”I do, I do”.
Yang mengatakan itu Presiden Donald Trump. Yakni setelah tiga hari terakhir ini lonjakan penderita Covid-19 luar biasa di Amerika. Sehari saja bisa 50.000 penderita baru. Lebih besar dari angka di Indonesia selama tiga bulan.
Tapi sikap sang presiden tidak berubah. Termasuk masih yakin bahwa Covid-19 ini tidak berbahaya. Ia juga tetap menolak untuk memakai masker.
Bahkan Trump menjadikan masker untuk mengejek capres lawannya: Joe Biden –yang selalu tampil mengenakan masker.
Lihat wajah Biden, kata Trump, seperti pepes.
Maka wartawan di Amerika pun ingin tahu: apakah Trump tetap percaya bahwa Covid-19 akan hilang sendiri dari muka bumi.
”I do, I do,” katanya.
Kebohongan memang hanya bisa ditutupi dengan kebohongan yang lebih besar. Atau dengan meminta maaf.
Tapi, rupanya, tidak ada kata ”maaf” dalam kamus Trump.
Karena itu ia konsisten –bohongnya.
Dulu Trump berpendapat Covid-19 –ia sebut sebagai kungflu– lebih remeh dari flu biasa. Ketika ternyata lebih serius ia bilang obatnya sudah ditemukan.
Ketika diketahui itu hanya obat malaria, ia mengatakan sebentar lagi Covid-19 akan hilang –seiring dengan datangnya musim panas.
Bulan Juli ini adalah puncak musim panas di Amerika. Justru di awal Juli ini terjadi lonjakan yang belum pernah terjadi di musim dingin sekali pun.
Trump bergeming.
”Sebentar lagi juga akan hilang sendiri. Dan lagi vaksin anti Covid-19 segera datang,” begitu kurang lebih pendapatnya.
Maka inilah 4 Juli (Sabtu besok) yang sangat berbeda di Amerika. Saya jadi ingin tahu bagaimana Trump merayakan ulang tahun kemerdekaan Amerika kali ini.
Saya sudah ikut merayakannya Jumat pagi kemarin. Dengan cara memenuhi permintaan Konsulat Amerika di Surabaya: menjadi pembicara tunggal di forum Live Instagram. Yang dihadiri oleh mereka yang pernah diundang ke Amerika oleh pemerintah Amerika.
Saya diminta menceritakan pengalaman itu. Juga menjawab pertanyaan para pemirsa live IG. ”Siapa tahu masih ingat,” ujar Esti, staf di Konsulat Amerika yang menjadi moderator di forum itu.
Tentu, saya masih ingat. Meski peristiwa itu sudah 35 tahun lalu.
Itulah untuk kali pertama saya ke Amerika. Bukan main senangnya. Apalagi saya boleh ke mana pun. Saya diminta mengajukan daftar keinginan. Akan dipenuhi semua.
Tentu saya tahu diri: lebih banyak minta ke kantor-kantor surat kabar. Termasuk ke surat kabar kecil di kota kecil di pedalaman tengah Amerika.
Tapi saya juga mengajukan permintaan ke tempat rekreasi: Disneyland dan Universal Studio. Dikabulkan juga. Saya pun dibawa ke Disneyland di Orlando, Florida. Juga ke Universal Studio di California.
Saya juga mengaku –di forum live IG itu– baru saat ke sana itulah saya tahu Amerika itu negara sangat besar –segala-galanya.
Saya tahu Amerika itu hebat, tapi nilai hebat itu baru terasa ketika di sana.
Harus saya akui –dan sudah sering saya akui– Amerika, lewat undangannya untuk saya itu, telah mengubah peta persuratkabaran di Indonesia.
Sepulang dari Amerika saya rombak-habis Jawa Pos. Termasuk ruang redaksinya. Juga komputerisasinya –pun sebelum koran terbesar di Jakarta melakukannya.
Bentuk ruang redaksi Jawa Pos –yang kemudian terpilih sebagai terbaik di dunia itu– idenya dari kunjungan itu.
Yang pertama pula menjadi koran berwarna. Cetak jarak jauh. Punya anak-anak surat kabar di semua kota. Dan banyak lagi.
Sejak itu pula saya meneguhkan niat: tiap enam bulan harus ke Amerika. Untuk belanja ide. Amerika lah negara impian yang sesungguhnya.
”Terima kasih saya ke Amerika itu, harusnya saya tunjukkan sampai bersujud dan menangis di lantai,” kata saya di forum itu.
Selamat ulang tahun Amerika! Saya merayakannya dengan sangat khusus: menerbitkan Harian DI’s Way. Yang bukan koran. Agar lebih bermakna –kalau jadi. (Dahlan Iskan)