Wacana Tugu Kuntilanak Ditolak

PENAMPAKAN. Salah satu meme yang beredar di media sosial tentang Tugu Kuntilanak. FACEBOOK DENY DENY

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Makhluk halus seperti kuntilanak harusnya membuat manusia takut. Tapi bagi seorang Kartius, Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kalimantan Barat, sosok setan perempuan berambut panjang itu layak jadi salah satu landmark di ibukota Kalimantan Barat.

“Kita bikin menara (kuntilanak) setinggi 100 meter. Jadi wisatawan bisa melihat Kota Pontianak dari atas, tidak perlu keliling-keliling,” ujar orang dekat Gubernur Kalbar tersebut, belum lama ini. Dalam rencananya, tugu itu akan dibangun di tepian Sungai Kapuas dekat Jembatan Kapuas I.

Imbuh dia, “Saya kasi tahu ya. Saya di pariwisata, banyak orang mendukung, luar biasa”.

Mantan Kepala BKD Kalbar itu menegaskan, dirinya tidak mempermasalahkan jika ada pihak-pihak yang menolak idenya. “Kita berpikir kreatif dibilang gila, dibilang syirik,” ucapnya santai.

Kartius mengaku tidak mempermasalahkan jika orang mengkritik dirinya. Dengan dikritik, membuat ide itu semakin membuncah.

“Pro dan kontra biasa dalam hidup. Kalau tidak ada pro dan kontra itu tempayan. Kalau takut dikritik jadi tempayan saja. Birokrasi harus mampu inovasi dan kreatif untuk melakukan terobosan supaya kesejahteraan rakyat meningkat. Jangan dianggap enteng,” tukas dia.

Rencana Kartius ini jelas saja direspons berbagai pihak. Salah satunya Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, yang menanggapi dingin.

“Ka’ati (suka-suka) die lah, saye tak ngurus itu, terserah jak,” ujar Sutarmidji ditemui Rakyat Kalbar usai menghadiri silaturahmi Kamtibmas antara Forkopimda bersama Forum Kerukunan Umat Beragama di aula Kodim 1207/BS, Selasa (17/1).

Sebelum itu, Sutarmidji bahkan sempat menulis di akun facebook-nya, “Ada yang ingin bangun patung KUNTILANAK, saya terus terang aja dari dulu mikir nih, gimana modelnya ya, soalnya saya belum pernah ketemu, terus kalau dibuat lalu ada yang mirip dengan patung yang dibuat kan bisa marah dia nya atau kuntilanak malah protes nantinya”.

Ia kemudian mengajak masyarakat melontarkan ide atau pandangan terkait wacana Disporapar Kalbar tersebut. “Ayo ada yang punya ide atau pandangan tentang wacana dinas Disporapariwisata propinsi yang ingin buat patung Kuntilanak. Atau ada yang pernah liat atau punya gambaran Kuntilanak, tapi kalau yangg merasa mirip jangan koment di sini ye… he he he,” kelakarnya di halaman Facebook Bang Midji.

Dan, penolakan mencuat dari para netizen. Dalam beberapa hari ini, berita Rakyat Kalbar berjudul “Kartius Bersikukuh Bangun Tugu Kuntilanak” jadi salah satu trending topic di jagad maya masyarakat Pontianak.

Hajon Mahdy Mahmudin, salah seorang penggiat IT Pontianak sempat mengomentari rencana ini. Menurut dia, bangunan tertinggi di Pontianak saat ini adalah Hotel Hariss, itu saja masih di bawah 50 meter.

“Bangunan bukan gedung tertinggi di Pontianak itu tower TVRI dan tower RRI, itu saja masih di bawah 50 meter juga. Tugu Kuntilanak ini 100 meter tingginya dan posisinya di samping jembatan Kapuas I. Kasian orng yang lewat dari luar kota langsung sawan kalau turun dari sisi satunye jembatan. Sawan die ada kuntilanak besak,” tulis Hajon di laman Facebooknya.

Ia juga mencoba menggambarkan bagaimana tugu itu jadinya kelak. Dalam gambar tersebut tampak sesosok perempuan dengan rambut panjang hitam menjuntai di depan menutupi wajah berdiri di sebuah bangunan yang mirip seperti dasar Patung Liberty di Amerika Serikat.

Netizen lainnya, Denia Kurnia Abdussamad, juga mempertanyakan dari mana datangnya ide tugu kuntilanak ini. “Sungguh gagal faham saya darimana ide pendirian Patung Kuntilanak itu bisa mengemuka, dimana letak edukasinya? Dan akan seperti apa bentuknya? Bagaimana studi literasinya?” tanya dia.

Ia menilai masih banyak ikon lainnya kota Pontianak yang lebih layak untuk dijadikan sebagai landmark baru kota Pontianak.  Denia merupakan mantan Putri Pariwisata Kalbar dan Miss Indonesia Kalbar. Ia mengaku memang seringkali mendapat pertanyaan tentang asal muasal kota Pontianak.

Dan entah kenapa, versi yang mistis lebih populer padahal ada banyak versi lain. Salah satunya, menurut Denia, adalah berasal dari kata Pontien yang berarti perhentian atau tempat persinggahan. Karena Pontianak merupakan delta pertemuan antara Sungai Kapuas dan Sungai Landak.

“Pontianak berasal dari kata Pintu Anak. Pintu Anak yang dimaksud adalah pintu dari dua anak sungai yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Landak,” jelasnya.

Begitupun dalam bahasa tiociu, Pontianak lebih sering disebut Khuntien. Biasanya dengan sedikit penambahan lafadz tanpa arti di ujung kata seperti “na”. “Misalnya, jika mereka ditanya “Mau kemana?” Kemunginan dia akan menjawab “Ke Kun Tian na,” tulis Denia di laman Facebooknya.

Denia mengaku dalam hati kecilnya sering komplain kenapa asal muasal Pontianak lebih erat dengan hal mistis. Namun komplain tersebut tidak cukup menutupi kebanggaannya kepada kota kelahirannya tersebut. Karenanya,  ia meminta pemerintah provinsi tidak usah berkeras jika rencananya itu akan mendapat penolakan dari masyarakat.

“Pendirian patung itu memang menggunakan lahan Prov (Kalbar,red) dan dana APBD Prov. Tetapi itu tetap uang rakyat, Pak. Tak ada untungnya pula buat anda secara politis, percayalah, melunaklah,” tutupnya.

Gelombang penolakan juga datang dari anggota DPRD Kota Pontianak yang dalam waktu dekat ini berencana melakukan koordinasi dengan DPRD Provinsi Kalbar untuk memanggil Kartius. “Kita tidak bisa langsung memanggil kepala dinas provinsi ya, tapi kita akan koordinasi kepasa DPRD Provinsi Kalbar, khususnya Dapil Kota Pontianak untuk memanggilnya,” ujar Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak, Alwi Almuttahar, tadi malam.

Dia menilai persoalan menjadi serius ketika rencana pembangunan dilakukan di “halaman rumah” Kota Pontianak. Dan Alwi sendiri memberikan pertanyaan dasar, kenapa harus tugu kuntilanak?

“Memandangnya dari sisi mana? Kalau dari sisi sejarah, lebih baik membangun replika burung garuda, untuk mengenang Sultan Hamid II. Bisa kita sosisialisasikan ke seluruh Indonesia, ke semua, bahwa lambang negara ini orang Kalbar yang bikin,” kata dia.

Walaupun ide itu atas dasar pertimbangan serapan PAD dari sisi pariwisata. “Saya memandang kurang etis, malah menakut-nakuti masyarakat, tidak baik juga untuk citra Kota Pontianak,” tegas Alwi.

 

 

Laporan: Iman Santosa, Fikri Akbar

Editor: Mohamad iQbaL