eQuator.co.id – BOGOR-RK. Sejumlah ulama pendukung Prabowo-Sandiaga mengeluarkan lima rekomendasi atas dugaan kecurangan yang dilaporkan Badan Pemenangan Nasional (BPN). Itu merupakan solidaritas untuk menunjukkan bahwa BPN tidak sendirian dalam memperjuangkan keadilan atas kecurangan temuannya.
Rekomendasi itu dikeluarkan dalam pertemuan Ijtimak Ulama dan Tokoh Nasional III di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Rabu (1/5). Acara tersebut dihadiri, antara lain, Yusuf Muhammad Martak (penanggung jawab ijtimak ulama), Bachtiar Nasir, Neno Warisman, dan Muhammad Hanif Alatas. Capres 02 Prabowo Subianto juga mengikuti acara tersebut. Sandiaga Uno tidak hadir karena sedang berada di Padang.
Ijtimak ulama berlangsung tertutup dan media tidak diperbolehkan meliput. Penjabaran rekomendasi disampaikan setelah selesainya pertemuan. Prabowo hanya memberikan komentar singkat tentang apa yang terjadi di ruangan dan hasil yang dicapai di pertemuan kemarin. ”Cukup komprehensif dan tegas,” ucapnya sambil berlalu menuju ke lift.
Lima rekomendasi itu mencakup banyaknya kecurangan yang terjadi pada pilpres. Itu disinggung pada rekomendasi pertama yang menyebut adanya kecurangan secara sistematis, terstruktur, dan masif.
Menurut Yusuf, ijtimak ulama memandang bahwa dugaan kecurangan tidak hanya dilakukan KPU selaku penyelenggara. Paslon 01 Jokowi-Ma’ruf Amin juga ditengarai turut andil.
Dugaan kecurangan, lanjut Yusuf, terungkap dari real count yang terus diperbarui KPU melalui website resminya. Yusuf menjelaskan, data tersebut tidak menunjukkan adanya data yang fluktuatif. Perolehan suara terbanyak selalu berada di kubu Jokowi. Sejak hari pertama penghitungan hingga saat ini. Dari situlah, mereka beranggapan adanya dugaan kecurangan oleh penyelenggara yang dibantu kubu paslon 01.
Yusuf menegaskan, fakta tersebut sudah cukup bagi peserta ijtimak untuk tidak memercayai penghitungan yang dilakukan KPU. Mereka hanya memercayai real count yang dilakukan secara independen oleh BPN. Dalam penghitungan tersebut, Yusuf memastikan bahwa Prabowo unggul dengan perolehan suara 55 persen. ”Bahkan, ada yang bilang beberapa saat yang lalu kalau suaranya sudah lebih di angka 60,” beber Yusuf.
Menurut dia, peserta ijtimak ulama meminta agar BPN mengajukan keberatan melalui mekanisme legal prosedural. Dia tidak menjelaskan secara detail apakah mekanisme legal prosedural itu ditempuh di Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain itu, lanjut dia, ijtimak ulama meminta agar KPU mendiskualifikasi paslon nomor urut 01. ”Itu sesuai rekomendasi nomor 3,” jelasnya. ”Ketika ada di sebuah pertandingan dan ada yang melakukan kecurangan, otomatis mereka harus didiskualifikasi. Bukan pertandingannya diulang lagi, kan rugi kalau begitu,” imbuh pria yang juga ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) ulama itu.
Ketika ditanya mengapa tidak mengundang kubu 01, Yusuf menjelaskan bahwa sejak pertemuan yang pertama, ijtimak memang konsisten mendukung BPN. Mereka tidak memiliki otoritas dan kemungkinan untuk mengundang pihak oposisi. Rekomendasi yang diberikan pun hanya dilaporkan ke BPN. ”Diundang pun tidak ada perlunya. Jadi, biarlah itu menjadi urusan BPN nanti,” tutur Yusuf. (Jawapos/JPG)