eQuator.co.id – Putussibau-RK. Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun-Danau Sentarum (BBTNBKDS) menangkap empat warga. Mereka dituding membabat kayu di wilayah Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).
Penangkapan ini menimbulkan reaksi masyarakat. Puluhan perwakilan warga Kecamatan Selimbau dan Suhaid mengadu ke DPRD Kapuas Hulu, Jumat (9/2). Kedatangan perwakilan masyarakat ini disambut Ketua DPRD Kapuas Hulu beserta sejumlah anggota dewan. Mereka melakukan audensi di ruang rapat DPRD Kapuas Hulu. Selain legislator, audensi ini dihadiri Kapolres Kapuas Hulu AKBP Imam Riyadi dan perwakilan Balai Besar TNBKDS.
“Penindakan terhadap masyarakat yang mengerjakan kayu oleh pihak TNBKDS membuat masyarakat gerah,” kata Juru bicara dari masyarakat Selimbau, Johansyah.
Padahal, kayu yang dikerjakan itu untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat minta harus ada kepastian hukum, tidak ada action lagi dari Balai Besar TNBKDS di lapangan. “Itu sebabnya kita hadir di sini, karena di lapangan timbul persoalan,” katanya.
Selama ini kata pria yang biasa disapa Johan, larangan penebangan kayu tanpa didahuli dengan sosialisasi. Mana batas yang boleh atau tidak dikerjakan masyarakat. Karena menurutnya, masyarakat sudah hidup turun temurun di wilayah yang ditinggali selama ini.
“Kami tidak tahu titik-titik zona mana yang boleh dan tidak dikerjakan, jadi selama ini memang kurang koordinasi. Maka berbuntut penangkapan, karena menurut versi mereka (TNBKDS) mengerjakan kayu di wilayah taman nasional,” ungkapnya.
Sampai saat ini kata Johan, sudah empat warga yang ditangkap Polisi Kehutanan (Polhut) lantaran dituding mengerjakan kayu di kawasan TNBKDS. Jika permasalahan tersebut belum juga membuahkan solusi, mereka akan mengeluarkan diri dari kawasan TNDS.
“Bahkan kalau tuntutan kami tidak diakomodir dan belum ada solusi, kita akan maju tingkat yang lebih tinggi, yakni ke provinsi dan pusat,” pungkas Johan.
Ketua DPRD Kapuas Hulu Rajuliansyah menyampaikan, bahwa masyarakat memang masih awam terkait dengan batas zonasi pemanfaatan hutan di kawasan mereka. Maka salah satu solusi dengan mengadakan sosialisasi langsung ke lokasi. “Buka layar lebar di mana batas-batas pemanfaatan antara yang boleh dikerjakan dan tidak, jadi jelas,” tegas Rajuliansyah.
Dikatakan Rajuli, pihak Balai Besar TNBKDS juga pernah menyampaikan bahwa mereka siap mendampingi masyarakat ke pusat. Membuat usulan sekaligus solusi atas persoalan yang di hadapi masyarakat yang tinggal di kawasan hutan.
“Artinya TNBKDS pernah ada niat baik untuk mendampingi masyarakat langsung ke pusat terkait permasalahan ini. Cuma terkait batas ini masyarakat masih awam, maka masyarakat kita perlu diayomi,” harapnya. Rajuli juga meminta solusi dari pihak TNBKDS terhadap beberapa masyarakat yang telah ditahan Polhut.
Kapolres Kapuas Hulu AKBP Imam Riyadi mengatakan, bahwa antara program pemerintah dengan kebutuhan masyarakat harus saling terakomodir. Masyarakat menginginkan batas dimana mereka harus mengelola lahan.
“Ini yang harus betul-betul kita ketahui. Di satu sisi adanya TNBKDS pemerintah ingin menjaga dan melestarikan hutan, masyarakat juga ingin hidup berdampingan. Maksud dan tujuan pemerintah baik, kemudian kepentingan masyarakat juga harus di akomodir,” harap Kapolres.
Kapolres mengungkapkan, Kapuas Hulu memang menjadi paru-paru dunia. Masyarakat juga sudah komitmen menjaga hutan, tapi masih minim menerima manfaatnya. “Ini yang harus diperjuangkan. Kita semua harus menjaga fungsi-fungsi hutan dan mengakomodir masyarakat,” ucapnya.
Kapolres mengharapkan ada batas-batas yang jelas di wilayah TNBKDS tersebut. Sehingga tidak terjadi benturan antara pemerintah dengan masyarakat. “Sosialisasi harus ditingkatkan, mari kita sama-sama, kami siap. Dengan adanya batas yang jelas tentu akan menjadi solusi,” lugas Kapolres.
Anggota Komisi B DPRD Kapuas Hulu Karyo Sumadi mengakui sudah menerima laporan masyarakat bahwa sosialisasi terkait zona pemanfaatan dari TNBKDS masih minim. Dengan perkembangan penduduk, kemudian masyarakat juga sudah tinggal berabad-abad di wilayah mereka. Masyarakat tidak tahu kalau lokasi yang mereka kerjakan dilarang. “Kalau di TNDS cukup signifikan persoalan. Ini catatan kita, dari titik zonasi bisa berubah,” ucap Karyo.
Ditambahkan anggota anggota Komisi A DPRD Kapuas Hulu Fabianus Kasim, terjadinya konflik di wilayah TNBKDS memang efek dari kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kasim menyarankan, pihak TNBKDS agar bisa membuat usulan ke pusat untuk dicarikan sebuah solusi. Sehingga tidak terjadi benturan antara pemerintah dan masyarakat.
“Penolakan itu jangan di hadang-hadangi atau di tutupi. Penolakan itu harus disampaikan ke Kemen LHK bahkan Presiden. Kemudian DPRD harus membuat Pansus, kemudian melaksanakan audiensi ke provinsi dan pusat,” usul Kasim.
Kasim berpendapat, desa dan dusun yang masuk dalam kawasan memang cukup dilematis, terutama ketika akan merealisasikan pembangunan harus melalui proses panjang. Dia juga minta agar warga yang ditangkap Polhut dibebaskan. Karena selama ini masyarakat cenderung tidak tahu terkait zonasi, karena kurangnya sosialisasi dari TNBKDS. “Maka aspirasi masyarakat dan kondisi di lapangan ini harus TNBKDS sampaikan ke pusat dalam hal ini Kemen LHK,” ujar Kasim.
Sayangnya, perwakilan Balai Besar TNBKDS yang hadir bukan pengambil kebijakan. Bukan pula masuk dalam wilayah kerja mereka, seperti Fery AM. Liuw, selaku Kepala Bidang Wilayah II Kedamin. “Saya hanya bisa menampung dan mencatat hasil pertemuan kita hari ini, dan nanti akan menyampaikannya kepada pimpinan,” ucap Fery.
Laporan: Andreas
Editor: Arman Hairiadi