
eQuator.co.id – Putussibau-RK. Hampir delapan tahun keliling Benua Asia secara ilegal, akhirnya perjalanan Lay Ning Tun alias Aga, 21, kandas di Kapuas Hulu.
Warga Myanmar itu ditangkap petugas Imigrasi Kelas III Putussibau di Cafe Simpang Tiga Badau, Kamis (19/01) pukul 15.00. Penangkapan pria kelahiran Yangon, 14 Mei 1996 tersebut merupakan tindaklanjut dari informasi yang disampaikan Polres Kapuas Hulu.
“Kesalahan dia ini (Lay Ning), karena masuk wilayah Indonesia tanpa melalui tempat pemeriksaan Imigrasi Indonesia. Berada di Indonesia tidak memiliki dokumen resmi,” tegas Ade Rahmat, Kapala Kantor Imigrasi Kelas III Putussibau di kantornya, Selasa (24/1).
Lay Ning rencananya akan dideportasi. Sore kemarin dia dikirim ke Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi) Pontianak. “Saya berharap dengan kejadian ini, Pemkab bersama aparat penegak hukum harus segera menutup akses jalan tikus di perbatasan. Karena itu menjadi celah mereka untuk memasukkan barang maupun orang secara ilegal,” pinta Ade.
Di hadapan petugas, Lay Ning mengaku dari Myanmar sudah pergi ke Thailand, Malaysia dan terakhir ke Indonesia. Dia bekerja sebagai nelayan. Saat itu dia bekerja kepada seorang bos dengan perjanjian selama tiga minggu mencari ikan di perairan Thailand.
“Bos mengingkari kesepakatan. Sudah hampir dua bulan kami bekerja, namun kami tidak kunjung pulang ke Myanmar. Malahan kapal kami merapat di Tanjung Manis, Malaysia,” katanya.
Karena curiga dengan bosnya yang membawa mereka ke Tanjung Manis, Malaysia, Lay Ning mempertanyakan waktu pemulangan mereka ke Myanmar. Namun juragan ikan itu mengatakan, mereka tidak akan dipulangkan ke Myanmar sebelum kapal yang mereka gunakan tersebut hancur.
“Mendengar jawaban itu, kami berempat melarikan diri dari kapal itu. Waktu itu kami larinya secara terpisah, saya lari pakai kolor (celana dalam) hingga ke Sibu, Malaysia. Saat itu semua peralatan ditinggalkan di kapal, termasuk pasport,” ceritanya.
Ketika berada di Sibu, Lay Ning sempat menyerahkan diri kepada polisi setempat. Polisi Diraja Malaysia tidak mau menahannya. Malah disuruh bekerja di Malaysia.
“Saya berharap ditangkap polisi, supaya saya dikembalikan ke negara asal. Namun mereka tidak mau menahan saya,” kata Lay Ning.
Pada saat berada di Sibu, dia sempat bekerja sebagai kuli bangunan selama satu tahun. Setelah itu pergi ke Kuching untuk kembali meminta ditangkap kepolisian. Lagi-lagi dirinya tidak ditangkap. Kemudian dia melanjutkan perjalanan dari Kuching menuju Batung dengan berjalan kaki selama delapan hari delapan malam.“Di Batung saya kerja kayu sama orang Tionghoa selama tiga bulan. Namun gaji saya tidak dibayar,” ungkapnya.
Kemudian Lay Ning bertemu dengan seorang teman kewarganegaraan Indonesia. Oleh kenalannya itu, dia diantar ke Batang Air daerah Lubuk Antu perbatasan Indonesia-Malaysia. Di sana dia bekerja sebagai penoreh getah selama lima tahun. “Saya berharap dipulangkan ke Myanmar, karena saya sudah rindu dengan keluarga,” harap Lay Ning.
Laporan: Andreas
Editor: Hamka Saptono