eQuator.co.id – Pontianak-RK. Tarif baru ojek online (Ojol) sudah berlaku sejak Senin (2/9). Kebijakan itu diatur dalam keputusan Menteri Perhubungan nomor: 348/2019.
“Yang menentukan tarif itu, Kementerian perhubungan dan Organda (Organisasi Angkutan Darat),” tutur Kepala Dinas Perhubungan Kalbar, Manto, kemarin.
Pengguna aplikasi Gojek, tarif baru itu berlaku di 221 kota. Sedangkan untuk Grab berlaku di 224 kota. Penetapan tarif dibagi dalam tiga wilayah.
Tarif ojol zona I meliputi Jawa (selain Jabodetabek), Sumatera, dan Bali. Di zona tersebut, tarif batas bawah Rp 1.850 dan batas atas Rp 2.300/km.
Zona II meliputi Jabodetabek dengan tarif Rp 2.000 sampai Rp 2.500. Sedangkan zona III, terdiri atas Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua memiliki tarif Rp 2.100 hingga Rp 2.600.
Terkait dengan pemberlakukan tarif baru Ojol tersebut, Manto mengatakan, pihaknya hanya berwenang mengawasi kebijakan itu. Proses penetapan tarif di masing-masing wilayah diatur oleh Kementerian.
Secara teknis, Manto mengaku tidak begitu tahu persis berapa besaran pergeseran kenaikan tarif Ojol di wilayah Zona II yang di dalamnya juga meliputi wilayah Kalimantan. “Yang jelas, kami masih menunggu instruksi menteri dan kami hanya mengikuti,” terangnya.
Di luar itu, kata dia, pengaturan tarif Ojol yang dilakukan oleh pemerintah, tujuannya tentu untuk memberikan jaminan agar semua pihak merasa nyaman. Penetapan tarif baru Ojol tersebut dipastikannya telah mengakomodir seluruh kepentingan.
“Aspirasi di bawah itu memang cenderung ingin menetapkan tarif Ojol setinggi-tingginya, perusahaan angkutan ingin tarif setinggi-tingginya. Tetapi kan pemerintah harus mengendalikan supaya terjadi keseimbangan, jangan sampai konsumen dirugikan,” papar Manto.
Ditegaskannya, “Jadi, fungsi pemerintah mengontrol tarif itu, agar jangan sampai kenaikan itu merugikan konsumen, ada keadilan dan kewajaran, upaya yang dilakukan pemerintah ini harus dihormati”.
Head of Regional Corporate Affairs Gojek for East Indonesia, Mulawarman, membenarkan soal pemberlakuan peningkatan tarif dasar dan tarif minimum GoRide, per 2 September tersebut.
Dengan perubahan sekema tarif itu, maka, kata dia, penyesuaian insentif terhadap mitra driver otomatis dilakukan. Agar Gojek dapat terus menjaga permintaan order dan keberlangsungan ekosistem Gojek.
“Penyesuaian skema insentif harus kami lakukan. Supaya Gojek tetap bisa inovasi, dan melakukan perbaikan sistem standar pelayanan maupun mendorong berbagai kegiatan promosi,” tuturnya, kepada Rakyat Kalbar, melalui pesan WhatsApp, Senin (2/9). Mulawarman menyatakan, pemberlakukan tarif baru serta penyesuaian insentif kepada mintra driver gojek juga berlaku di Kota Pontianak.
Pengawasan pelaksanaan ini memang akan dilakukan oleh Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Dinas Perhubungan daerah. ”Laporan versi pengemudi di hari pertama, memang order menurun, tapi pendapatan naik,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi saat jumpa pers di Ruang Singosari, Gedung Karsa, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sore kemarin.
Menurut Budi, hal tersebut wajar. Mungkin, masyarakat kaget dengan kenaikan tarif tersebut. meski begitu, dia yakin secara bertahap masyarakat akan terbiasa. Mengingat, kenaikan tarif cukup kecil. Yang artinya, masih ramah di kantong pelanggan.
Apalagi, perilaku masyarakat di kota-kota besar terhadap ojol bisa dibilang sebagai kebutuhan utama. Sebagai mobilitas transportasi maupun gaya hidup. Seperti membeli makanan, membersihkan rumah, hingga jasa pijat. Semuanya ingin serba praktis.
Selama seminggu ke depan, timnya akan melakukan penelitian untuk menguji hipotesa tersebut. Melihat tingkat kepuasan masyarakat, kesejahteraan pengemudi, dan ekosistem transportasi pasca kenaikan tarif ojol. Sampel penelitian akan diambil dari setiap zona I, II, dan III.
Jika masyarakat banyak yang komplain tarif ojol terlalu mahal, apakah masih bisa diturunkan? ”Saya kira bisa saja. Tapi, tentu juga harus dengan kesepakatan dari dua aplikator dan pihak-pihak terkait. Dan saya kiran kenaikan tarif tidak tinggi,” ucap Budi.
Untuk mengantisipasi adanya kecurangan tarif ojol, Budi sudah menyurati dinas perhubungan provinsi. Meminta Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) seluruh kabupaten/kota mengerahkan stafnya untuk melaksanakan pengawasan tarif. Berdasarkan kesepakatan, ada dua cara dalam melakukan pengawasan.
Pertama, BPTD akan melihat dan melakukan pengawasan sendiri. Kedua, Dirjen Hubdar membuat surat kepada BPTD mengenai adanya persaingan tidak sehat dari dua perusahaan aplikasi. Sehingga, terjadi saling crosscheck.
Di sisi lain, Budi juga menyadari, di beberapa daerah masih ada perseteruan antara ojol dan ojek pangkalan. Khususnya, di daerah yang biasa mereka sebut zona merah. Seperti, bandara dan stasiun. Zona dengan nilai rupiah tinggi bagi pengemudi bisa mengambil penumpang di daerah tersebut.
Menurut Budi, harus ada komunikasi yang bagus antara perusahaan aplikasi dan otoritas setempat. Sehingga, bisa muncul kerjasama untuk integrasi transportasi. ”Tinggal komunikasi dan koordinasi saja dengan pihak setempat,” ujarnya.
Sementara itu, Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia Igun Wicaksono mengatakan, belum ada keluhan dari pengemudi mitra ojol. Semuanya masih berjalan kondusif. ”Mayoritas driver mitra menerima,” katanya.
Di sisi lain, keluhan datang dari konsumen yang terbiasa menggunakan ojol. Juwita dan Joko Aji mengeluh tarif ojol mahal. Juwita yang kerap menggunakan aplikasi Grab Food untuk memesan makanan kini harus berpikir dua kali. ”Biasanya Cuma Rp 19 ribu mulai kemarin menjadi Rp 20.500. Ya mahal,” urai perempuan 30 tahun itu.
Sedangkan, Joko merasa ongkos transportasi sehari-hari membengkak. Dia biasa menggunakan ojol dari stasiun KRL di Palmerah menuju kantornya di daerah Permata Hijau. Berjarak sekitar 3 km. Sebelum ada kenaikan tarif, pria 35 tahun itu hanya perlu membayar Rp 9 ribu. Mulai kemarin, dia harus merogoh kocek hingga Rp 14 ribu.
”Menurut saya aplikasi juga bermain agar memperoleh harga itu. Di aplikasinya tidak menunjukkan jalan tercepat. Tapi memilih jarak yang lebih jauh supaya dapat harga minimal itu,” terang Joko yang berdomisili di Depok itu.
Laporan: Abdul Halikurrahman, Jawa Pos/JPG
Editor: Mohamad iQbaL