
eQuator.co.id – Nanga Pinoh-RK. Sejak 1997 jaringan listrik di sepanjang jalan Kabupaten Nanga Pinoh-Ella, dari Simpang Desa Kebebu hingga Simpang Desa Nusa Pandau hilang. Hingga itu, sudah selama 19 tahun pula harapan masyarakat di sembilan desa mendapatkan penerangan listrik dari PLN.
Meskipun berbagai upaya sudah dilakukan para kepala desa, baik itu dengan mengusulkan adanya perbaikan jaringan tahun 2008, 2010, 2012 hingga 17 Februari 2016. Bahkan sudah sampai menghadap ke PT.PLN Wilayah Kalimantan Barat
“Di sana kami menemui Manajer UPKK PT PLN Wilayah Kalbar, Pak Imade Pastika, Pak Yusuf Wibowo dan Pak Totok. Di sana kami menyerahkan kembali sket (gambar, red) jaringan listrik Desa Tebing Karangan, Desa Nanga Man, Kebebu, Sungai Pinang, Engkurai, Merah Arai, Pelinggang, Sungai Bakah dan Desa Nyanggai. Saat itu, Pak Made menyampaikan kepada kami bahwa, kewenangan PLN Area Sanggau untuk menyelesaikan permasalahan kehilangan jaringan listrik tersebut,” ungkapnya.
Tidak hanya itu saja, bukti keseriusan dan antusias masyarakat untuk merasakan penerangan listrik tersebut, juga dilakukan dengan memberanikan diri membayar Biaya Pemasangan (BP) lansung ke PT. PLN melalui via pos, supaya pihak PLN segera menanggapi usulan masyarakat dan menyambung jaringan itu.
“Dengan sudah disetorkannya BP tersebut, berarti PLN berhutang kepada rakyat. Dari sembilan desa, rakyat yang menanti penerangan ada sekitar tiga ribuan lebih Kepala Keluarga (KK). Dari jumlah tersebut, yang sudah menyetor BP PLN lansung melalui via pos ada sebanyak 272 KK,” kata Sekoi, Kades Tebing Kerangan, dalam forum rapat koordinasi antar kepala desa di Nanga Pinoh, Senin (20/6) malam.
Dari data antara sembilan desa yang kemudian digabungkan, di Desa Tebing Kerangan potensi yang ada. Artinya rakyat yang menanti penerangan listrik PLN ada 635 KK. Dari jumlah itu yang sudah menyetor BP PLN ada 70 KK. Sementara untuk Dusun Sebaju 126 KK, dari jumlah tersebut, yang sudah menyetor BP PLN ada sebanyak 32 KK. Kemudian desa ada sebanyak 449 KK yang menanti penenrangan, dari jumlah itu ada 55 KK yang sudah menyetor BP PLN.
“Untuk di Desa Sungai Pinang ini. Dari 55 KK yang sudah menyetor BP PLN, saking lamanya realisasi dari PLN, bahkan ada yang sudah meninggal dunia, itu atas nama Hasanudin. Ini kan kasian masyarakat jadinya,” beber Kades Sungai Pinang, Safe’i.
Sementara untuk desa Engkurai, potensi yang ada sebanyak 407 KK. Dari jumlah itu ada sebaanyak ada 12 KK yang sudah menyetor. Kemudian di Desa Nanga Man, dari 560 KK potensi yang ada, yang sudah menyetor BP PLN ada sebanyak 55 KK. Di Desa Merah Arai potensi yang ada sebanyak 296 KK, ini akan segera menyetor BP PLN sekitar 50 KK .
Sementara di Desa Pelinggang, potensi yang ada sebanyak 328 KK, dan yang sudah setor BP PLN ada sebanyak 20 KK. Di Desa Sungai Bakah, ada sebanyak 299 KKdan yang yang sudah setor BP sebanyak 28 KK, dan Desa Pelinggang, jumlah potensi yang ada sebanyak 168 KK, dari jumlah itu yang sudah menyetor BP PLN sebanyak 1 KK.
Terkait hal itu, Pihak PLN bahkan menyurati kepala desa meminta para kepala desa yang sudah menyetor berkoordinasi dengan pihak PLN agar bisa masuk daftar tunggu. Pihak PLN hanya sebaatas mengusulkan perluasan jaringan, namun yang menentukan PLN Wilayah Kalbar. Di dalam surat itu pihak PLN juga menyarankan jika dirasakan terlalu lama, maka calon pelanggan yang sudah menyetor BP PLN, berhak mengajukan pengembalian BP atau restitusi BP.
Namun yang disepakati sembilan kepala desa, mereka tidak akan mengajukan pengembalian BP, melainkan bersepakat untuk masing-masing desa menambah setoran BP. Begitu juga terkait tanam tumbuh, para kepala desa sepakat bersedia menyelesaikan tanam tumbuh dan hal itu tidak menjadi masalah.
“Kami tidak akan mengajukan pengembalian, namun kami masing-masing desa akan menambah restitusi BP PLN. Kami juga akan menyelesaikan tanam tumbuh yang ada. Inilah bukti keseriusan kami. Jadi tidak ada istilah mundur bagi kami. Kami juga warga Negara Indonesia, kami juga berhak untuk merasakan penerangan listrik,” ungkap para kepala desa secara bersamaan.
Reporter: Dedi Irawan
Editor: Kiram Akbar