eQuator – Kalimantan Barat bukan lagi sekadar kawasan transit untuk perdagangan narkotika internasional. Wakil Gubernur Christiandy Sajaya menegaskan justru sudah pasar Narkoba.
“Tidak ada kata lain, kita perang terhadap Narkoba sesuai yang dicanangkan Presiden dan Gubernur, untuk Provinsi Kalbar harus memerangi Narkoba,” ungkap Christiandy ditemui Rakyat Kalbar di Kantor Gubernur, Rabu (11/11).
Dia mewanti-wanti, masuknya Narkotika berskala besar dari Malaysia melalui wilayah perbatasan di Kalbar patut diwaspadai. “Bahkan, Kalbar bukan lagi sebagai tempat transit peredaran, namun tujuan dari Sindikat Narkoba,” tegasnya.
Pernyataan itu sangat beralasan. Masuknya barang haram yang gampang lolos dari Malaysia ke wilayah Indonesia bukan hanya untuk melewati Kalbar, tapi menjadikan provinsi di garis Khatulistiwa ini sebagai pasar dengan permintaan tinggi. Status hanya ‘lewat’ dengan mudah berubah, buktinya beberapa penangkapan Sabu-sabu dengan volume kiloan belum lama ini. Selain volume, ritme masuk dan tertangkapnya kurir Sabu-sabu oleh kepolisian juga sebuah bukti.
“Hal ini dibuktikan karena beberapa tahun lalu pernah terungkap ada pabrik atau tempat produksi ekstasi. Selain itu pengungkapan masuknya Narkoba dalam jumlah banyak. Jadi bukan hanya transit dan pengguna, tapi sudah jadi pasar Narkoba,” beber Christiandy.
Karena itu, ia sangat berharap semua lapisan masyarakat ikut terlibat dalam perang melawan Narkoba ini, karena sudah jadi bahaya laten bagi Kalbar. Semua komponen dan alat Negara sudah tidak boleh main-main dengan Narkotika.
“Namanya perang, upaya untuk masuk ini terus menerus yang artinya kita jangan sampai lengah. Kita minta jajaran Bea dan Cukai, para pemangku jabatan di titik-titik masuk baik perbatasan, pelabuhan atau tempat lain yang dapat menjadi tempat masuknya narkotika,” tegas Christiandy lagi.
Kewaspadaan juga diingatkan kepada alat Negara, aparat keamanan secara keseluruhan. “Termasuk Polri, TNI, untuk bekerja keras. Dan saya setuju kalau keterbatasan tenaga dan alat di perbatasan itu harus diusulkan. Kalau di perbatasan banyak wewenang pusat bisa melalui Gubernur, atau di bawah kementerian membawahi instansi tersebut untuk mengusulkan,” papar dia.
KONTRA TEKNOLOGI
Perihal masuknya Narkotika melalui perbatasan Negara, Christiandy melanjutkan, bukanlah soal adanya kemudahan, tapi para sindikat sangat lihai dan berinovasi lebih canggih dalam menyeludupkan barang haram itu. “Saya pernah di BNNP Kalbar dan pernah berdiskusi dengan BNN RI. Analisanya adalah, para sindikat terus memodifikasi teknologinya. Bisa jadi alat pendekteksi Narkoba kalah canggih dan dapat ditembus atau lolos oleh para sindikat ini,” tukasnya.
Dari sisi hukum ekonomi, faktor harga Narkotika di Indonesia salah satu penyebab maraknya pasar obat terlarang. Ibarat gula pasir rafinasi yang diseludupkan dari Malaysia, harganya menguntungkan dipasarkan di Indonesia.
“Kalau harga lebih mahal dari tempat lain, orang tidak akan menyeludupkan ke sini. Karena memang di Indonesia mungkin pemakainya banyak sehingga jadi harga lebih mahal, itu jadi motif ekonomi,” analisa Christiandy.
Ia menambahkan, upaya untuk memerangi penyalahgunaan narkotika tentunya harus dilakukan bersama-sama. Tidak hanya aparat pemerintah namun masyarakat juga harus membantu.
HANYA TES URINE
Seperti juga Wagub Kalbar, anggota Komisi I DPRD Kalbar, H Subhan Nur, menyatakan Kalbar ini bukan lagi tempat transit namun sudah menjadi pasar dan pusat peredaran Narkoba.
“Buktinya semua kita ketahui. Ada tempat yang hampir mirip dengan Kampung Ambon di Jakarta sebagai lokasi nego dan pasar. Oleh sebab itu harus ada upaya prefentif selain upaya pencegahan,” ujar Subhan di Gedung Dewan.
Wakil rakyat ini melihat kondisi Kalbar ini sangat berbahaya, artinya tidak ada generasi yang bebas Narkoba. Pembuktian jelas, jumlah pengedar bertambah kemudian jumlah korban.
“Ini tugas seluruh stakehoder di Kalbar supaya lebih tanggap dalam upaya pemberantasa Narkoba ini. Bukan hal baru dengan jumlah tangkapan yang besar yang masuk dari Perbatasan. Bahkan tidak lepas dari keterlibatan oknum aparat sendiri,” katanya.
Subhan mengakui kalau sindikat pengedar narkotika ini lebih canggih dari petugas. Ia bahkan mengakui peredaran Narkoba ibarat gunung es yang ditemukan tidak sebanding dengan jumlah peredaran. Permukaan kecil tetapi melebar dan meluas di bawahnya.
Menurutnya, Kalbar menjadi pasar Narkoba tentunya dipengaruhi factor ekonomi. Tingginya harga Narkoba menjadikan kawasan Perbatasan menjadi daerah transit lantaran penyeludupan bukan barang aneh dan langka. “Ini luar biasa. Melalui perbatasan dan bisa saja melalui pelabuhan lewat kapal-kapal hingga tidak terdekteksi,” katanya.
Subhan mengingatkan otoritas pencegahan dan pemberantasan Narkoba jangan hanya berkutat di kelab malam atau tempat hiburan malam. Walaupun di situ ditengarai sebagai tempat peedaran dan pengguna.
“BNNP juga harus bergerak karena Narkoba boleh disebut sebagai bahaya laten. Jadi jangan hanya berkutt melakukan tes urine saja, sementara itu peredaran masuk kewilayah Kalbar lebih besar. BNNP harus lebih tahu dari itu,” tegas Subhan.
Ia berharap tugas bersama dalam rangka melakukan pencegahan dan pemberantasan harus dilakukan secara simultan. “Kegiatan pencegahan dan rehablitasi tentunya juga menjadi beban negara kalau semakin banyak pengguna. Jadi tidak hanya Kepolisian saja yang menindak, peran seluruh stakehoder yang ada termasuk DPRD untuk melakukan monitoring,” tandasnya.
Laporan: Isfiansyah
Editor: Mohamad iQbaL