eQuator.co.id – BOGOR – Hari ini (17/2), Walikota Bogor Bima Arya dijadwalkan tiba di Bogor. Bima pulang tidak dengan tangan hampa. Dia membawa oleh-oleh bantuan dari Provinsi Hiroshima, Jepang dan Japan International Cooperation Agency (JICA) senilai 50 juta yen atau sekitar Rp5,8 miliar.
Namun, cendera mata ini mirip dengan kunjungan Bima ke Yokohama Jepang dan International Council for Local Environmental Initiatives (ICLEI) World Kongres 2015 di Prancis tahun 2015 lalu. Di mana mereka juga menjanjikan bantuan untuk pemkot. Namun hasilnya ternyata baru diatas kertas.
“Jadi hasil kunjungan di Paris, ICLEI menyiapkan dana USD100 miliar yang akan dibagikan ke kota-kota untuk pendanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” ujar Kasubag Kerjasama Antar Daerah Dalam dan Luar Negeri pada Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor, Rudiyana.
Dia menjelaskan, dalam perjalanan walikota ke Paris 2-9 Desember 2015 lalu, Bima menghadiri Konferensi Perubahan Iklim atau Conference of Parties (COP) 21, yang di selenggarakan ICLEI. Di mana dalam konfrensi tersebut menghasilkan Paris Agreement (Kesepakatan Paris). “Ini akan menggantikan Kyoto protocol dan negara-negara yang hadir harus meratifikasinya,” bebernya.
Dalam kesepakatan Paris, setiap walikota dari COP 21 menyepakati untuk membatasi perubahan iklim hingga 1,5 derajat Celsius, secara berkelanjutan dan adil. Selain itu, setiap lima tahun sekali, walikota secara kolektif harus melaporkan kemajuan penurunan emisi karbon. “Nah atas komitmen itu ICLEI menjanjikan dana untuk pengurangan emisi,” ucapnya.
Dengan melakukan perjanan dinas ke luar negeri kata dia, pasti ada timbal balik bagi Kota Bogor. “Tanpa disadari dengan segala kegiatan yang diikuti Kota Bogor, dengan berbagai pelatihan dan bantuan, jika dirupiahkan bisa mencapai lebih dari Rp3 miliar,” paparnya.
Nah pertanyaanya apakah tawaran-tawaran bantuan itu sudah sampai di Kota Bogor? Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Naufal Isnaeni menjelaskan, untuk menyodorkan proposal bantuan, walikota terus melakukan koordinasi dengan sejumlah kota di luar negeri, salah satunya melalui ICLEI.
Dia menjelaskan, nantinya Kota Bogor akan menerima bantuan Rp1,5 miliar untuk pembangunan jalur sepeda. “Sebenarnya rencana awal bantuan tersebut akan digunakan untuk pengadaan jalur transportasi, dan penerangan jalan umum diubah menggunakan led, tapi yang paling siap kami mengajukan pembuatan jalur sepeda,” paparnya.
Menurut dia, pemkot masih dalam proses pengajuan proposal, menuju ke ICLEI Pusat untuk selanjutnya diserahkan ke Pemkot Bogor melaui ICLEI Indonesia. “Kota Bogor sudah mengajukan ke ICLEI Indonesia, saat ini prosesnya sudah sampai pada ICLEI Indonesia mengajukan ke ICLEI Pusat,” ucapnya.
Selain kerjasama dengan ICLEI, pemkot Bogor juga melakukan kerjasama dengan National Institut for Environmental Studies (NIES) yang berpusat di Yokohama, Jepang. Disana pemkot juga melakukan kerjasama dalam lingkungan hidup untuk mengembangkan program Eco City.
Dalam kerjasama yang dilakukan pihak NIES memberikan bantuan berupa pemasangan alat pemantau pemanfaatan energi/listrik di beberapa bangunan di Kota Bogor. “Sebenarnya NIES ini memiliki kerjasama dengan IPB, dengan program Eco Kampus, namun IPB menyarankan untuk mengembangkan Eco City dengan pemkot Bogor,” jelasnya.
Alat dari Jepang itu sudah terpasang di sejumlah bangunan di Kota Bogor, seperti Gedung DPRD Kota Bogor, Bappeda Kota Bogor dan Kecamatan Tanah Sereal. Selain itu, ada tiga unit alat yang dipasang di rumah warga, dan satu unit tempat perbelanjaan. “Ada enam alat yang baru selesai dipasang Minggu (14/2) lalu, dan itupun belum berfungsi, masih menunggu softwarenya dari Jepang,” ucapnya.
Selain itu, ke depannya pemkot Bogor juga akan meminta bantuan pemanfaatanm energi untuk dipasang di dalam Bus Transpakuan.
Sementara, untuk perjalanan dinas ke Singapura, pemkot Bogor mencari referensi untuk penataan reklame di Kota Bogor. “Untuk membahas sampah visual Kota Bogor memilih Singapura karena dianggap sudah mampu mengatasi sampah visual,” kata dia.
Bahkan saat inipun walikota sedang berada di Provinsi Hiroshima, Jepang. Dan Japan International Cooperation Agency (JICA) berkomitmen memberikan bantuan senilai 50 juta yen atau sekitar Rp5,8 miliar kepada Pemkot Bogor. “Bantuan tersebut untuk melakukan upaya perbaikan kapasitas pengelolaan sampah dan kebersihan di kota Bogor,” ujar Naufal.
Ke depan, JICA dan pemkot akan melakukan kerjasama yang berkepanjangan Kota Bogor. Selain mengirim perwakilan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). Pemkot juga akan mengirim masyarakat umum untuk mengikuti training pengelolaan sampah di Jepang. “Nah, untuk iitu, pemkot Bogor sedang melakukan penjajakan dengan pemerintah Hiroshima,” tegasnya.
Menanti Hasil Bukan Rencana
Direktur Lembaga Pengamat Kebijakan Publik (Lekat), Abdul Fatah menilai sebagai warga Kota Bogor, dia kecewa atas keseringannya walikota ke luar negri. Menurut dia hasilnya tidak signifikan untuk pembangunan Kota Bogor. “Saya tidak menyangka sekelas Bima Arya yang mantan mahasiswa lulusan luar negeri masih suka plesiran ke luar negri,” ujarnya.
Padahal dia tahu jika pejabat keluar negeri itu hanya untuk gaya gayaan dan menghabiskan anggaran. “Dimana kepekaan nuraninya? Dimana rasa idealismenya?” tanya Abdul Fatah.
Dia juga menyarankan Bima Arya harusnya mencontoh Bupati Bolomangondow Timur (boltim) Sulawesi Utara, sampai dengan periode ke-2 masa jabatannya walaupun ada undangan gratis ke luar negeri dia tidak pernah mau berangkat. “Setelah saya tanya kenapa tidak mau dia menjawab, ‘saya ini dipilih oleh rakyat sini, bukan oleh rakyat luar’,” ucapnya enirukan.
Terkait persoalan isu lingkungan hidup,seharusnya Bima tidak perlu jauh-jauh pergi ke luar negri. Program pemerintah pusat menurutnya sudah bagus. Bahkan menjadi pilot project negara berkembang. “Yang jelas ini walikota Bogor peringkat pertama yang banyak pelesiran ke luar negri sedangkan dia baru menjabat 2 tahun,” tuturnya.
Dia mengatakan sebaiknya walikota lebih peka, karena di masyarakat bawah masih banyak warga yang sakit, pemukiman kumuh, dan masyarakat miskin. “Tapi saya paham karakter walikota Bogor ini kan sudah merasa jago dan merasa sudah benar, jadi saya pesimis keluhan masyarakat akan di dengar walikota. Tidak perlu buang-buang uang ke luar negri, gunakan saja untuk mengatasi persoalan secara langsung ke masyarakat,” tukasnya. (rub/c)