kalbar terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pembangunan infrastruktur dan perbaikan tata kelola pemerintahan. Senantiasa mendukung pemenuhan kebutuhan energi listrik di sektor industri. Terutama kawasan industri yang sudah ditetapkan sebagai proyek strategi nasional. Yaitu kawasan industri Ketapang dan Landak. “Serta smelter Ketapang melalui kemudahan perizinan dan non-perizinan yang diberikan,” ungkapnya.

Proyek kebutuhan energi listrik di Kalbar sebesar 7 persen dari 2018 hingga 2037. Penyediaan energi listrik saat ini masih tergantung kepada PT PLN Persero. Dengan daya mampu berkisar 611 mega watt. Sehingga masih membeli listrik Malaysia sebesar 230 mega watt.

Dalam rangka mewujudkan kemandirian energi dan mendukung program industrialisasi ini, Pemprov Kalbar terus berupaya melakukan arah kebijakan pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT. Selain sektor industri, pemerintah masih harus bekerja keras memberikan penerangan listrik kepada semua golongan. Hal ini tercantum pada data rasio elektrifikasi pada 2018 untuk wilayah Kalbar sebesar 87,22 persen.

“Masih berada di bawah rata-rata nasional yaitu 98 persen. Artinya masih banyak masyarakat Kalbar yang belum mendapatkan akses listrik,” tuturnya.

Tantangan di Kalbar diantaranya penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan yang aman, andal dan ramah lingkungan. Sebab masih ada 454 desa yang belum mendapat listrik. Dari total 2.130 desa. Sebanyak 332 desa sudah diakomodir dalam perencanaan PLN tahun 2019-2024.

“Masih banyaknya desa atau dusun yang belum terjangkau jaringan listrik. Baik itu melalui PLN dan non-PLN. Disebabkan oleh kondisi geografis dan pemerataan penduduk yang tidak merata,” pungkas Adiyani.

Ditemui saat jeda kegiatan, Dekan Fakultas Tehnik Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Rustamaji yang hadir sebagai akademisi MKI dalam acara tersebut mengatakan, seminar tersebut bertujuan untuk menegaskan kembali bahwa Kalbar memiliki potensi EBT. Implementasinya menjadi sebuah kebutuhan mutlak. Hal ini untuk menyesuaikan rencana yang sudah tertuang dalam RUEN.

“Yang mana 23 persen total energi yang ada berasal dari EBT. Bio energi menjadi energi yang dikedepankan untuk dikembangkan,” jelasnya kepada Rakyat Kalbar.

Tidak hanya bio energi, energi nuklir dan panas bumi sebagai salah satu bentuk EBT. Termasuk pula energi angin. Di dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2006, target penggunaannya sebesar 17 persen saja. Tetapi sudah dinyatakan kembali di dalam RUEN bahwa tidak hanya mencapai 17 persen. Tapi 23 persen untuk skala nasional. “Maka sangat penting untuk memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyediaan energi,” ujarnya.

Ditanya mengenai sumbangsih Fakultas Tehnik Untan dalam penyediaan energi listrik di Kalbar, Rustamaji mengatakan hal tersebut sudah tentu dilakukan. Pihaknya turut berpartisipasi dalam hal ini, karena MKI juga berisi para akademisi dan penggiat energi. “Setidaknya kami memberi sumbangsih pemikiran. Juga penelitian-penelitian pada masyarakat. Bahkan dosen-dosen FT telah bekerja sama dengan pihak PLN untuk mewujudkan EBT,” tutup Rustamaji.

 

Laporan: Bangun Subekti

Editor: Arman Hairiadi