AZRUL ANANDA
Saya suka kejutan. Saya suka twist ending. Saya suka sesuatu yang bikin orang senang, sedih, sebel, marah, tapi ternyata ujungnya tidak seperti yang diperkirakan. Termasuk dalam kehidupan.
eQuator.co.id – Istilah twist ending mungkin populer karena film. Yang paling terkenal mungkin adalah Sixth Sense garapan M. Night Shyamalan (1999). Sepanjang film, kita tidak menyadari bahwa tokoh yang diperankan Bruce Willis ternyata sudah mati!
Akhir pekan lalu, ada satu lagi film Shyamalan yang bikin heboh Amerika, bahkan mungkin kehebohannya menyaingi prosesi pergantian presiden dari Obama ke Trump. Film itu berjudul Split.
Selama diperkenalkan dan dipromosikan, orang menganggap film itu sebagai sebuah psychological thriller. Tentang seseorang dengan kelainan mental (punya 24 kepribadian) yang menculik tiga gadis remaja.
Film itu mulai diputar akhir pekan lalu di Amerika (20 Januari), dan sampai film itu hampir berakhir, orang sepertinya memang menonton sebuah psychological thriller. Tapi kemudian, setelah film itu berakhir, ada satu adegan tambahan. Lalu, ada satu karakter superpenting, diperankan aktor superkondang, mengucapkan satu kata (sebuah nama).
Tiba-tiba saja, film itu langsung berubah genre. Penonton di Amerika banyak yang kaget dan bersorak. Mereka terkejut, kagum, bingung, tapi pada umumnya menyampaikan salut kepada M. Night Shyamalan.
Split tidak punya twist ending. SELURUH FILM itu adalah sebuah twist!
Saya tidak akan cerita apa, tapi ini adalah sebuah gebrakan spektakuler dunia film. Bagaimana satu adegan mampu mengubah pandangan terhadap seluruh film yang baru saja selesai ditonton!
Dalam sebuah wawancara, sutradara kelahiran India itu mengaku sempat khawatir rahasia ending tersebut bocor. Karena itu, saat film tersebut diputar untuk testing, ending itu tidak diikutkan. Shyamalan ingin film itu tetap disukai sebagai film yang dipromosikan. Walau pada akhirnya film itu bukanlah film yang dipromosikan!
’’Saya ingin film ini menang sebagai dirinya sendiri. Nah, kalau Anda sudah menyukainya sebagai film itu sendiri, guess what, Anda ternyata tidak menonton film yang Anda pikir Anda tonton!’’ ucapnya.
Setelah diputar di bioskop, film itu benar-benar menghebohkan. Pemasukan weekend perdananya di pasar domestik mencapai USD 40 juta, padahal biaya pembuatannya ’’hanya’’ USD 9 juta.
Pemasukan awal itu dua kali lebih besar dari xXx: The Return of Xander Cage, film action internasional yang dibintangi Vin Diesel dan Donnie Yen. Padahal, biaya pembuatannya sekitar sepuluh kali lebih besar dari Split!
Opini pribadi: Film xXx yang baru boring banget. Selama di bioskop, saya tidak menonton, malah asyik membaca via handphone. Wwkwkwk…
Sayang, Split belum diputar di Indonesia. Katanya sih Februari nanti baru masuk.
Bagi yang sudah rutin membaca Happy Wednesday, mungkin sadar kalau kadang-kadang ending tulisan ini tidak seperti yang panjang dituturkan di awal. Ada yang bilang, katanya depan dan tengahnya mengalir bahagia, tapi kemudian ending-nya menonjok. Twist ending juga bisa dibuat seru dalam kehidupan nyata.
Misalnya, waktu saya bersepeda dengan teman-teman ke kota lain, yang jarak totalnya bisa mencapai 230 km. Pada titik terjauh, saya suka mengubah mendadak rute. Belok dulu ke kota lain, sehingga jarak total menjadi lebih dari 300 km.
Karena support crew-nya ikut kelompok saya, maka mau tak mau yang lain harus ikut. Dan memang mereka tidak punya pilihan. Kalau mau pulang, ya silakan gowes sendirian lebih dari 100 km.
Jadi, rute bersepeda pun bisa dibuatkan twist ending! Wkwkwkwkwk…
Menyiksa? Tentu. Ngomel-ngomel? Awalnya iya. Tapi, pada akhirnya bermanfaat, karena mengajari teman-teman sepeda saya untuk jadi lebih tangguh dan kuat. Wkwkwkwkwk…
Mau lebih serius, twist ending juga bisa diterapkan dalam pekerjaan. Kadang, butuh waktu lama, sampai bertahun-tahun, untuk menunjukkan kalau ternyata ujungnya bisa seperti itu. Yang penting kita punya visi dan imajinasi, bahwa ending yang diharapkan itu memang bisa dicapai.
Entah berapa banyak kerjaan saya yang dulunya dikira jadi apa, ternyata sekarang menjadi sesuatu yang lain, yang lebih besar, yang bahkan bisa dibilang spektakuler. Kalau melihat awalnya dulu, mungkin tidak ada yang menyangka kalau nantinya bisa seperti ini.
Dan ketika ending itu terwujud, rasanya jauh lebih memuaskan. Selain karena tercapai, karena juga ada elemen ’’mengejek’’-nya. Tepatnya, mengejek orang-orang yang dulu tidak percaya, atau tidak menyangka ini bisa tercapai.
Malah kalau dipikir, mending dirancang saja sekalian dari awal kalau kerjaan kita itu akan memiliki twist ending. Apalagi kalau kerjaan itu sulit dipahami orang, atau sulit dipercaya orang.
Misalnya, Anda tergolong second generation di usaha keluarga. Ketika ingin sesuatu, dan orang tua tidak setuju, rancang saja seolah-olah itu sesuatu yang disetujui.
Bohongi dulu orang tua. Kemudian, terapkan twist ending. Ternyata, jadi sesuatu yang berbeda! Pasti seru! Yang penting, bohongnya berniat baik melakukan sesuatu yang dahsyat. Wkwkwkwk…
Bicara dalam cakupan yang jauh lebih luas, saya berharap situasi yang seolah tidak mengasyikkan di negara kita ini pada akhirnya juga punya twist ending yang menyenangkan. Skenario yang saya harapkan? Mungkin skenario twist ending yang paling gampang dan paling ’’tidak mikir’’. Bahwa segala sesuatu yang terjadi ini hanyalah sebuah mimpi.
Pada suatu saat saya akan terbangun, dan mendapati situasi ternyata tidak seperti yang sekarang terjadi. Bahwa tidak ada kegaduhan antargolongan yang berbeda, tidak ada masalah ekonomi yang membingungkan, dan tidak ada kerumitan di penegakan hukum.
Kalau sebuah film punya twist ending yang ternyata mimpi, maka saya akan membenci film tersebut habis-habisan karena itu ending yang terlalu gampang. Tapi, dalam kehidupan nyata, saya sangat tidak keberatan kalau ternyata segala sesuatu yang terjadi sekarang ini hanyalah sebuah mimpi buruk! (*)