eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Jawa Timur kembali digoncang bom Minggu (13/5). Sebelumnya terjadi aksi bunuh diri di tiga gereja Surabaya dan peledakan bom di Rusunawa Sidoarjo. Senin (14/), aksi bom bunuh diri menyasar Mapolrestabes Surabaya.
Pasca-aksi teror tersebut, berbagai postingan di media sosial (Medsos) berseliweran. Termasuk konten bernuansa negatif.
“Kita akan minta takedown atau dihapus kontennya,” ujar Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Rudiantara ketika berada di Kota Pontianak, Senin (14/5).
Masyarakat silahkan lapor ke Kominfo. Laporan tersebut akan langsung di follow up. “Kalau dari situs Kominfo punya kecepatan karena kita bisa kasi keyword, lalu kita tutup,” ujarnya.
Kemenkominfo bersama kepolisian juga melakukan pemantuan setiap akun yang isinya berhubungan dengan peristiwa bom Surabaya. Contohnya salah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Kayong Utara yang diamankan kepolisian. Sebab diduga melakukan tindakan provokasi melalui akun Facebook miliknya.
“Kita bisa bantu takedown jadi tidak ada lagi di Medsos. Tapi atasan yang bersangkutan juga yang bisa memberikan sanksi kepadanya,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil patroli dari pihak kepolisian di dunia maya kata Rudi, memang masih banyak akun yang berisi ujaran kebencian. Ada ratusan akun yang sudah dipantau. Pihaknya mendukung strategi kepolisian dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap akun yang dicurigai.
Sebetulnya kata Rudi, semua bisa berperan dalam memberantas hal ini. Jika akun Medsos digunakan dengan bijak, seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai akses pemberantasan ujaran kebencian. “Kemudian diikutkan ke mana arahnya jadi tidak bisa langsung kita takedown, harus ditelusuri dulu,” jelasnya.
Mulai serangan narapidana teroris di Mako Brimob Depok hingga ledakan bom di Surabaya dan Sidoarjo, tren ujian kebencian di Medsos terjadi peningkatan. Bentuknya bermacam-macam, di antaranya penulisan berita. Terkait itu akan diserahkan kepada Undang-Undang Jurnalistik dan Kode Etik Pers.
Namun jika pelanggaran berupa konten broadcasting akan ditangani Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). “Pemantauan termasuk juga untuk siaran televisi dan radio,” tuturnya.
Rudi minta warganet tidak posting atau repost konten yang ada foto korban pengeboman. Baik yang sudah meninggal maupun tidak.
Sementara itu terkait tragedi bom di Surabaya, Penjabat (Pj) Gubernur Kalbar Dodi Riyadmaji mengatakan, agama apapun tidak membenarkan tindakan itu. Dia mengaku sulit memahami fenomena ini. Dimana pelakunya orang kaya dan anak-anak dikorbankan. “Bahkan hal itu tidak masuk dalam teori terorisme,” ucapnya.
Dodi mengajak seluruh masyarakat Kalbar untuk tetap berpegang pada ajarannya masing-masing. “Semua agama tentunya mengajarkan kebaikan dan keharmonisan dalam beragama,” lugas Dodi.
Senada dengan Menteri Rudiantara, Kepala Dinas Kominfo Kalbar Anthony Sebastian Runtu juga meminta kepada seluruh masyarakat untuk tidak ikut menyebarkan foto korban. Pasalnya, salah satu strategi teroris membuat masyarakat cemas. Dengan ada sebaran foto tersebut membuat masyarakat tidak tenang. “Sementara bagi korban berdampak pada psikologisnya,” sebutnya.
Bila masyarakat menerima foto dan video tentang peristiwa itu, dia menganjurkan sebaiknya langsung dihapus. “Pemerintah sudah bertindak menjaga Kalbar agar tetap kondusif jangan sampai terjadi seperti di Surabaya,” ucapnya.
Anthony mengatakan, ada UU ITE dan Tim Cyber Polda yang akan bertindak, jika berhubungan dengan tindak pidana. Sampai saat ini pun situasi di Kalbar masih dalam kondisi yang bisa diantisipasi.
“Berpikir jernih jangan terprovokasi,” lugasnya.
Begitu juga pemimpin yang terpilih nanti harus dapat mengayomi semua masyarakat Kalbar. Karena Kalbar tidak hanya sampai Pilkada tahun ini. “Tahun depan ada Pilpres, oleh karena itu buat situasi tetap kondusif,” pungkas Anthony.
Terpisah, Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak diminta bijak menggunakan Medsos. Jangan dijadikan sarana menyebar hoax dan ujaran kebencian.
“Saya mengimbau ASN Kota Pontianak harus cerdas bermedia sosial,” pesan Pjs. Wali Kota Pontianak, Mahmudah, Senin (14/5).
Menurutnya, salah satu manfaat Medsos untuk memperoleh informasi. Namun informasi tersebut ada batasannya yang dapat disebarluaskan. Jangan gampang melakukan hujatan, ujaran kebencian dan sejenisnya. “Medsos jangkauannya jauh dan luas, makanya berhati-hati,” pesannya.
Banyak informasi yang bisa disebarluaskan, tapi tidak harus bernuansa negatif. Sebaliknya, jadikan Medsos untuk hal-hal positif. Bersikap kritis, tetap harus ada batasannya. “Tidak menyebarkan informasi yang tidak benar yang sifatnya memprovokasi,” imbuhnya.
ASN kata Mahmudah, setidaknya berlaku netral. Semestinya turut menyebarkan informasi yang sifatnya membangun dan menyejukkan. “Sekali lagi jagan hoax, karena ini akibatnya sangat luar biasa, malah bisa memecah-belah kita,” tuturnya.
“Berikan contoh bahwa kita ASN yang baik dan bijak dalam menggunakan Medsos,” sambung Mahmudah.
Sebelumnya, postingan oknum kepala sekolah (Kepsek) di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Kayong Utara berinisial FSA yang diduga mengandung ujaran kebencian di Facebook cukup menyita perhatian netizen. Perempuan tersebut menulis status berkaitan tragedi bom di Surabaya. Postingannya dianggap mengandung ujaran kebencian.
Akibatnya, FSA berurusan dengan Polres Kayong Utara, Minggu (13/5). Dia dicokok dari kediamannya untuk memberikan penjelasan terkait postingannya tersebut.
Kapolres Kayong Utara AKBP Arief Kurniawan mengatakan, saat ini kasus postingan FSA yang diduga ujaran kebencian masih ditangani. Pihaknya masih melakukan proses pendalaman. Sehingga dia belum dapat memberikan penjelasan lebih banyak. “Masih kita dalami saat ini,” tuturnya saat ditemui di Mapolres Kayong Utara, Senin (14/5).
Kapolres mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk bijak menggunakan Medsos. Jangan sampai postingannya membuat berurusan dengan hukum. “Ya bijaklah menggunakan Medsos, masih banyak hal positif yang bisa dilakukan,” pesan Arief.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan Kayong Utara Romi Wijaya yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp terkait oknum Kepsek yang diduga melakukan ujaran kebencian di Medsos mengaku akan menunggu proses hukum. “Prinsipnya kita menunggu proses kepolisian,” jelasnya.
Romi belum dapat menjelaskan sanksi apa yang akan diberikan, karena proses hukum masih berjalan.
“Proses penegakan disiplin PNS menunggu putusan (kepolisian) tersebut, ” tuturnya.
Laporan: Rizka Nanda, Gusnadi, Kamiriluddin
Editor: Arman Hairiadi