Waspadai Kartel Ayam, KPPU Serbu Pasar Flamboyan

Manaf: Ayam Sehat dalam Jumlah Cukup

SIDAK. Ketua KPPU RI Syarkawi Ra’uf (ketiga dari kiri) didampingi Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalbar Abdul Manaf (paling kiri) serta Wakil Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono (kedua dari kiri) inpeksi mendadak (Sidak) Pasar Flamboyan Pontianak, Sabtu (20/2). Isfiansyah/Rakyat Kalbar

eQuator.co.id Pontianak-RK. Curiga ada permainan harga daging ayam di Pontianak, dan Kalimantan Barat tentunya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI bersama pemerintah provinsi dan pemerintah kota setempat turun langsung memantau harga daging ayam di pasar tradisional, Sabtu (20/2). Inspeksi mendadak (Sidak) itu menyasar Pasar Flamboyan Pontianak.

Ketua KPPU RI, M. Syarkawi Ra’uf, dengan gamblang menyatakan ada 12 perusahaan skala nasional yang diduga melakukan persekongkolan usaha untuk memonopoli bisnis daging ayam. Kartel ayam tersebut sekarang berstatus sebagai terlapor.

“Mulai dari perusahaan besar hingga menengah. Dua minggu kedepan akan dilakukan pemanggilan,” beber Syarkawi di Pasar Flamboyan Pontianak.

Ia menambahkan, kartel terjadi apabila harga sangat tinggi atau sangat rendah untuk mematikan pesaing. “Untuk Kalbar belum masuk ke situ. Pasokan dan harga masih relatif stabil,” ujarnya.

Kenapa Pontianak jadi sasaran Sidak KPPU? Syarkawi menjawab, karena Kalbar merupakan salah satu produsen ayam terbesar di Indonesia selain Medan (Sumatera Utara), Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Makassar (Sulawesi Selatan).

“Sesuai dengan laporan yang masuk, KPPU kemudian menerima asosiasi perusahaan. Ada asosiasi peternak mandiri, ada dari kemitraan, ada dari produsen, yang datang ke kita menyampaikan perkembangan harga ayam,” papar dia.

Diakuinya di beberapa daerah, khususnya di Semarang (Jawa Tengah) maupun sejumlah kawasan di Jawa Barat, harga jual ayam dari peternakan besar turun drastis. Bahkan jauh lebih kecil dari biaya pokok produksi/peternakan (BPP).

“Kalau BPP-nya Rp18 ribu atau Rp16 ribu, mereka bisa menjual Rp10 ribu sampai Rp13 ribu. Berarti ada kerugian yang dialami peternakan mandiri,” contoh Syarkawi.

Menurut dia, meski harga ayam di peternakan turun menjadi Rp13 ribu perkilo namun harga di pasaran tetap tinggi. Seputaran Rp30-35 ribu. “Ini akan kita lihat dimana persoalannya. Margin disparitas harga itu memang terlalu tinggi,” tegasnya.

Harga ayam di Kalbar, Syarkawi kembali menandaskan, normal berdasarkan pantauannya. Hanya saja, memang ada keluhan soal harga pakan ternak yang cukup tinggi. Sehingga, harga pakan yang tinggi tersebut, disertai dengan afkir dini dari Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu, menyebabkan harga ayam sempat melonjak.

“Naik sekitar Rp39 ribu perkilonya, namun sekarang turun dan kembali normal,” bebernya, sembari meminta pemerintah fokus menjaga pasokan pakan ternak agar stabil di harga rendah.

Masih di Pasar Flamboyan, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalbar, Abdul Manaf mengakui pakan ternak di Kalbar masih dominan datang dari luar provinsi. Strategi yang dilakukannya untuk memenuhi permintaan pakan tersebut adalah kerja sama lintas instansi.

“Selama ini 70 persen masih didatangkan dari luar Kalbar. Kebutuhannya 560 ribu ton pertahun untuk pakan jagung,” terangnya. Hanya saja, ia meyakini pihaknya telah mampu menyediakan ayam dan telur dalam jumlah cukup bagi masyarakat. Daging ayam dan telur yang disediakan pun aman, sehat, utuh, dan halal untuk dikonsumsi.

“Kemudian, agar tak ada penyakit masuk, kita mengatur sedemikian rupa lalu lintasnya,” ungkap Manaf.

Senada, Pemerintah Kota Pontianak melalui Wakil Wali Kota Edi Rusdi Kamtono. Ia menyatakan, pihaknya telah dan akan terus menjaga agar harga ayam stabil. “Pasar selalu dikontrol dan disparitas harga terus dipantau. Ini kita lakukan di setiap pasar,” tuturnya.

Laporan: Isfiansyah dan Fikri Akbar

Editor: Mohamad iQbaL