Warga Afganistan Minta Dipindahkan ke Australia

Pengungsi dan Pencari Suaka Penuhi Rudenim Pontianak

MANDIRI. Para pencari suaka dan pengungsi asal Afganistan tengah masak sendiri di dapur umum Rudenim Pontianak, Selasa (19/12) pagi—Ocsya Ade CP/RK

eQuator.co.idSungai Raya-RK. Sepanjang 2017, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kalbar telah melakukan pendetensian, pendeportasian, pemulangan hingga pemindahan warga asing dari Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pontianak. Awalnya Rudenim overload, kini semakin berkurang.

Januari, jumlah warga deteni Rudenim Pontianak sebanyak 232 orang yang terdiri dari warga Afganistan, Myanmar, Pakistan, Thailand dan Vietnam. Namun hingga per Desember 2017, jumlahnya menyusut menjadi 166 orang. Mereka terdiri dari 9 pencari suaka dan 136 pengungsi yang berasal dari Afganistan akibat konflik di negaranya serta imigratoir 21 orang asal Vietnam lantaran melakukan illegal fishing di laut Indonesia.

Kepala Rudenim Pontianak Agustianur SH MH mengatakan, Rudenim merupakan rumah singgah sebelum para detensi di deportasi atau pemulangan. “Selama tahun ini, sudah puluhan hingga ratusan orang dideportasi. Makanya sekarang Rudenim ini agak kurang,” katanya ketika menggelar konferensi press terkait capaian akhir tahun 2017 Rudenim di Kantor Rudenim Pontianak, Jalan Adi Sucipto, Selasa (19/12).

Kalau dulu sampai over kapasitas. Tapi sekarang Rudenim Pontianak malah mengaku kekurangan. “Dilema juga bagi kita sebenarnya, karena harus kembalikan kas negara,” ucapnya.

Menurutnya, semua warga yang ditampung di Rudenim harus mendapatkan haknya. Di antaranya, mereka menginginkan adanya kebebasan layaknya masyarakat biasa. Bisa keluar, olahraga dan berbelanja. “Namun kalau di Rudenim ini tidak bisa kita lakukan seperti itu. Kecuali tinggal di community house. Biasanya itu dari pemerintah melalui IOM,” ungkapnya.

Sebenarnya kata dia, di Rudenim seluruh kelengkapan dan pemenuhan hidup detensi sudah ada. Dari makan, minum, tempat olahraga, bahkan belajar. Hanya saja, lantaran tidak bisa keluar, beberapa waktu lalu detensi pencari suaka asal Afganistan sempat demo. “Jadi manusiawi mereka melakukan demo, karena menyangkut hak asasi dari detensi,” pungkasnya.

Sepanjang aksinya tertib Agustianur menyatakan tidak ada masalah. Hanya saja, yang perlu menjadi perhatian dampak lingkungannya. Artinya, jangan sampai menganggu masyarakat di sekitar Rudenim. Apalagi status lahan Rudenim tersebut masih pinjam pakai. “Itu yang kita sampaikan, makanya sekarang mereka sudah bisa diredam. Keinginan mereka untuk ditransfer (dipindahkan ke negara tujuan, red), hanya karena ingin bebas,” jelasnya.

Para deteni ini merupakan titipkan UNHCR, IOM, PSDK dan aparat keamanan lainnya. Bila mendapatkan pengungsi, pencari suaka atau imigratoir, masyarakat juga bisa menyerahkannya langsung ke Rudenim Pontianak. Atau bisa menghubungi petugas Rudenim Pontianak di kontak person 081999982008 atas nama Rizal.

Dalam penanganan pengungsi kata dia, menjadi wewenang  Pemerintah Provinsi. “Tugas kami hanya untuk pengawasannya sesuai dengan Perpres Nomor 125 Tahun 2016. Termasuk untuk penanganan untuk community house juga,” demikian Agustianur.

Sementara itu, salah seorang pencari suaka asal Afganistan, Habibullah mengucapkan terima kasih dengan warga Indonesia yang sudah menerima mereka. “Keinginan kami ini hanya minta ditransfer ke negara lain, terutama Australia,” jelasnya melalui penerjemah petugas Rudenim Pontianak.

Menggunakan bahasa Inggris, Habibullah menyatakan sudah dua tahun menginap di Rudenim Pontianak. Ditunjuk sebagai perwakilan warga deteni Rudenim Pontianak, dia mempertanyakan perihal lambannya pemindahan ke negara tujuan. Makanya, mereka dulu sempat demo, karena merasa sudah lama dititipkan ke Rudenim Pontianak. “Kami tidak menyinggung masalah Imigrasi. Namun mempertanyakan kenapa begitu lama dan tidak dideportasi. Dan kami meminta diperhatikan agar segera di transfer ke community house,” katanya.

Menurut dia, pelayanan di Rudenim Kota Pontianak selama dua tahun yang dia rasakan sangat baik. “Saya terima kasih dengan Indonesia yang sudah mau menerima kami. Dan kami hanya ingin hidup bebas,” pinta Habibullah.

 

Laporan: Syamsul Arifin dan Ocsya Ade CP

Editor: Arman Hairiadi